CANDU yang Menopang Republik



Kening pria asal Bukittinggi itu mengerut. Dia, Muhammad Hatta, adalah wakil presiden dari Indonesia yang belum lama diproklamasikan. Dia harus memikirkan bagaimana membiayai semua kebutuhan negara yang masih muda itu.

Alumnus sekolah ekonomi di Rotterdam itu tahu persis bahwa Indonesia belum siap untuk membiayai dirinya. Di masa perjuangan, dia pernah berdebat tentang kapan Indonesia merdeka dengan rekannya Sukarno. Hatta menilai Indonesia belum siap, namun Sukarno tegas mengatakan, kalau menunggu siap, maka sampai kiamat Indonesia tidak merdeka.

Tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia telah berdiri sebagai bangsa. Sebagai pemimpin, dia tidak mungkin menikmati singgasana kekuasaan. Negeri yang saat itu masih puing-puing harus bangkit. Republik muda itu harus siap setiap saat bertempur untuk mempertahankan kemerdekaan.

Ekonomi harus dibangun dari nol. Sementara kebutuhan makin mendesak untuk membeli senjata, membiayai aparat negara, juga membangun. Senjata yang dipakai para pejuang adalah senjata rampasan. Indonesia mesti membeli banyak senjata jika tidak ingin anugerah besar bernama kemerdekaan itu direnggut.

BACA: Sesobek Refleksi di Rumah Bung Hatta

Negara baru tak punya sumber keuangan. Padahal, harus membiayai banyak hal. Pada masa itu, pertanian dan perkebunan tidak bisa diandalkan karena sebagian besar pabrik pengolahan telah hancur di masa Jepang. Selain itu, logistik pertanian telah habis untuk membiayai logistik serdadu Jepang. Jika pun ada cadangan, maka pemerintah tidak bisa menjualnya karena blokade yang dilakukan pemerintah Belanda.

Di tengah masa revolusi yang sulit itu, penyelamat Indonesia bukanlah ekspor komoditas pertanian dan perkebunan. Bukan pula tambang. Melainkan perdagangan candu. Di bawah koordinasi Wakil Presiden Mohammad Hatta, Indonesia menyelundupkan barang haram yang kini disebut narkoba itu untuk mendapatkan dana segar demi membiayai revolusi.

Diperkirakan, candu pertama kalinya tiba di Nusantara dibawa oleh para pedagang Arab. Di masa kolonial, candu sudah menjadi komoditas strategis yang cepat meraup uang. VOC sudah menjadikan opium sebagai komoditas utama perdagangan, selain kopi dan gula. Ada penelitian yang menyebutkan 15% pemasukan VOC berasal dari perdagangan opium.

Tanaman untuk candu yakni bunga opium (poppy), yang dalam bahasa latin disebut Papaver Somniferum tidak tumbuh di Nusantara. Namun tanaman itu didatangkan VOC dari luar, kemudian diolah lagi. Orang Jawa ditengarai sudah menggunakan opium jauh sebelum kedatangan Belanda.

Di masa itu, opium atau candu identik dengan gaya hidup kelas atas. Para bangsawan sering berpesta opium. Bahkan opium juga merambah hingga masyarakat desa. Ada yang menyebutkan, setiap kali petani panen, mereka akan pesta opium. Namun beberapa sejarawan mengatakan, konsumen terbesar candu adalah orang Tionghoa, kemudian bangsawan pribumi, lalu orang Eropa.

Bukan hanya bangsawan, tapi juga prajurit. Kalau tidak salah, Peter Carey mencatat, salah satu sebab pasukan Pangeran Diponegoro kalah adalah terlambatnya pasokan candu yang digunakan untuk meningkatkan semangat para prajurit.

Di masa kolonial, rumah candu berdiri di banyak kota. Sebagaimana dicatat sejarawan James R Rush, peredaran candu tidak bisa dikontrol sehingga diperkirakan satu dari 20 orang Jawa adalah pencandu. Banyak yang malas bekerja dan hanya datang ke rumah candu.

Kita bisa melihatnya pada sosok Herman Mellema, suami Nyai Ontosoroh dalam roman Bumi Manusia yang ditulis Pramoedya Ananta Toer. Herman Mellema setiap hari digambarkan menghabiskan waktu di rumah candu kepunyaan Babah Ah Cong dan ditemani oleh para geisha cantik.


Candu di Masa Revolusi

Di masa perjuangan, candu menjadi komoditas penting yang digunakan para pejuang. Mungkin kita tak percaya dengan fakta-fakta ini. Namun jika membaca catatan Robert B. Cribb berjudul Opium and the Indonesian Revolution, kita akan terenyak. Kata Cribb, saat menghadapi militer Belanda, para pejuang republik sangat membutuhkan dana yang banyak.

Sebagai jalan keluarnya, mereka lantas melelang habis stok candu, sisa-sisa peninggalan pemerintah Hindia Belanda. “Itu ternyata sangat membantu pembiayaan revolusi mereka,” ungkap Cribb dalam tulisan yang dimuat oleh jurnal Modern Asia Studies edisi 22 (April 1988).

