Makassar Kebalikan Jakarta

Makassar adalah kebalikan Jakarta. Di akhir pekan dan libur, Jakarta seakan kosong. Jalan2 lengang. Mal dan pasar sepi. 

Jakarta seperti kisah distopia, di mana separuh warganya lenyap karena wabah dan virus. Separuh Jakarta mudik ke daerah. Yang tersisa akan jalan2 ke Puncak. Mereka berwisata ke kampung dan pepohonan. Mereka ingin memyatu dengan alam, menikmati kecipak air di pegunungan. 

Makassar adalah kebalikannya. Saat akhir pekan dan libur, kota ini penuh manusia. Jalan2 penuh. Semua perbelanjaan ramai dengan orang. Sesak seperti pasar kaget. Orang2 daerah membanjiri Makassar, mengunjungi mal, meramaikan hotel. Mereka berwisata di perkotaan. 

Mereka lihat lampu2 terang di malam hari. Mereka menghabiskan uang untuk banyak hal. Mulai baju hingga skincare. Saya yang nyasar di Makassar memilih nostalgia. Dulu, gravitasi kota ada di sekitar Losari. Kini bergeser ke sekitar Mal Panakkukang. 

Dulu, saya mengenali semua detail mal ini. Saya masih ingat di sudut mana cinta saya ditolak. Saya masih ingat di mana pacaran sama mamanya ara. Saya tahu mana saja resto yang enak. Sekarang saya malah nyasar. Layout sudah berubah banyak. 

Suasananya sesak dengan manusia. Makassar kian bergegas. Saya yang berkeliaran di kota ini lebih 20 tahun lalu merasa ada banyak yang hilang. Melihat sudut mal di mana cinta saya ditolak, saya teringat syair dari Geisha: “lumpuhkanlah ingatanku, hapuskan tentang dia, hapuskan memori tentang dia.”


0 komentar:

Posting Komentar