Misteri Baju Biru Sandiaga Uno




Setiap ada momen pemilu, maka selalu saja ada hal baru. Tahun 2004, Indonesia pertama kalinya mengenai quick count untuk memprediksi hasil pemilu. Tahun 2009, semua politisi mengandalkan semua survei dan alur metodologis. 

Tahun 2014, survei menjadi ketentuan wajib bagi semua partai, kandidat presiden, dan calon kepala daerah. Bagaimana tahun 2019?

Kita bisa menjawab pertanyaan ini dengan menelaah mengapa Sandiaga Uno selalu memakai baju biru ke mana pun saat kampanye. Apakah yang hendak disampaikan Sandiaga? Bagaimana mengaitkan baju biru Sandiaga dengan perubahan mindset para politisi kita?

***

IBARAT mesin disel, Sandiaga Uno terus bergerak. Dia terus mengunjungi banyak lokasi, menyapa banyak orang di pasar-pasar, hingga berdialog dengan ibu-ibu dan anak muda. Ketika diumumkan sebagai calon wakil presiden, dia langsung tancap gas.

Pengumuman sebagai cawapres itu menjadi babak baru bagi mantan Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini. Dia mulai mengenakan baju biru dalam semua aktivitas. Banyak yang berspekulasi kalau baju biru Sandiaga adalah simbol dari PAN, partai yang akan dimasukinya setelah keluar dari Gerindra.

Ada juga yang berspekulasi kalau warna biru itu adalah pernyataan Sandiaga bahwa dirinya bukan lagi untuk DKI Jakarta, melainkan sesuatu yang lebih besar. Sandiaga sendiri mengaku baju biru yang dikenakannya adalah usulan dari Didit Hediprasetyo, putra tunggal Prabowo Subianto.

Sebagai desainer kelas dunia, Didit merasa Sandiaga akan lebih tepat mengenakan baju berwarna biru. "Mas Didit bilang, 'Mas pakai biru sejuk lho, teduh. Dan blue collar worker itu kan biru.' Terus katanya kalau dipadukan celana cokelat jadi bagus," katanya pada detik.com.

Sandiaga mengaitkan warna biru sebagai blue collar worker atau simbol kelas pekerja di luar negeri. Blue collar worker sering diperhadapkan dengan white collar worker atau pekerja kerah putih yakni mereka yang bekerja di kantoran. Sandiaga ingin menonjolkan tekadnya yang siap bekerja keras untuk Indonesia yang lebih baik.

Yang menarik adalah pengakuan Ferry Juliantono, salah seorang tim kampanye Prabowo-Sandi. Sebagaimana dimuat Tempo,Ferry menuturkan baju biru Sandiaga itu tidak sembarang dipilih. Tim kampanye melakukan riset berdasarkan analisis data pengguna media sosial di Indonesia.

Dari aktivitas di media sosial, tim kampanye jadi tahu kecenderungan dan karakter pemilih. Salah satu analisis menyebutkan sebagian besar generasi milenial menyukai gaya berpakaian yang kasual dan sepatu kets. Sebelumnya, Sandiaga suka mengenakan kemeja dan batik. Perlahan baju yang dikenakan Sandiaga pun diubah.

Riset juga menyebutkan warna biru adalah warna yang paling disukai semua kalangan, tidak hanya milenial. Biru dianggap sebagai warna yang menyejukkan. Inilah alasan mengapa Sandiaga selalu memakai baju biru ke manapun bergerak. Potensi suara generasi milenial memang tengah diperebutkan.

Berdasarkan data KPU, pemilih berusia di bawah 35 tahun mencapai 100 juta atau lebih dari separuh jumlah pemilih, yang mencapai 187 juta. Riset media sosial juga menunjukkan olahraga yang disukai generasi milenial adalah lari dan basket.

Kebetulan, Sandiaga menggeluti dia cabang olahraga ini sejak lama. Makanya, tak sulit untuk mengubah dirinya. Hal lain yang juga ditemukan adalah pemilih tidak menyukai kandidat yang suka menyerang lawan.