Sejarawan UGM, Julianto Ibrahim, menemukan arsip mengenai beberapa surat permintaan dari Menteri Keuangan, Mr AA Maramis kepada Kepala Kepolisian Negara Soekanto agar membantu memperdagangkan candu untuk dana perjuangan.  Dana besar dibutuhkan untuk membiayai delegasi Indonesia keluar negeri, membiayai delegasi Indonesia di Jakarta, dan memberi gaji kepada pegawai-pegawai RI.

BACA: Lelaki di Balik Sosok Tan Malaka

Menteri Keuangan juga meminta kepolisian mengizinkan para pejabat kantor regi candu yang membawa lisensi dari Kementerian Keuangan untuk menjual candu keluar negeri, menukarkan candu dengan emas, dan menukarkan candu dengan mata uang asing

Dalam buku berjudul Opium dan Revolusi, Julianto Ibrahim mencatat, demi mengelola perdagangan candu, pemerintah membentuk kantor-kantor regi candu di beberapa kota yang dianggap strategis. Di antaranya Kediri, Surakarta, dan Yogyakarta.

Mengacu pada data yang dihimpun oleh mata-mata Belanda NRFIS, kantor itu mulai aktif pada pertengahan atau akhir tahun 1947. Selain itu, tempat kedudukan kantor-kantor candu tersebut juga tidak dapat diketahui secara pasti.

Yang menarik, kantor candu ini berada di bawah koordinasi Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertahanan. Selain itu, Kantor Wakil Presiden juga dapat secara langsung meminta disediakan candu yang dibutuhkan.



Hal itu bisa dilihat dari perintah Wakil Presiden Muhammad Hatta agar kantor candu menyediakan keperluan gaji dan keperluan sehari-hari pasukan dari Divisi Siliwangi (Djogdja Documenten no.248, ANRI, Jakarta). Sementara itu, kementerian-kementerian lain apabila membutuhkan candu harus menghubungi atau mendapat izin dari Kementerian Keuangan, Kementerian Pertahanan, atau kantor Wakil Presiden.

Tahun 1947, Perdana Menteri Amir Syarifuddin memerintahkan penyelundupan candu ke Singapura. Namun, penyelundupan semakin intens setelah diperintahkan Muhammad Hatta pada Februari 1948.  Perintah ini lalu dijalankan semua kantor regi cadu, yang menyelundupkan candu di bawah kawalan angkatan perang, sebab harus melewati blokade Belanda. Penyelundupan itu dibantu oleh perwakilan Indonesia di luar negeri.

Hasil penjualan candu kemudian dipakai untuk membeli senjata yang akan dipakai para pejuang. Julianto Ibrahim pernah mencatat tentang kapal Meriam Bee yang menyelundupkan sejata dari Singapura dan membawa 1.800 pucuk senjata, enam meriam anti aircraft Oerlikon, alat perlengkapan dapur, dan perlengkapan seragam militer.

Setiba Indonesia, Presiden Soekarno menawarkan pembayaran barang-barang tersebut dengan tiga kemungkinan, yaitu pembayaran dengan gula pasir, pembayaran dengan perhiasan, atau pembayaran dengan candu.  Artinya, candu sudah menjadi alat tukar.

Di hari-hari belakangan, candu atau opium menjadi barang haram yang selalu dilaknat dan dikampanyekan agar dijauhi. Candu dianggap merusak generasi. Candu adalah barang haram yang harus dijauhi dan dienyahkan sejauh mungkin. Padahal, republik ini diselamatkan oleh candu. Berkat candu, Indonesia bisa tegak dan berwibawa hingga hari ini.

Pada candu, kita banyak berhutang.



3 komentar:

Unknown mengatakan...

untung sdh dijual semua, sehingga generasi pada saat itu tdk keCandUang

Unknown mengatakan...

perlu verifikasi lebih lanjut dan tahu-tahu nongol di 2020.. Fokusnya di Hatta... Bhawa ada sesuatu di tahun itu dengan perdagangan candu selintas memang pernah dengar... karena ada sekelompok masyarakat yang dari abad ke 17 sudah dagang candu..makanya ada batik-batik di pantai utara Jawa...itu ada erat dengan urusan candu juga. Luarnya batik...lorongnya perdagangan candu. Tetapi ini harus diteliti lagi. Timur Angin keturunannya Bintang Timur ya... dulu koran yang bernama timur-timur selalu mencari -cari kalau tentang Bung Hatta..

Yusran Darmawan mengatakan...

saya rasa tulisan di atas sudah dilengkapi dgn beberapa referensi sejarah. jika ada yang belum terjawab, silakan melihat referensi itu. saya setuju dgn hipotesis kalau candu sudah ada sejak lama. saya sudah menyinggung di tulisan itu. soal bintang timur, saya tidak paham maksud anda. thanks.

Posting Komentar