Potret Gadis Manis di Monumen Tragedi Bom Bali

SAYA membayangkan jerit tangis dan teriak mencekam ketika menyaksikan tugu peringatan bom Bali di Legian, Kuta. Saya membayangkan suatu malam yang penuh gelak tawa. Botol-botol bir memenuhi meja, dan music keras yang mengalun dari sekelompok pemusik yang tengah beratraksi di sudut kafe. Tiba-tiba, terdengar ledakan besar. Langit serasa runtuh. Sekian detik berikutnya, bau anyir darah memenuhi atnosfer, api yang melalap habis, dan teriakan-teriakan histeris berpadu dengan isak tangis.

berpose depan monumen peringatan bom bali

Di sini, di depan tugu peringatan bom Bali, semuanya menjadi kenangan yang pilu. Saya membayangkan betapa perih perasaan sanak keluarga mereka yang menjadi korban saat menatap monument ini. Saya hanya bisa berimajinasi bahwa di sini dahulu terdapat dua buah kafe yang kemudian menjadi sasaran peledakan. Di sini, pernah ada gelak tawa yang sedetik berikutnya menjadi lolongan tangisan. Yang tersisa di sini hanyalah sebuah tugu peringatan sebagai pertanda bahwa dahulu pernah terjadi sesuatu di sini, sesuatu yang amat mengerikan.

foto gadis manis di tugu bom, bali
foto gadis manis di tugu bom bali

 Mengapa orang-orang harus membuat monument peringatan? Sebab ada kenangan atau ingatan yang hendak diwariskan di situ. Sebuah kejadian memang perih untuk dikenang. Namun kejadian tersebut harus memberi makna agar kita di masa kini, dan generasi di masa depan bisa belajar dari kejadian tersebut. Dalam konteks bom Bali, tugu peringatan itu menjadi semacam sirine yang selalu member tanda peringatan. Bahwa di Legian pernah terjadi ledakan bom yang menewaskan ratusan sesamanya sendiri, sesama manusia yang juga menerima tanggungjawab untuk menjadi khalifah. Tanggung jawab untuk memakmurkan sesama.

depan monumen bom Bali

 Monumen itu tidak cuma menjadi ingatan yang menikam. Monument itu juga menjadi kisah tentang sekelompok manusia yang rela mengorbankan sesamanya demi memperjuangkan sebuah utopia tentang surga dan jalan pembebasan. Saya tak hendak membahas tentang benar salah dalam tulisan ini. Saya hanya sedih saat melihat beberapa lembar potret gadis manis berambut pirang yang sedang tersenyum di monument itu. Entah siapa yang meletakkannya, tapi senyum dalam potret itu seolah membawa pesan penting bagi kita di masa kini. Sebuah pesan damai yang kuncupnya mekar di hati yang menyaksikannya. Sebuah senyum yang kemudian membangkitkan rasa bersalah. Ah, kenapa harus ada bom Bali?


Denpasar,  9 April 2010

0 komentar:

Posting Komentar