Gagalnya “Jebakan Betmen” Biden untuk Jokowi dkk


Biden bersama pemimpin ASEAN

SENYUM tersungging di wajah Joe Biden, tuan rumah pertemuan. Dia mengundang semua kepala negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk menghadiri KTT US-ASEAN di Washington DC, tanggal 12-13 Mei 2022.

Setelah berbasa-basi, dia gantian berpose dengan masing-masing kepala negara. Ada senyum, juga jabat hangat. Padahal, di balik layar, Amerika Serikat gagal untuk menjalankan agendanya.

Presiden Joe Biden berkata, "Hubungan kami dengan Anda adalah masa depan, dalam beberapa tahun dan dekade mendatang." Wakil Presiden Kamala Harris menambahkan bahwa "bersama-sama kita akan menjaga dari ancaman terhadap aturan dan norma internasional."

Pihak AS tidak secara terbuka menyebut China, tetapi opini publik umumnya percaya bahwa ketika AS terlibat dalam diplomasi multilateral saat ini, seringkali menjadikan China sebagai "protagonis yang tidak hadir".

Sejatinya, pertemuan itu diniatkan menjadi “jebakan betmen.” Paman Sam ingin menggiring pemimpin ASEAN untuk dua agenda besar. Pertama, mengutuk tindakan Russia. Kedua, menjauhi China. Yang terjadi, pemimpin Asia Tenggara kompak untuk menolak dua agenda itu. Mereka semua tahu kalau Paman Sam ingin jadikan mereka bumper dan alat untuk melawan China.

Pemimpin ASEAN jelas-jelas menolak. Selama puluhan tahun, AS hanya sibuk di Timur Tengah. Saat itulah China mengisi kekosongan dan membantu negara-negara ASEAN. Di tahun 2021, total perdagangan ASEAN dengan China telah menyentuh angka 878.2 juta dollar AS. Sedangkan perdagangan ASEAN dan Amerika Serikat hanya menyentuh angka 362 juta dollar AS.

Lihat saja komentar para pemimpin ASEAN.  Perdana Menteri Kamboja Samdech Techo Hun Sen, menjelaskan: "Kami tidak harus memilih antara AS dan China."

Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh mengatakan: "Antara kemerdekaan dan ketergantungan, pilihan kami selalu kemerdekaan. Antara negosiasi dan konfrontasi, kami memilih negosiasi. Antara dialog dan konflik, kami memilih dialog. Dan antara perdamaian dan perang, kami memilih perdamaian. Antara kerja sama dan persaingan, kami memilih kerja sama."

Sedangkan Presiden Indonesia, Jokowi, yang kini menjabat sebagai pemimpin G-20 mengatakan, "Indonesia berharap KTT khusus ini akan menghasilkan kemitraan yang dapat berkontribusi pada perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan kawasan." Indonesia adalah pemain utama dan pengendali orkestrasi di ASEAN.

Ada dugaan dari diplomat Amerika kalau Jokowi yang mengatur suara pemimpin ASEAN. Di pertemuan itu, semua pemimpin ASEAN memberi pernyataan normatif.

Sejak pertemuan belum digelar, mereka sudah menyampaikan sikapnya. Myanmar jelas-jelas mendukung Rusia. Vietnam dan Laos, yang memiliki hubungan kuat dengan Moskow sejak era Soviet, abstain dalam pemungutan suara Majelis Umum PBB yang menegur Rusia.

Indonesia dan Malaysia menolak untuk mengutuk Russia dalam sidang PBB. Hanya Singapura yang mendukung. Itu pun diambil berdasar kekhawatiran karena negeri itu berada di tengah negara besar. Jika tidak dukung Ukraina, ke depannya, bisa jadi negara besar yang dengan mudahnya mencaplok negara kecil itu.

Negara-negara ASEAN lebih prihatin atas kenaikan biaya minyak, gas, biji-bijian dan pupuk akibat konflik di Ukraina dan menyerukan solusi diplomatik untuk krisis tersebut.

