Beranda
/ Pahatan Sedih di Sebuah Penerbangan
Pahatan Sedih di Sebuah Penerbangan
IBU itu turun dari bus dan menemui
anaknya. Bus itu belum beranjak. Bus itu mengangkut semua penumpang Merpati
yang hendak terbang Baubau. Di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin
Makassar, saya bergabung bersama penumpang bus, yang kemudian memperhatikan apa
yang sedang terjadi.
Anak lelaki itu berusia sekitar 20 tahun.
Di wajahnya terpancar aroma ketakutan. Nampaknya, ia khawatir saat mengetahui
bahwa bus itu hendak membawanya ke pesawat. Anak itu lalu menangis dengan suara
keras, sebagaimana anak kecil. Apakah anak itu autis? Mungkin. Saya tak paham
berbagai istilah psikologis. Dugaan saya, anak itu memiliki perkembangan yang
lambat.
Ibu itu lalu mendekati anak itu. Ia lalu
berusaha meyakinkan agar ikut ke bus. Anak itu tak mau. Ibu itu tak
berputus-asa. Sepintas, saya mendengar kata-kata ibu itu. “Ayo Nak. Kita ikut
bus itu. Nanti kita terbang. Tidak lama kok. Palingan cuma satu jam,” katanya.
Dari kursi bus saya terus memperhatikan
apa yang terjadi. Yang bikin sedih, beberapa penumpang bus mulai marah-marah.
Seorang perempuan yang mengenakan hak tinggi lalu berkata, “Lama sekali.
Pesawat sudah mau berangkat. Kalau tak mau ikut, tinggal di situ saja.”
Beberapa karyawan Merpati berdatangan.
Mereka lalu menemukan solusi. Ibu dan anak itu lalu diangkut dengan mobil jenis
Avanza.
Selanjutnya, bus yang saya tumpangi lalu
bergerak menuju pesawat. Satu per satu, semua penumpang masuk pesawat dan
mencari tempat duduk. Saya pun duduk dan menanti-nanti pesawat lepas landas.
Tak lama kemudian, ada suara gaduh di
belakang. Ternyata, ibu dan anak itu berdiri di dekat kursi penumpang yang
sedianya hendak diduduki. Anak itu menolak untuk duduk. Ia kembali ketakutan.
Ia malah berteriak-teriak. Ibu itu panik dan berusaha menenangkan.
Seorang lelaki yang di bajunya terdapat
tulisan Merpati lalu datang. Ia lalu berusaha untuk membantu. Saya tak suka
gaya komunikasinya yang sempat menuding anak itu. Ia menunjuk dengan mata yang
agak melotot sambil berkata, “Kalau tidak mau ikut, kamu turun di sini. Saya
tidak mau ambil risiko.”
Saya kesal melihat tingkah lelaki itu.
Mestinya ia melakukan cara persuasif untuk membujuk anak itu. Mestinya ia
memahami bahwa anak itu adalah anak berkebutuhan khusus yang harus dihadapi
dengan penuh kesabaran. Ia tak boleh berbicara dengan kasar, kepada seorang
anak yang berusaha untuk memahami apa yang dikatakannya. Seorang pramugari
datang membantu. Beberapa menit kemudian, ia pergi dan tak kembali lagi. Ibu
itu terus berusaha meyakinkan anaknya untuk sama-sama berangkat.
Pramugari lalu memberikan pengumuman agar
semua penumpang mengenakan sabuk pengaman.
Mendengar pengumuman tu, sang anak kmbali
panik. Ia meronta-ronta. Dan kembali, saya menyaksikan lelaki itu datang dan
marah-marah serta meminta agar ibu dan anak itu turun dari pesawat. Beberapa
penumpang mendukung lelaki itu. Di belakang saya, ada seorang perempuan, yang
sejak duduk di kursi pesawat selalu mengamati wajahnya di kaca kecil yang
dibawanya, ikut bersuara. Ia berkata, “Turun saja. Bikin saya terlambat,”
katanya lalu mengambil lipstick dan memoles bibirnya.
Penumpang lain juga senada. Mereka
menunjukkan ekespresi tak nyaman. Beberapa di antaranya ikut berteriak dan
meminta agar ibu itu turun bersama anaknya. Malah, ada penumpang yang meminta
agar anak itu diberikan suntikan penenang agar tidak membuat keributan di
pesawat.
