Seusai Membaca Raden Mandasia



SUNGGUH menyesal karena terlambat membaca buku cerita silat berjudul Raden Mandasia, Si Pencuri Daging Sapi. Selama dua hari ini, saya larut membaca buku yang sungguh asyik, mengisahkan para pendekar yang punya karakter unik. Dan setiap kali membaca buku bagus, saya selalu berusaha untuk tidak segera menghabiskannya. Saya tak ingin kehilangan rasa nikmat saat memasuki belantara dan rimba kata yang begitu menarik. Saya tak terkejut saat tahu novel ini memenangkan penghargaan Khatulistiwa Award tahun 2016.

Novel ini ditulis mantan jurnalis Tempo, Yusi Avianto Pareanom. Dia mengisahkan pendekar yang tidak biasa. Di novel ini, pendekarnya bukanlah sosok yang sibuk menjaga moral dan nilai, serta berpikiran ala superhero: "great power, great responsibility." Di sini, tokoh pendekar atau jagoannya tak hanya penuh dendam kesumat, tapi juga sedikit bodoh, suka memasak dan bisa mengenali berbagai jenis bumbu masakan. Unik khan?

Bagian yang saya sukai dari pendekar ini adalah punya nafsu birahi yang begitu tinggi. Beberapa lembar dari cerita silat ini adalah gambaran tentang adegan ranjang yang justru membuat napas jadi tertahan, jantung jadi deg-degan. Kisah ini serupa gabungan antara Wiro Sableng, Mahabharata, serta sedikit unsur Freddy S (khususnya adegan ranjang tadi). Sialan, saya sudah lama tidak menemukan kisah silat yang komplit seperti tersaji di novel ini.

Satu lagi, jagoannya hampir tiap saat mengeluarkan makian. Bagi kamu yang menjunjung tinggi ajaran moral, disarankan jangan baca novel ini. Pasti kamu akan kesal karena hampir di semua lembar, jagoannya akan mengeluarkan makian: anjing!.


Tapi saya justru suka dengan umpatannya. Dia hanya manusia biasa yang mencoba untuk menyampaikan kekesalan secara jujur. Anjing!



Bogor, 27 Februari 2017

0 komentar:

Posting Komentar