Buku Ini Aku Pinjam 12 Tahun


Gara2 membaca buku mengenai beres2 yang ditulis Marie Kondo, saya jadi keranjingan untuk memeriksa semua barang di rumah yang jarang dilihat. Saat memeriksa tumpukan buku, buku ini menyembul. Saya merasa bersalah.

Buku Ethnography and the Historical Imagination yang ditulis John & Jean Comaroff ini saya pinjam dari Perpustakaan Pascasarjana Antropologi UI tahun 2008 silam. Saya cek lembar di belakang buku, baru ada dua peminjam. Sebelum saya, ada nama Rawa Amadi, dosen keren dan ganteng di Riau.

Saya terkenang banyak hal. Waktu itu, saya sedang menulis tesis mengenai ingatan2 mereka yang dituduh PKI. Saya kesulitan untuk keluar dari bayang-bayang pendekatan sejarah. Padahal saya ingin menulis kajian di rumpun ilmu sosial.

Mulanya, saya membaca buku Clifford Geertz dan Marshall Sahlins. Kemudian lanjut ke bukunya Peter Burke mengenai History and Social Theory. Tetap saja saya kesulitan memperjelas titik pijak (standpoint) yang dipilih dalam tesis. 

Di kelas Hermeneutik dan Teori Interpretasi, saya diskusikan kesulitan itu dengan Ignas Kleden. Dia menyarankan untuk baca bukunya Comaroff. Saya lalu mendatangi perpustakaan pasca antropologi dan meminjam buku ini. Kebetulan, buku ini disumbang oleh Ninuk Kleden, istrinya Pak Ignas.

Selama menyusun tesis, buku ini menjadi salah satu rujukan. Waktu itu, saya ngekos di Depok, namun sering ke Jakarta karena harus mencari sesuap nasi. Buku ini entah saya letakkan di mana. Saat ujian akhir selesai dan wisuda, saya ditagih pengelola perpus antrop untuk mengembalikan buku. Barulah saya sadar buku ini entah hilang di mana.

Rupanya buku ini ikut bertualang ke beberapa kota. Lulus UI, saya pulkam dan membawa tumpukan buku. Demikian pula saat tinggal di Makassar. Malah buku ini ikut terbawa ke Bogor bersama tumpukan buku lain.

Saya beberapa kali melihat buku ini. Tapi entah kenapa, saya selalu lupa kalau buku ini adalah pinjaman dari perpustakaan yang harusnya dikembalikan. Saya ingat kata seorang kawan di Makassar: “Sungguh bodoh orang yang meminjamkan buku, tetapi lebih bodoh lagi orang yang mengembalikannya.”

Mungkin juga saya kesal karena begitu banyak buku saya yang hilang, dan kadang-kadang ditemukan di rumah kawan. Tapi, saya juga sadar kalau ada buku dari luar yang masuk ke rak buku saya. Gak banyak sih. Hehehe.

Melihat buku ini, saya sadar kalau tidak sepantasnya saya menyimpannya di rumah. Ini bukan hak saya. Buku ini seakan ingin menggugat saya. Jika saja dia berada di perpustakaan, akan banyak orang yang membacanya.  

Tapi, saya tak ingin larut dalam rasa bersalah. Saya ingin mengembalikan buku ini, juga banyak buku lain yang tidak lagi saya perlukan. Andaikan ada perpustakaan publik yang besar dan bagus, saya tak perlu mengoleksi banyak tumpukan buku di rumah. 

Saatnya memilah koleksi. Buku yang tak lagi dibaca, sebaiknya disumbangkan. Bulan lalu, istri menyumbang 34 buku dan National Geographic ke perpustakaan yang ada di Enrekang, Sulsel. Saya pun akan mengikuti jejaknya.

Saatnya Tidying Up!


0 komentar:

Posting Komentar