Strategi Indo-Pasifik dibangun Amerika Serikat atas premis keamanan dan diplomasi koersif. Biden gagal paham kalau pemimpin Asean lebih tertarik untuk berdagang, ketimbang berperang. Pemimpin ASEAN lebih tertarik untuk mengejar kemakmuran dan perdamaian ketimbang perang dan mengutuk negara lain.


Kartun di Global Times yang mengolok posisi Biden ke ASEAN


Pertemuan itu menjadi olok-olok di media China. Kartun yang ditampilkan Global Times, media berbasis di China, adalah Biden menaiki satu tank mogok dan belepotan oli bertulis sanksi. Tank itu menuju China. Di belakang tank, ada bus berisi pemimpin Asean. Biden berharap bus mendorong tank, namun penumpang diam-diam saja.

Kehati-hatian negara ASEAN itu wajar. Tahun ini menandai peringatan 45 tahun Hubungan Dialog ASEAN-AS. Dari sudut pandang apa pun, hubungan antara kedua belah pihak hampir tidak dapat digambarkan sebagai "ideal".

Dalam pertemuan di Washington, tiga negara ASEAN menolak untuk memenuhi permintaan AS agar mengeluarkan Russia dalam pertemuan internasional. Tiga negara itu adalah Indonesia, yang sebentar lagi akan menggelar KTT G-20, Kamboja yang akan menggelar KTT Asia Timur, dan  Thailand yang akan menggelar APEC.

Kampanye Amerika tentang perang Russia vs Ukraina sebagai perang antara demokrasi versus otoritarianisme tidak akan laku di ASEAN. Sebab hanya Indonesia, Malaysia, dan Filipina yang menerapkan demokrasi. Lainnya menerapkan otoritarianisme dalam berbagai bentuk.

Negara-negara ASEAN tidak menginginkan tatanan dunia bipolar lagi. Mereka juga tidak ingin terjebak dalam perangkap persaingan AS-China. Selain itu, Rusia adalah salah satu negara langka yang menawarkan ruang bagi ASEAN untuk menavigasi hubungan AS-China.

Kartu terakhir yang ditawarkan Biden dalam KTT di Washington itu adalah menawarkan bantuan senilai 150 juta dollar AS yang diumumkan secara terbuka. Tapi, lagi-lagi bantuan itu malah diejek publik internasional. JUmlahnya tidak sebanding dengan bantuan untuk Ukraina senilai 40 miliar dollar AS.

Selain itu, sebanyak 60 juta dollar dari total 150 juta dollar akan digunakan untuk membantu mitra AS dalam mempromosikan pertahanan maritim. Washington berbicara tentang bagaimana mereka ingin membantu anggota ASEAN mengembangkan energi bersih, mempromosikan pendidikan dan memerangi pandemi, tetapi sebenarnya masih berfokus pada "keamanan" untuk "melawan pengaruh China."

Tidak heran seorang pejabat Singapura berkata kepada orang Amerika: “Anda cenderung mendekati kawasan dengan satu fokus, yaitu keamanan, tetapi orang Asia hidup dengan perdagangan.”

BACA: Langkah Catur Vladimir Putin


Di Asia Tenggara, Amerika kian melemah. Biden tidak punya strategi ekonomi dan perdagangan yang kuat untuk melawan pengaruh China yang meningkat di kawasan itu. Administrasi Biden menolak untuk menegosiasikan perjanjian perdagangan bebas baru. Dengan meningkatnya sentimen proteksionis, membuka akses pasar Amerika dipandang sebagai bahaya politik.

Sebaliknya, ASEAN menikmati opsi perdagangan bebas. Saat ini sedang menegosiasikan FTA dengan Kanada, juga  penandatanganan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). China ikut menjadi bagian dari kesepakatan ini sehingga lebih terintegrasi dengan ASEAN.

