ilustrasi |
Karakter seseorang selalu bisa dibaca dari sikap dan tindakan. Biarpun seseorang mengaku baik, namun publik lebih percaya pada tindakan yang terlihat. Demikian pula dengan dunia politik. Di era 4.0, sikap politik seorang politisi “Jaman Now” dengan mudah terbaca melalui akun media sosialnya.
Nah, bagaimana membaca sikap politik dua kader partai banteng yakni Puan Maharani dan Ganjar Pranowo di Instagram? Apa pelajaran yang bisa dipetik di situ?
***
Puan Maharani tampak tersenyum cerah. Dalam video yang diunggahnya di Instagram, Kamis (13/8) kemarin, dia terlihat bersama banyak anak muda. Dia bersama mahasiswa, atlet, hingga sejumlah anak muda yang berpakaian olahraga. Terlihat, semua anak muda itu berada di perkotaan.
Dia memberikan pesan-pesan penuh motivasi. Diiringi musik yang membakar semangat, dia menulis kalimat: ‘Wahai kaum muda yang saya kasihi. Mari kencangkan kehendak. Dorong produktivitas.”
Dia menyampaikan pesan dalam konteks pandemi sehingga perlu mendorong anak muda agar tetap semangat.
Kemarin, Puan hanya mengunggah satu video dalam sehari di Instagram. Itu pun video itu dikemas dari kepingan-kepingan gambar yang diambil di berbagai kesempatan. Pesan yang disampaikan juga standar. Pesannya serupa kalimat motivator. Tak ada pernyataan langsung dari Puan.
Sehari sebelumnya, Puan hanya memajang satu foto berupa dirinya mengenakan kerudung, kemudian mengucapkan ucapan selamat tahun baru Islam.
Postingan Puan Maharani di Instagram |
Kemarin, Ganjar Pranowo mengunggah dua video pendek. Video pertama menampilkan dirinya datang ke Mal Paragon di Jawa Tengah. Dia melihat warga yang hendak masuk mal. Setelah itu dia menyampaikan protes tentang kebijakan syarat vaksin untuk masuk mal.
“Saya menyampaikan, ini sebenarnya tidak fair. Banyak masyarakat yang rindu untuk segera divaksin. Maka tugas kita untuk menyiapkan vaksin lebih banyak,” katanya. Ada nada protes pada kebijakan pemerintah pusat, tapi dia memberikan solusi yakni mempercepat vaksin.
Dalam dunia retorika, kalimat Ganjar ini terbilang aman. Dia mengkritik, tapi dengan bahasa yang santun. Dia pun memberikan jalan keluar yang bisa ditempuhnya sebagai seorang kepala daerah.
Menarik untuk dilihat bagaimana dia menulis caption video. Bunyinya: “Karena aturan sudah dikeluarkan, ya ayo kita terapkan. Tapi kita jg harus bertanggungjawab, vaksinasi wajib dipercepat. Dan di Jawa Tengah, setiap Minggu kuota selalu kita tambah. Semoga kita diberi kesehatan dan diberi kekuatan untuk saling menyelamatkan.”
Di hari yang sama, Ganjar juga mengunggah video mengenai seorang ibu berusia sekitar 50-an tahun yang berprofesi sebagai penjual makanan. Ibu itu curhat tentang pendapatannya di masa pandemi yang terus berkurang. Saat itu juga, Ganjar memesan 100 porsi makanan. Mata ibu itu berkaca-kaca, kemudian mengucap Alhamdulillah.
Dalam video itu, Ganjar menulis: “Mari kita saling menguatkan, sebisa kita. Hal sekecil apa pun, asal bisa melahirkan senyuman saudara kita, ayo lakukan.”
Pesan ini hampir mirip dengan pesan yang disampaikan Puan Maharani di hari yang sama. Bedanya hanya pada kemasan pesan yang mau disampaikan.
Sebagai politisi, Puan Maharani dan Ganjar Pranowo punya pandangan berbeda tentang media sosial, khususnya Instagram. Namun, netizen tetap menemukan visi keduanya di situ. Di profil Instagram, Puan menulis kalimat: ”Ojo Pedhot Oyot (Jangan Putus Akar).” Entah dia menyindir siapa. Sedangkan Ganjar mencatat: “Tuanku ya Rakyat, Gubernur cuma Mandat"
Jika dibandingkan, Instagram Puan versus Ganjar ibarat Liliput versus Hulk. Jumlah pengikut Puan hanya 526.000 orang, serta hanya menghasilkan 625 postingan. Dalam sehari, dia rata-rata hanya memposting satu konten. Sepertinya, dia menganggap Instagram tidak seberapa penting.
