Empat Skenario RIZAL RAMLI



NIAT awal masuk kabinet adalah untuk mengepret siapapun yang tidak punya visi kerakyatan, ternyata justru dirinyalah yang merasakan kepret. Pada diri lelaki itu, Rizal Ramli, kita sedang menyaksikan fragmen hidup yang serba tak sabaran. Jika politik adalah kesempatan yang bisa diciptakan dan mengalir mengikuti ritme, mantan Menko Maritim itu justru ingin menari sendirian.

Memahami Rizal ibarat memahami satu pertunjukan teater yang tak taat dengan skenario. Di balik panggung, ia membaca semua skenario dan memahami peran yang harus dilakoni. Namun di atas panggung, ia memainkan skenario sendiri yang disimpannya sejak jauh hari. Sayang, masa 11 bulan tak cukup baginya untuk mementaskan lakon drama yang disiapkannya.

Tapi di mata Rizal, teater ini belum usai. Apakah gerangan skenario yang pernah dimainkannya sehingga mendapatkan kepret dari atasannya sendiri? Marilah kita simak satu per satu sembari menebak apa lagi kartu skenario yang akan dimainkannya.

***

SALAH seorang kawan politisi punya perumpamaan bagus tentang Rizal Ramli. Menurutnya, Rizal adalah politisi yang mengikuti ke mana arah angin kamera berhembus. Maksudnya, energi dan vitalitas Rizal akan tampak berbeda saat kamera merekam dirinya. “Saat sidang kabinet, ia tipe yang pendiam dan selalu manggut-manggut mengikuti arahan. Tapi saat keluar ruangan dan berhadapan dengan kamera, ia tiba-tiba saja galak,” kata teman itu.

Ia berkisah tentang perseteruan Rizal Ramli dan Jusuf Kalla beberapa waktu silam. Rizal menantang Wapres JK berdebat mengenai program listrik 35 ribu watt. Tak hanya itu, ia berbicara di hadapan media kalau dirinya hanya tunduk pada presiden, not everyone else. Tapi saat sidang kabinet, ia justru lebih banyak diam. Wapres JK balik menceramahi dirinya, sesuatu yang dengan sengit diingkari Rizal saat ditanyai para jurnalis. Rizal mengesankan dirinya sebagai anggota legiun paling setia di jajaran pembantu presiden.

Ibarat pertandingan sepakbola, Rizal adalah pemain cadangan yang masuk untuk mengubah permainan. Sebelumnya, ia adalah komentator yang paling kritis atas apa yang tampak di lapangan. Sebelum itu, ia pernah menjadi pemain, dengan prestasi yang tidak terlalu mengesankan di tengah iklim politik yang penuh pergolakan pasca-reformasi.

Peran besar yang seharusnya dimainkan Rizal adalah mendinamisasi pergerakan semua anggota kabinet sehingga berjalan sesuai koridor nawa-cita yang dicanangkan presiden. Barangkali, satu atau dua sentilan Rizal dibutuhkan untuk mempercepat kerja para menteri dalam mewujudkan janji pemerintahan baru. Kritik memang diperlukan agar visi besar tidak menjadi fatamorgana yang sukar dikejar. Ternyata kritik itu berkembang liar ke mana-mana sehingga menimbulkan kesan perpecahan yang membuat dunia politik semakin gaduh.

Melalui Rizal, kita tahu tidak semua teori tentang politik selalu benar (baca: Empat Teori tentang Sikap Rizal Ramli). Mulanya ia dianggap sebagai orang kepercayaan Jokowi. Ternyata, usianya di kabunet hanya 11 bulan, yang menunjukkan bahwa dirinya gagal menerjemahkan visi kabinet. Lebih ngawur lagi teori dari seorang pengamat yang mengatakan dirinya adalah orang kepercayaan JK. Jika kepercayaan, tak mungkin ada perseteruan serta ketidakpercayaan pada sosok RI-2 itu.

Apakah gerangan evaluasi yang bisa kita berikan atas keberadaan Rizal di kabinet selama 11 bulan?

Pertama, kegagalan membangun komunikasi politik yang dinamis. Sebagai menteri koordinator, peran-peran yang harusnya bisa dimainkan adalah menjembatani komunikasi antar sektor, menajamkan visi nawa-cita, lalu mendinamisasi gerak menuju visi pemerintahan. Peran ini tak bisa berjalan optimal, disebabkan dirinya terlampau sibuk memelihara konflik dengan banyak pejabat lain.

