Rasa Senang dan Sedih yang Campur Aduk

HARI ini ada bahagia serta sedih yang bercampur aduk. Senang dan sedih adalah bagian dari dinamika hidup yang mesti dilalui. Tanpa sedih, senang menjadi hampa makna, sebaliknya, tanpa pernah merasakan senang, maka sedih ibarat penyakit menahun yang akan menggerogoti kita secara perlahan-lahan. Keduanya adalah bagian dari hukum alam yang seyogyanya harus dimaknai secara bijak, tanpa diratapi atau disenangi secara berlebihan.

Saya ingin kisahkan satu per satu. Mungkin saya akan mulai dari rasa senang. Kemarin, saya berhasil menuntaskan tugas sebagai fasilitator acara Workshop Penyusunan Program Lingkungan, yang digelar Dirjen Bangda Depdagri, Asia Development Bank (ADB), serta World Wildlife Fund (WWF). Saya berhasil keluar hidup-hidup dari misi yang amat sulit sebagai fasilitator di ajang tersebut. Maklumlah, acara ini begitu serius sebab pesertanya adalah para Ketua Bappeda se-Indonesia timur dan perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sebegitu seriusnya acara ini, sampai-sampai pihak WWF dan ADB mendatangkan dua ahli ekonomi dari Filipina untuk berdiskusi dengan para fasilitator demi mempertajam isu. Terpaksa, saya harus menemani diskusi dengan bahasa Inggris yang tidak terlalu sempurna.

Sehari sebelum acara, saya diinapkan di Hotel Clarion, hotel berbintang paling besar di Makassar. Sebagaimana peserta, saya mendapat fasilitas yang cukup mewah, dan tinggal di hotel itu selama beberapa hari. Tujuannya adalah agar bisa terus diskusi dengan ekonom ADB dan WWF, serta para fasilitator lainnya. Kami berharap bisa mempertajam isu sehingga bisa mencapai tujuan diskusi sebagaimana sebelumnya diharapkan.

Sebelum acara dimulai, saya agak nervous karena tema acara ini tidak terlalu saya kuasai. Meskipun pernah mengambil mata kuliah Politics of Ecology, namun saya tetap saja pusing dengan temanya. Saya sudah lama tidak meng-update pengetahuan saya tentang ilmu ekonomi, khsuusnya tema-tema lingkungan. Hal lain yang membuat saya nervous adalah dua fasilitator lainnya adalah mereka yang sudah lama malang-melintang di dunia ini. Mereka adalah (1) Dr Madjid Sallatu, pengajar Fakultas Ekonomi Unhas, dan (2) Dr Bachrianto Bachtiar, pengajar Fak Perikanan dan Kelautan.

Ketika diskusi dengan ekonom ADB untuk mempertajam tema, saya berupaya tidak tampak bodoh. Saya belajar keras untuk memahami tema permasalahan yang diberikan, sekaligus sesekali bertanya dalam bahasa Inggris. Untungnya, bahasa Inggris saya, tidak jelek-jelek amat.

Saat workshop dimulai, para peserta dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan pulau yaitu kelompok Sulawesi, kelompok Kalimantan, serta kelompok Papua dan Maluku. Saya kebagian tugas untuk memfasilitasi para peserta dari Kalimantan. Saat tugas dimulai, saya agak grogi juga karena ekonom dari Filipina itu sengaja masuk ke kalas saya untuk memantau. Untungnya, saya bisa menguasai situasi. Meski para peserta itu pintar-pintar, namun syaa bisa mengendalikan situasi. Butuh waktu setengah jam untuk menemukan ritme yang tepat, setelah itu semuanya berjalan dengan normal. Bahkan kelompok yang saya fasilitasi, paling cepat menyelesaikan semua tugas yang diberikan.

Pelajaran berharga hari ini adalah apapun pekerjaan berat yang diberikan, jangan menyerah sebelum mencobanya. Kita harus yakin bahwa kita sanggup melakukan banyak hal yang sebelumnya kita tidak bayangkan. Rasa putus asa ibarat virus yang perlahan menggerogoti kita dan membuat kita tak berdaya melakukan apapun. Hadapi semua masalah dengan tenang. Ketenangan akan membantu kita untuk tetap memelihara konsentrasi sehingga bisa cepat belajar. Ketenangan serta kesediaan untuk terus belajar adalah kunci keberhasilan semua upaya.

Tuntas sudah kisah tentang rasa senang. Sekarang saya akan kisahkan tentang rasa sedih. Kemarin, usai pulang dari hotel, saya seolah terkapar karena sakit. Kepala ini berkunang-kunang dan pusing berat. Badanku demam, serta ada gejala hendak flu berat. Tiba di rumah, saya hanya bisa tergolek pasrah, tanpa daya. Untunglah, ketika kakak datang, ia memintaku minum sgelas susu dan makan obat. Tadi malam, saya tidur lelap, dan setelah bangun pagi, rasa sakit itu mulai berkurang. Perlahan, rasa sedih itu tersaput senang karena akan jalan-jalan dengan perasaan plong. Dan salah satu hal yang membuat plong itu adalah saat bisa menulis untuk blog ini. Saya senang karena bisa melepaskan semua rasa senang maupun sedih.(*)


Sabtu, 6 Juni 2009



0 komentar:

Posting Komentar