Sedangkan Ganjar punya 3,7 juta pengikut, dengan jumlah postingan 4.624. Ganjar dan timnya sangat produktif. Rata-rata dalam sehari bisa empat konten atau kadang lebih.
Perbedaan lainnya adalah kemasan. Mudah terlihat kalau tim medsos Puan bekerja asal-asalan. Kontennya terkesan dibuat oleh pejabat humas, yang sekadar melaporkan peristiwa. Kesannya kayak membaca liputan media di masa Orde Baru. Isinya hanya kegiatan pejabat.
Postingan Ganjar Pranowo |
Sementara kemasan konten-konten Ganjar dibuat dengan serius dan perencanaan matang. Tim Ganjar paham pendekatan partisipatoris, sehingga memosisikan Ganjar bukan sebagai seorang pejabat, melainkan sebagai seorang partner yang sejajar dengan siapa saja. Ganjar tidak digambarkan duduk di singgasana, tapi sebagai warga biasa yang menyapa semua orang dengan ramah.
Dalam video, terlihat warga bisa bebas bercanda, malah meledek. Ganjar juga ikut menimpali dengan ledekan sehingga suasananya cair. Hal-hal seperti ini tidak terlalu terlihat pada postingan Puan Maharani yang terkesan kaku.
Padahal, Puan Maharani harusnya bisa jauh lebih kreatif. Sebagai Ketua DPR, dia bisa leluasa menyapa warga dari Sabang sampai Merauke, mendengarkan semua pihak, lalu berbincang santai di warung-warung kopi, sebagaimana pernah dilakukan kakeknya. Puan terlalu nyaman di posisi sebagai Ketua DPR sehingga tidak tampak berkeringat dan berpeluh bersama rakyat.
Namun bukan berarti Instagram Ganjar sempurna dan tanpa celah. Segmentasi pesan di Instagram Ganjar hanya menyasar kalangan masyarakat bawah, yang rata-rata bisa berbahasa Jawa. Hal ini bisa dipahami sebab sasarannya adalah masyarakat Jawa Tengah. Instagram bagi Ganjar adalah sarana untuk menyapa warga biasa, sekaligus menyampaikan pertanggungjawaban publik.
Pendekatannya memang menarik, sebab mengedepankan teknik bercerita atau storytelling.. Namun, kalangan tertentu, khususnya menengah ke atas dari sisi pendidikan, berharap lebih. Akan lebih baik jika sesekali Ganjar menampilkan infografis berupa data atau informasi sehingga bisa mengedukasi publik.
Ganjar harus memperluas segmen pengikutnya di media sosial. Jika dia ada niat jadi presiden, maka dia pun harus pandai mengemas konten yang sesuai untuk semua kalangan, bukan hanya mereka yang fasih bahasa Jawa.
Selain itu, kontennya harus lebih variatif dan tidak monoton. Timnya bisa lebih kreatif dan membuat berbagai jenis konten, yang tidak hanya storytelling semata, tetapi bisa pula menampilkan meme, karikatur, foto bercerita, hingga infografis.
***
Data terbaru di Indonesia menunjukkan, platform media sosial terpopuler tetaplah Youtube, kemudian WhatsApp, lalu Instagram. Setelah itu Facebook, lalu Twitter. Masing-masing media sosial punya karakteristik netizen yang berbeda. Sehingga pesan yang disampaikan haruslah dikemas dengan cara berbeda.
Instagram adalah platform medsos yang terus tumbuh dan banyak didominasi kalangan muda. Banyak politisi memilih untuk memperkuat Instagram sebab ada banyak pembatasan di Facebook, sejak kasus Cambridge Analytica terkuak.
Yang pasti, penguatan Instaram menjadi agenda penting bagi politisi yang ingin menguasai ranah digital. Di era internet of things, kerja-kerja politik akan fokus pada keseimbangan antara kerja-kerja offline dan kerja-kerja online.
Seorang politisi mesti membangun infrastruktur teknologi dalam mengelola semua isu dan jaringan relawan. Suara publik bisa dipantau melalui percakapan media sosial. Bahkan publik pun memantau politisi melalui algoritma media sosial.
Benar kata Eric Schmidt dalam The New Digital Age, kita perlahan pindah ke dunia maya. Kita semua ingin bangun rumah nyaman di situ. Kita pun ingin popular di situ.
1 komentar:
Sebagai orang awam, kadang bingung melihat ulah politisi negeri ini. Mereka kerja katanya buat kepentingan rakyat. Tetapi saperti sedang berpacu menarik simpati masyarakat untuk pilpres 2025.
Posting Komentar