Makanya Sandiaga selalu diposisikan berada di tengah dari dua kubu yang berhadapan, meskipun posisi Sandiaga tetap saja akan dilihat satu paket dengan Prabowo.

***

Fenomena Sandiaga menunjukkan bagaimana politisi dan pelaku politik “jaman now” menyiapkan semua kandidatnya. Sandiaga memakai baju biru berdasarkan rekomendasi dari analisis tentang warna yang disukai netizen di berbagai media sosial.

Datanya diambil dari himpunan percakapan, postingan, serta survei online di berbagai media. Inilah yang baru dalam Pemilu 2019 mendatang. Jika pemilu-pemilu sebelumnya identik dengan survei dan tracking popularitas melalui metode tatap muka dan penyebaran kuesioner, kini semua orang berpaling ke algoritma media sosial.

Semua tim dan kandidat berupaya untuk menjangkau semua audiens melalui media sosial, tapi juga karena menggunakan algoritma media demi menemukan apa yang diinginkan publik, serta apa yang harus diakukan untuk memenuhi harapan publik.

Pemilu ini adalah palagan pertempuran para ahli IT, ahli komunikasi, dan ahli marketing, yang saling bersinergi demi merumuskan konsep untuk mengemas seorang kandidat, serta bagaimana menyebarkan seluas mungkin melalui berbagai platform digital.

Bukan hanya tim Prabowo-Sandi, tim sukses Jokowi-Ma’ruf juga bekerja berdasarkan tuntutan algoritma media. Tim sukses Jokowi-Ma’ruf memaksimalkan kerja-kerja para ahli IT, komunikasi, dan marketing berusaha memahami data-data yang ditambang dari Google, Facebook, Twitter, dan Instagram, lalu menganalisis berbagai isu, setelah itu merumuskan counter isu.

Tahun 2014 lalu, dua kandidat presiden sudah mulai menggunakan instrumen media sosial dalam hal menyebarkan informasi seluas-luasnya. Tapi tahun ini, intensitasnya semakin tinggi sebab semua kandidat sudah belajar pada kelemahan dan kekuatan pada gaya bermain pada periode lalu.

Kali ini semua jauh lebih siap. Jagad digital tak cuma menjadi arena bertempur, tapi juga untuk menambang data, memahami berbagai cuitan dan postingan demi menemukan formulasi yang tepat, setelah itu menggempur media dengan berbagai variasi serangan yang langsung menyasar pikiran publik yang berselancar di media sosial.

Yang baru dari pemilu kali ini, semua tim tidak lagi hanya mengandalkan data lapangan yang didapatkan melalui survei, tetapi juga mengandalkan big data yang setiap hari diraup semua mesin pencari Google dan Facebook, kemudian menemukan berbagai rekomendasi yang dipakai untuk aksi.

Thomas L Friedman dalam buku Thank You for Being Late sempat membahas bagaimana big data dalam politik. Dia bercerita pengalamannya pada tahun 2016 saat bertemu Yani Medya, yang mengelola jasa konsultan komunikasi bernama New Media Inc.

Perusahaan ini mengerjakan analisis big data untuk pemerintah Turki dan beberapa perusahaan besar. Perusahaan ini melacak semua media dan memberikan laporan kepada klien-nya mengenai berita apa yang muncul di benak konsumen media di mana pun.

Setahu saya, di Indonesia, ada banyak lembaga asing yang datang menawarkan jasa serupa. Katadata melaporkan banyaknya lembaga asing spesialis big data telah mengajukan diri untuk menjadi klien dari partai politik.

Di antaranya adalah Kinetica Inc, yang selama ini telah bekerja dengan Lippo Grup untuk mengembangkan aplikasi OVO. Kinetica mengklaim memiliki software yang bisa mempelajari perilaku pemilih di jagad maya sehingga kampanye digital bisa lebih terarah.