Untungnya, kesabaran ibu itu berbuah. Anak
itu akhirnya bersedia duduk di kursi pesawat. Setelah itu, semuanya berjalan
lancar. Anak itu diam saja di kursinya hingga pesawat mendarat.
Sebagai penyaksi, saya hanya bisa sedih. Penerbangan
ini telah memahatkan satu kesedihan dalam hati saya. Betapa kejamnya
orang-orang yang hanya peduli dengan urusannya, tanpa mau berempati kepada
orang lain. Orang-orang tak mau mengerti bahwa anak itu adalah anak yang
berkebutuhan khusus. Ia seharusnya dipahami, dimengerti, dan dicarikan jalan
agar bisa memahami keadaan di sekitarnya. Anak itu seharusnya dihargai sebagai
manusia. Ia mesti didahulukan, didengar semua ketakutan-ketakutannya, lalu sama-sama
diberikan pengertian agar ia tidak takut menghadapi apapun.
Para petugas di pesawat mestinya memahami
kaidah untuk berkomunikasi dengan lebih lemah lembut. Mereka tak harus larut
dengan sikap banyak orang yang hanya bisa selfish,
tak peduli sesama, serta ikut bersuara keras pada anak itu. Mestinya ia paham
tentang fungsi-fungsi pelayanan, serta memberikan perhatian yang lebih kepada
mereka yang memiliki keterbatasan. Mereka tak boleh memukul rata bahwa semua
orang sama.
Di atas pesawat itu, saya mencatat ulang
tentang masyarakat kita yang sering tak mau peduli dengan sesamanya. Saya
melihat langsung dunia sosial yang sering mendiskriminasi orang lain yang
berpenampilan berbeda. Saya menyaksikan satu keping kenyataan yang menyedihkan
tentang manusia-manusia yang tak mau berbagi kasih sayang dengan sesama, serta
sikap egois dan tak mau berempati pada seorang ibu yang telah menunjukkan
cintanya yang dahsyat kepada anaknya.
Yup. Cinta dan kasih sayang ibu itu amat
dahsyat. Di tengah tatapan sinis serta teriakan yang merendahkan, ia tetap
setia menjadi matahari bagi anaknya. Ia memancarkan cahaya kasih sayang yang
kemudian melunakkan hati anaknya agar bersedia ikut dalam penerbangan itu. Ibu
itu adalah perempuan paling sabar dan paling hebat yang saya saksikan di
pesawat.
Kepadanya, saya mengucapkan salut serta
mengirimkan salam takzim. Semoga kasih Allah terus bermekaran di hatinya.
Baubau, 21 Oktober 2013
9 komentar untuk "Pahatan Sedih di Sebuah Penerbangan"
Saya pikir blog ini menghilang dari friends list di blog saya, ternyata masih ada, tapi kok nda terupdate yah kak?
Merinding bacanya mas, tulisan yg luarbiasa. Mas Yusran selalu bisa mengambil hikmah yg bisa bikin orang yg baca membuka sisi hati yg kadang memang tertutup karena tidak ada yg membukakan
+Lispa: sy juga heran kenapa update blog ini gak terlihat di semua jejaring blog. apa Lispa tau cara membenahinya?
+Intan: makasih banyak atas komennya.
Nda tau cara perbaikinya, Kak..
Komen tentang tulisan di atas: andai saja mereka yang mengeluh berada di posisi ibu itu..
Komen tentang tulisan di atas: andai saja mereka yang mengeluh berada di posisi ibu itu..
Assalamualaikum kak yusran, sya sring mmbaca tulisan2 anda dan sngat menginspirasi dan intelektual, sya selalu mengutip kata2 bijak anda sebagai tmbahan refrensi publik speaking sya dikursusan.. Salam doa buat anda dan keluarga semoga selalu dibrikan ksehatan dan keselamatan
semoga kesabaranmu berbalas surga, wahai Ibu..
@Zul Qadri: saya senang kalau tulisan ini bisa menginspirasi. salam kenal.
@teguh: amin. semoga Tuhan membalasnya dengan hal setimpal.