Fantastic Beasts: Oase Kerinduan atas HARRY POTTER
FILM Fantastic
Beasts and Where to Find Them menghadirkan kembali kenikmatan dan
kelezatan serial Harry Potter. Film yang skenarionya dibuat oleh J.K. Rowling,
penulis Harry Potter ini, mengambil setting pada 70 tahun sebelum kisah
penyihir cilik yang belajar di Hogwart ini. Alurnya sangat menarik, mendebarkan,
juga amat menghibur.
Film
ini tak hanya menampilkan hewan-hewan sihir yang fantastis. Tapi juga
menampilkan kisah seorang penyihir yang datang ke New York pada tahun 1920-an
demi mengumpulkan berbagai hewan sihir. Dalam perjalanan itu, terdapat banyak
kejadian, mulai dari konflik antara manusia dan penyihir, sihir hitam yang
sedemikian membunuh dan meneror, serta munculnya salah satu penyihir hitam
paling legendaris sebelum era Lord Voldemort.
Penasaran?
Kali ini saya tak akan membocorkan kisahnya. Saya tak ingin merusak kenikmatan
menonton bagi yang belum menyaksikannya. Saya hanya akan membahas beberapa
aspek dalam film ini yang membuat saya tiba-tiba saja kembali merasakan
lezatnya kisah Harry Potter. Saya bernostalgia pada banyak hal di film ini.
***
DI
pelabuhan New York, lelaki bernama Newt Scamander itu (diperankan oleh Eddie
Redmayne, yang pernah memerankan Stephen Hawking dalam film Theory of
Everything) keluar dari perut kapal. Ia menenteng sebuah koper, yang selalu
gaduh, seolah-olah ada binatang yang hendak keluar. Saat diperiksa oleh
petugas, ia lalu menyetel koper itu hingga bertuliskan “muggle.” Saat dibuka,
isinya adalah pakaian.
Scamander
dikisahkan sebagai penyihir yang dikeluarkan dari Hogwart, sekolah sihir paling
terkenal di Inggris. Tak jelas benar alasan mengapa dia dikeluarkan. Dia
digambarkan sebagai pemuda yang berpetualang demi mengumpulkan lalu mempelajari
semua binatang-binatang dunia sihir.
Koper
yang dibawanya bukan sekadar koper. Koper itu bisa dimasuki, dan ternyata di
dalamnya adala satu ruangan yang cukup luas. Di dalam koper itu terdapat kebun
binatang luas, yang menyimpan banyak hewan-hewan fantastis. Scamander merawat
semua hewan itu, memberinya makan, lalu mempelajarinya. Ia hendak menulis buku
mengenai hewan-hewan itu. Dalam kisah Harry Potter, Scamander mengingatkan saya
pada sosok Hagrid. Bedanya, Scamander punya kemampuan sihir yang hebat, serta
hasrat petualangan yang tinggi. Ia juga bisa menggunakan kemampuan fantastis
hewan itu dalam misi-misi tertentu, termasuk berkelahi dengan lawannya.
Perjalanannya
ke New York bertujuan untuk mengumpulkan beberapa hewan sihir yang lepas. Dalam
perjalanan itu, ia melalui banyak petualangan, mulai dari kopernya yang
tertukar, pertemuan dengan penyihir yang bekerja di Kementerian Sihir, hingga
kunjungannya ke gedung Kementerian Sihir Amerika Serikat.
Saat
ia tiba di New York, konflik antara manusia (jika di Inggris disebut Muggle,
maka di Amerika disebut No-Mag atau No Magic) sedang mencuat. Ditambah lagi,
ada teror terhadap warga New York yang diduga dilakukan oleh peyihir hitam,
dengan mantra kematian yang mengerikan. Pihak kementerian bekerja keras untuk
mengungkap teror tersebut. Beberapa auror, semacam polisi di kalangan penyihir,
sibuk melacak siapa penyihir hitam itu. Belakangan terungkap legenda tentang
penyhir yang menyembunyikan diri lalu mengembangkan sihir hitam.
Saya
tak ingin melanjutkan kisahnya. Saya hanya ingin berkata bahwa film ini membawa
saya pada nostalgia tentang kisah Harry Potter. Sutradara film ini, David
Yates, mempertahankan nuansa film Harry Potter dalam film ini. Mulai dari musik
pembuka, hingga beberapa dialog tentang Hogwart. Saya langsung mengenali peri
rumah di film ini. Di New York, tak semua peri rumah bekerja sebagai pembantu,
sebagaimana Dobby. Malah ada penyanyi dan pemabuk di bar. Bahkan ada juga peri
rumah berkulit hitam. Keren kan?