Kinetica mengklaim bisa mengumpulkan data calon pemilih sepeti demografi, perilaku, sikap terhadap partai politik, serta sentimen yang disalurkan melalui media sosial. Kinetica jelas menggunakan analisis terhadap big data, yang merupakan himpunan data (data set) dalam jumlah yang sangat besar, rumit, dan tak terstruktur, namun bertebaran di internet.

David W Nikerson dan Tod Rogers dalam artikelnya yang berjudul Political Campaign and Big Data di Journal of Economic Perspective (2014) telah menjelaskan arti penting big data dalam kampanye politik.

Big data dalam kampanye politik bisa digunakan sebagai data base dalam penyusunan target rencana kampanye dan sasarannya. Dengan big data, para politisi mampu memetakan demografi, sejarah kontribusi pemilih dalam politik, pandangan politik pemilih hingga urusan remeh, seperti konsumsi media, aktivitas di media sosial, hingga status kepemilikan rumah, mobil, atau kapal.

Dalam konteks pemilu, big data penting dan telah dipraktikkan oleh Donald Trump yang membuatnya menang dalam pemilu di Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu. Dalam pemilu AS 2016, big data telah dimanfaatkan Donald Trump dengan menggandeng Cambridge Analytica untuk menganalisis data penduduk.

Dengan big data, para politisi dapat mendulang berbagai informasi sekecil-kecilnya dari para pemilih.

***

PERTANYAANNYA, apakah analisis big data ini bisa diterapkan untuk konteks Indonesia? Apakah strategi ini tepat diterapkan di masyarakat Indonesia? Saya sendiri tak begitu yakin. Saya melihatnya dalam beberapa argumentasi.

Pertama, dunia media sosial di Indonesia terlampau banyak dikepung akun robot yang setiap saat menyampaikan opini yang tengah diatur sebelumnya. Akun-akun ini membuat dunia politik seakan bising, padahal faktanya dalam kehidupan nyata belum tentu demikian.



Kedua, dunia digital tetap membutuhkan asupan data dari kerja-kerja lapangan. Sebab semua aktivitas, tindakan, sikap, dan kunjungan adalah bahan mentah yang akan memperkaya semua skema tempur di dunia digital.

Dengan demikian, tetap penting untuk melakukan pengayaan data serta melakukan kerja-kerja lapangan yang terarah. Artinya, strategi online dan offline tetap penting untuk disinergikan.

Maka, pendekatan tradisional seperti turun lapangan, temu konstituen, serta kerja-kerja ril lebih bernilai ketimbang sekadar melempar wacana di media sosial. Pubik lebih percaya pada apa yang dia lihat, ketimbang apa yang dia dengar.

Ketiga, setelah big data dipahami, tahapan penting berikutnya adalah bagaimana merancang satu strategi kampanye yang efektif.

Di sini, konten kampanye adalah hal substansial yang paling penting. Jantung dari semua kegiatan kampanye kandidat adalah bagaimana meramu dan merancang konten yang tepat agar menancap di benak publik. Tanpa konten kuat, maka penyebaran informasi akan pincang.

Tanpa konten kuat, maka kerja-kerja kampanye hanya mengandalkan konten hoaks dan permainan isu yang bisa kontra-produktif dan menurunkan suara.

Setahun jelang pemilu, kita bisa melihat betapa banyaknya hoaks berseliweran yang menimbulkan ketakutan di masyarakat. Ini yang sedang dikerjakan oleh tim Sandiaga. Bagaimana meramu dan menemukan konten yang pas sehingga aura positif dan harapan sebagai pemimpin negeri akan lebih bergema.

Demi Indonesia yang lebih baik, kerja-kerja politik harus rapi dan terorganisir.




1 komentar:

tozca leather mengatakan...

sudah muda, pintar dan semangat bisnisnya yang menjadikan teladan contoh buat kita semua ( bpk sandiaga uno ) sukses selalu

Posting Komentar