Amerika tertinggal jauh di belakang China dalam investasi infrastruktur. Washington telah melakukan inisiatif Membangun Kembali Dunia yang Lebih Baik untuk melawan Inisiatif Sabuk dan Jalan Beijing, tetapi itu tetap dalam kata-kata.

Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik, yang diumumkan pada bulan Februari sebagai bagian dari strategi Indo-Pasifik AS, sepertinya tidak akan merayu para pemimpin ASEAN. Intinya, bagi negara-negara ASEAN, pasar yang lebih besar sejauh ini adalah China. Mereka tidak akan mau membangun rantai pasok yang sepenuhnya terpisah dari China.

Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan bahwa Asia Tenggara “tidak ingin memilih” antara China dan AS. Memang, ASEAN berusaha untuk menjaga hubungan positif dengan Washington dan Beijing.

Amerika membangun strategi Indo-Pasifik melihat perkembangan kawasan 'bebas' dan 'terbuka' yang didukung oleh aliansi dan kemitraan yang kuat. Amerika membentuk Quad untuk melawan kebangkitan ekonomi China. Namun ASEAN tidak berhadapan langsung dengan Quad.

Di Laut China Selatan, KTT Washington akan membuat suara-suara tentang penegakan hukum internasional, Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan penyelesaian sengketa secara damai. Namun, Amerika terlihat hanya mengelola itu sebagai isu dan senjata politik.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemenangan Ferdinand Marcos Jr sebagai presiden Filipina berikutnya. Pasangannya Sara Duterte adalah putri presiden yang akan keluar, Rodrigo Duterte. Marcos Jr akan memainkan posisi tengah dari Beijing dan Washington.

Dia berencana menolak upaya AS untuk meningkatkan ketegangan di Laut China Selatan, dan memilih untuk bekerja dengan Beijing di sengketa wilayah dan menjaga saluran komunikasi tingkat tinggi tetap terbuka.

Marcos Jr. telah berjanji untuk menandatangani kesepakatan bilateral dengan China untuk menyelesaikan masalah Laut China Selatan. Pesan ucapan selamat Xi Jinping kepada Marcos menunjukkan bahwa Beijing tampaknya merasakan peluang untuk mengatur ulang keseimbangan hubungan dengan Manila.

Dapat dibayangkan, jika Filipina dan China masuk ke dalam kerja sama yang lebih dalam serta akhirnya menyelesaikan masalah Laut China Selatan, itu akan mengguncang Asia-Pasifik, melemahkan upaya AS untuk memiliterisasi kawasan Asia Tenggara dan membuat strategi Indo-Pasifik Biden menjadi usang. .

Menariknya, Filipina, merupakan sekutu regional terdekat AS secara historis. Filipina melewatkan KTT Washington sebab ada transisi politik di Manila. Selama 6 tahun masa kepresidenannya, Duterte tidak pernah sekalipun mengunjungi AS.

Di Asia Tenggara, kita melihat Elang mulai kelelahan akibat dicakar Beruang Merah, dan perlahan digulung oleh sang Naga. Jika Elang hanya akan melemahkan dan menjadikan yang lain sebagai sasaran, maka Naga akan tampil jadi pahlawan. Entah mana duluan.

 


8 komentar:

Dwi Wahyudi mengatakan...

Ketika dua negara adidaya berseteru, seperti inilah kelihatannya. Jika dulu perang menggunakan senjata, sekarang perangnya melalui jalur diplomasi dan ekonomi.

Anggoro Haris mengatakan...

Ulasan mendetail,,,tajam dan terpercaya bang,,kalahmi liputan enam, ngeri juga upaya2nya Amerika ini,,da mo kuasai dunia

Anonim mengatakan...

Keren

Anonim mengatakan...

Keren bang 🙏

Catatan Jhoni mengatakan...

Keren ulasannya, Kanda.

Anonim mengatakan...

allahuakbar....

luke! mengatakan...

Mantap analisanya bang!

Yandi mengatakan...

Mantap...

Posting Komentar