Bagi
penggemar Harry Potter, pastilah akan merasakan nostalgia itu. Saya
tersenyum-senyum saat mendengar mantra “alohomora” untuk membuka pintu, mantra
“lumos” untuk menyalakan lampu dari tongkat sihir, mantra “accio” untuk
mendatangkan benda tertentu, hingga mantra “oblivio” untuk menghapus pikiran
manusia biasa yang sempat menyaksikan sihir.
Dulu,
sewaktu buku ketujuh Harry Potter dirilis, saya sempat merasakan kesedihan.
Saya berpikir bahwa saya akan kehilangan satu kisah hebat yang novelnya selalu
saya tunggu-tunggu. Pernah, saya mengantar pacar saya untuk datang ke satu mal
di Makassar pada jam dua dini hari, sebab peluncuran buku Harry Potter
dilakukan pada subuh hari.
Saking
sukanya dengan serial ini, saya menghafal kisahnya. Saya masih bisa menjelaskan
hubungan antara Severus Snape, sosok yang paling banyak disalahpahami di serial
ini, dengan Lily Potter. Saya masih ingat persis bagaimana kisah dalam tujuh
novel serial itu. Bahkan kalau anda membangunkan saya tengah malam lalu
bertanya tentang siapa saja sahabat dekat Harry, maka dalam keadaan mengigau,
saya masih bisa menjawab dengan jelas yakni Hermione Granger dan Ron Weasley.
Malah saya bisa menyebutkan nama hewan peliharaan mereka. Tak hanya itu, saya juga bisa
menjawab pertanyaan yang cukup sulit. Misalnya "Siapakah nama raksasa yang
merupakan adiknya Hagrid?" Pasti kalian lupa.
Di
mata saya, kisah Harry Potter adalah kisah yang tumbuh. Film itu bergerak
berdasarkan pertumbuhan karakter para pemainnya. Pada setiap seri selalu ada
petualangan dan misteri yang harus dipecahkan. Betapa banyak pelajaran berharga
yang bisa dipetik dari kisah yang memberikan imajinasi hebat bagi jutaan anak
seluruh dunia. Bisa anda bayangkan, betapa sedihnya saya saat kisah ini
ditamatkan oleh JK Rowling.
Kini,
kerinduan atas kisah itu kembali terobati. Skenario film Fantastic Beasts ini
ditulis langsung oleh JK Rowling. Nampaknya ia merambah ke jalur penulisan
skenario. Padahal saya berharap ia juga menulis ulang novel ini sebab biasanya,
novel selalu jauh lebih lengkap. Di mata saya, skenarionya sangat keren.
Dalam
skenario ini, Rowling sengaja mengambil momen sebelum kisah Harry muncul.
Beberapa sosok dalam kisah Harry disebut di sini. Misalnya sang guru Albus
Dumbledore, hingga munculnya penjahat legendaris sebelum era Lord Voldemort,
yakni Gellert Grindelwald. Sosok penjahat menakutkan ini beberapa kali disebut
dalam kisah Harry Potter, sebagai pemilik tongkat sihir elder yang menghebohkan
dunia sihir, sebelum akhirnya dikalahkan Albus Dumbledore.
Saya
senang saat membaca tautan di media luar negeri kalau film ini akan dibuat
hingga lima episode. Pada film awal, kita telah berkenalan dengan Newt
Scamander dan para penyihir New York. Beberapa clue telah
diletakkan di film ini sebagai pemandu untuk film berikutnya. Misalnya
Scamander yang kembali ke Inggris, juga kemunculan Grindewald.
Satu
lagi. Saya menemukan kesamaan lain ciri khas Rowling dalam film ini. Sosok yang
menebar teror adalah sosok anak yang dianggap aneh, dijauhi masyarakat,
kehilangan perhatian dan rasa cinta, serta sering dianiaya. Ini mengingatkan
saya pada sosok Lord Voldemort dalam kisah Harry Potter yang kehilangan rasa
cinta hingga menjadi sosok paling mengerikan dalam sejarah sihir.
Secara
umum, film ini sangat menghibur. Jika saja, saya punya kemampuan sihir, saya
ingin menyihir agar episode kedua film ini segera ditayangkan. Saya akan segera
mengucapkan mantra panggil untuk mendatangkannya.
Accio...!!!!!
Bogor, 18 November 2016
BACA JUGA: