Gadis Karaoke Kota Kendari

ilustrasi

LELAKI itu bernama La Ntolu. Perawakannya sedang dan sedikit berotot. Kulitnya legam, sebagai pertanda kalau dirinya sering dibakar matahari. Saya dan dia adalah kawan sejak sekolah menengah di Pulau Buton. Dahulu, ia seorang pencari ikan yang gesit, yang menjual tangkapannya di pasar Kota Baubau. Kini, ia telah menjadi salah satu pedagang sukses di kota Kendari.

Di Bandara Halu Oleo, dahulu bernama Bandara Wolter Monginsidi, La Ntolu menyambut saya dengan sumringah. Saya telah mengontaknya di media sosial, jauh hari sebelum menggapai kota Kendari. La Ntolu menyanggupi untuk menjadi guide di kota yang menjadi ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara itu. Sebelum saya datang, ia beberapa kali mengatakan akan mengajak saya ke semua tempat indah di kota Kendari. Kali ini, saya telah bersamanya, dan menelusuri beberapa tempat yang disebutnya sebagai “tempat indah.”

Tadinya saya berpikir, tempat indah yang dimaksudkannya itu adalah pulau-pulau tropis dengan pemandangan pasir putih yang menawan. Saya pikir yang dimaksudkannya itu adalah pusat-pusat kuliner yang menjajakan seafood dan berbagai makanan hasil laut. Ternyata, tempat-tempat indah yang dimaksudkannya adalah berbagai karaoke dan kafe yang menjamur di Kota Kendari.

Kendari adalah kota yang tumbuh dengan pesat. Dalam beberapa naskah lama, wilayah ini dahulu disebut Laiwui. Nama Laiwui sudah ada sejak abad ke-16, sebagaimana dicatat dalam laporan controleur, pejabat VOC yang berkunjung ke wilayah ini. Seorang sejarawan lokal mengatakan, nama Laiwui muncul saat orang Portugis datang dan bertanya pada penduduk di mana terdapat air minum. Penduduk setempat menyebut “Laiwui” yang berarti “banyak air.”

Kisah orang Portugis ini punya versi lain bagi para sejarawan lokal. Katanya, si orang Portugis itu bertanya nama daerah ini kepada seorang pendayung yang membawa rakit panjang. Si pendayung menjawab “Kandai” atau “Mekandai”, yang artinya mendayung. Jawaban ini yang kemudian dicatat menjadi Kendari sebagai mana kota.

Versi sejarah ini menegaskan supremasi orang Eropa dalam penentuan nama. Dikarenakan orang Eropa telah mengenal tradisi literasi, maka nama-nama kota pun harus dicatat oleh mereka untuk kemudian menjadi nama resmi. Saya rasa mesti ada penelusuran asal muasal nama yang tak melulu mengandalkan catatan para penjelajah Eropa.

Hari ini, Kendari bukan lagi wilayah yang dipenuhi para pendayung yang berakit. Kawasan yang dahulu menjadi arena dayung itu adalah Teluk Kendari yang serupa kolam di kepung pemukiman. Saya merasakan area teluk ini telah semakin menyempit jika dibandingkan dnegan puluhan tahun silam. Reklamasi telah menyempitkan kawasan ini. Tak hanya itu, di tengah-tengah teluk, saya melihat masjid besar tengah dibangun di tengah laut.

Kata La Ntolu, Kendari adalah surga bagi para pebisnis. Ia menyebut, bisnis apapun akan sukses di sini. Namun, bisnis serupa lautan yang bisa pasang dan bisa pula surut. Beberapa tahun silam, sektor pertambangan menjadi booming di sini. Tambang-tambang nikel yang merekah di Kendari, Konawe, hingga Kolaka menjadi ladang yang terus memberikan kekayaan bagi warga setempat. Uang-uang dari hasil tambang mengalir ke Kota Kendari. Uang itu serupa darah yang mengalir ke banyak nadi. Banyak rumah-rumah mewah berdiri. Banyak rumah hiburan yang tumbuh bak cendawan di musim hujan.

Ketika pemerintah mengeluarkan putusan yang menunda ekspor mineral, Kendari adalah wilayah yang terkena dampak besar. Banyak hotel yang ambruk. Mal yang kehilangan pengunjung, hingga rumah-rumah karaoke yang sepi dan tidak lagi hingar-bingar dengan nyanyian para ladies.

***

PEREMPUAN itu datang dengan pakaian minim. Ia mengetuk pintu lalu duduk di tengah rombongan saya dan teman-teman di satu rumah bernyanyi. Ia juga memesan beberapa botol bir, lalu mulai menuang bir ke beberapa gelas. Setelah itu, ia mulai mengambil pelantang suara lalu menyanyikan beberapa lagu dangdut.

Sahabat La Ntolu mengajak saya singgah di satu rumah karaoke di Jalan Saranani. Rumah karaoke ini adalah cabang dari banyak usaha serupa di kota-kota besar. Tentu saja, rumah karaoke ini tidak menyediakan ladies, sebagaimana rumah karaoke lainnya. Tapi di situ, terdapat banyak perempuan muda yang siap untuk diajak dan menemani.

Saya memperhatikan perempuan itu, Usianya belia. Barangkali ia sebaya dengan keponakan saya yang tengah duduk di bangku sekolah menengah. Dalam usia semuda itu, ia sudah berjibaku dengan nasib. Ia merelakan dirinya menjadi sekeping puzzle dari industri hiburan malam di kota Kendari yang terus beranjak.

Ia mengaku berasal dari Konawe, wilayah yang jaraknya dua jam dari Kendari. Ia bekerja sebagai ladies di karaoke sejak dua tahun silam. Pendidikannya hanya sampai sekolah menengah. Katanya, tak banyak pekerjaan yang bisa menopang di kampung halamannya. Pilihan ke Kota Kendari adalah pilihan paling realistis baginya demi memenuhi kebutuhan keluarganya.

Di berbagai tempat karaoke, pekerjaan gadis ini tidak terbilang ringan. Ia tak saja menjadi pemanis di ruangan itu, tapi juga bernyanyi dan berduet dengan siapa saja di ruangan. Ia bisa bernyanyi hingga puluhan lagu dalam semalam. Ia juga bisa menenggak alkohol hingga mabuk dalam semalam. Pada setiap botol alkohol yang dipesan tamu, ia mendapat persenan di situ. Semakin banyak minuman yang dipesan tamu, ia juga semakin bayak mendapat keuntungan.

Namun apakah minuman bir itu tidak membuatnya semakin gemuk? “Lihat perut saya. Tetap rata kan?” katanya sambil menunjukkan perutnya yang tertutup baju yang nyaris tembus pandang.

Belakangan ini Kendari identik dengan karaoke. Setiap kali berkunjung ke kota ini, saya selalu saja terperangah melihat kafe-kafe dan karaoke yang tumbuh menjamur. Di masa kecil, saya menyaksikan kawasan Jalan By Pass sebagai rawa-rawa yang penuh lumpur. Kini, kawasan itu menjadi salah satu nadi hiburan malam. Saat berkeliling kota di malam hari, saya menyaksikan banyak plang karaoke serta plang merek bir ternama di beberapa ruas jalan lain.

Di malam hari, Kendari adalah kota yang terus bersolek dengan hiburan malam. Hampir semua hiburan malam mempekerjakan para ladies, sebutan bagi para pemandu karaoke yang berpakain seksi dan menggoda. Kalaupun tidak, para gadis itu bisa didatangkan dari luar.

“Berapa pendapatanmu dalam semalam?” tanya saya pada perempuan yang menemani kami itu. Ia langsung tertawa ngakak. Ia menyebut satu angka, yang terbilang cukup besar bagi saya yang bekerja serabutan. Nampaknya, pekerjaan ini bisa membuatnya hidup cukup mapan.

Jangan pula salah kaprah dan mengira pekerjaan ini terus-terusan memberinya pendapatan besar. Dalam beberapa tahun terakhir gadis-gadis Kendari ini harus bersaing dengan banyak gadis-gadis dari luar, khususnya Sulawesi Utara. Mereka juga bersaing dengan para ladies yang datang dari tanah Jawa dan Sunda. Persaingan itu sedemikian sengit sehingga banyak yang memilih mencari nafkah dengan menjadi gadis karaoke di kabupaten-kabupaten wilayah kepulauan.

Saya memikirkan banyak hal. Sulawesi Tenggara penuh dengan kekayaan alam dan potensi besar. Seorang kawan pengajar Fakultas Ekonomi di salah satu kampus di Kendari pernah mengeluarkan estimasi. Katanya, dengan memanfaatkan seperempat luasan hutan yang didalamnya terdapat Sumber Daya Alam seperti emas, nikel, aspal yang berkualitas, Sultra bisa membuat Negara ini jauh lebih sejahtera. Bahkan dengan potensi sumber daya alam Sultra di bidang pertambangan ini, tanpa kerja pun negara bisa mendapat penerimaan sebesar 12 triliun rupiah penerimaan negara bukan pajak dibanding dengan hutang luar negeri sebesar 1,6 triliun rupiah.

Kita bisa mengatakan bahwa pertambangan di Sultra belum bisa menjadi lokomotif kesejahteraan bagi warganya. Jika saja perekonomian merata, maka tak bakal banyak gadis yang menjadi pekerja di rumah karaoke. Idealnya, potensi daerah harus digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Potensi itu harus memberikan peluang dan kemampuan bagi siapapun untuk bisa sejahtera, tanpa harus terjebak menjadi sekrup kecil dari industri hiburan malam.

Sekonyong-konyong, sahabat La Ntolu melingkarkan tangannya ke perempuan itu. Mereka lalu tertawa gembira dalam suasana musik yang keras. Mungkin sahabat itu telah mabuk. Dia dan perempuan itu pelan-pelan beranjak ke sudut ruangan. Di tengah suara musik dan malam yang pekat, suara-suara mereka tenggelam.

Di layar televisi, saya menyaksikan Ariel, vokalis Peterpan, tengah menyanyikan lagu karangan Titik Puspa:

Dosakah yang dia kerjakan
Sucikah mereka yang datang
Kadang dia tersenyum dalam tangis
Kadang dia menangis
di dalam senyuman
Oh apa yang terjadi.. terjadilah
Yang dia tahu Tuhan penyayang umatnya
Oh apa yang terjadi.. terjadilah
Yang dia tahu hanyalah menyambung nyawa



Kendari, 18 Februari 2017

BACA JUGA:







3 komentar:

Gara mengatakan...

Ironis, ya...

Unknown mengatakan...

Padahal waktu pertama menginjakkan kaki dikota ini, katanya Kendari itu Kota Bertaqwa bang.. :D

Bulu bibir mengatakan...

artikel yang luar biasa menggambarkan industri sex di kota kendari.,.,
yang jauh singkron dengan slogan Kota Bertaqwa.,.,.,
pujanggabajingan.blogspot.co.id

Posting Komentar