Ada yang mengatakan bahwa tergesernya Rizal adalah imbas dari perseteruan dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Pangkalnya adalah perdebatan tentang reklamasi Pulau G di utara Jakarta. Dalam konferensi pers, Rizal menyampaikan sikap tim kerja, yang melarang reklamasi pulau tersebut, sesuatu yang emudian dianggap Ahok tidak ada dalam rekomendasi. Pihak Ahok membuka banyak data yang tak pernah direspon oleh pihak Rizal.

Tapi, saya menganggap alasan perseteruan dengan Ahok ini bukanlah substansi utama. Perseteruan itu hanyalah riak kecil dari buruknya komunikasi politik yang seharusnya bisa dimainkannya dengan bijak. Ia seharusnya bisa membangun satu kerangka dialog dan kesepahaman, yang lalu menggerakkan laju pemerintahan ke arah cita-cita ideal.

Kedua, pergerakan politik yang ibarat makan kerupuk. Terlihat banyak dan berbunyi kriuk-kriuk, tapi tak pernah mengenyangkan. Beberapa tugas langsung dari presiden yang seharusnya dituntaskannya ternyata justru menjadi probem yang terus muncul. Sebut saja tentang dwelling time, harga logistik yang tinggi, hingga pembenahan pelabuhan yang tak kunjung beres.

Di titik ini, Rizal harus banyak berguru pada Luhut Binsar Panjaitan tentang bagaimana menjadi seorang mastermind atau pengatur ritme yang luput dari pantauan publik. Luhut bisa mengendalikan dinamika Partai Golkar, dengan gejolak yang minim. Ia bekerja senyap dengan hasil yang besar bagi pemerintah. Sementara Rizal sebaliknya. Ia bekerja sedikit, dengan publikasi yang besar-besaran.

Ketiga, hasrat publikasi yang sedemikian massif sehingga menjadi jerat baginya. Ia membobardir media massa dan media online dunia maya dengan segala berita tentangnya. Ia juga memanfaatkan sosok Adhie Massardi sebagai spin doctor yang akan membelokkan segala isu tentang Rizal demi membangun glorifikasi atau upaya yang kian melambungkan namanya. Tugas spin doctor ini adalah meramaikan dinamika politik dengan berbagai isu, yang boleh jadi, membelokkan substansi tentang betapa sedikitnya kerja yang telah dilakukan.

Permainan wacana yang dimainkan para spin doctor memiliki tujuan yang sama yakni memosisikan Rizal sebagai hero, dan yang lain sebagai looser. Berbagai isu di-listing, lalu diatur timing-nya. Sebagai hero, ia berharap mendapatkan dukungan publik luas sehngga kelak menjadi simbol dari perjuangan melawan para penindas.

Jika diibaratkan permainan sepakbola, Rizal adalah tipe pemain individualis yang ingin sesegera mungkin mencetak gol, tanpa membangun tim yang kuat. Menjadi pahlawan memang memabukkan, sebab posisi itu memungkinkan seseroang menjadi sorotan semua kamera, lalu memantik kekaguman yang berujung pada citra terkerek tinggi.

Keempat, ia tidak juga menunjukkan pemahaman yang jelas atas visi maritim di pemerintahan ini. Pemerintahan Jokowi – JK adalah pemerintahan yang hendak mewujudkan visi maritim, namun visi besar itu tak pernah dijabarkan dengan jelas. Jika maritim diterjemahkan sebagai semesta berpikir yang seharusnya bisa merasuk dalam segenap kebijakan politik yang ditempuh pemerintah, tugas seorang menko adalah membumikan visi itu ke dalam kerangka kerja yang lebih terstruktur dan jelas arahnya.

Saat memilih istilah “Rajawali Kepret” sebagai simbolisasi dari peran ideal yang hendak dimainkannya. Simbol ini menjadi penegasan bahwa dirinya ingin mengkepret siapapun yang melenceng dari pemerintahan. Sayang, istilah ini ibarat senjata makan tuan. Sejarah mencatat bahwa dirinyalah yang kemudian dikepret di tengah jalan yang telah dirintisnya.



Pelajaran berharga dari kasus ini adalah sebagaimana pepatah Inggris: ”Don’t put all your eggs in one basket.” Jangan pernah menyimpan semua telur dalam satu keranjang. Jangan pernah mengeluarkan semua strategi dalam satu skenario. Anda mesti pandai mengatur ritme kapan harus menurunkan setiap kartu. Perhitungkan situasi dan konteks sekeliling. Jika kartu dikeluarkan sekaligus, maka bisa berpotensi chaos yang bisa mengancam pihak lain, lalu membuat anda yang tersingkir. Dan strategi terbaik adalah melakukan kerja-kerja hebat yang monumental, yang bisa membuka banyak pintu untuk menurunkan strategi lainnya.

***

APA boleh buat, layar telah terlanjur patah di jalan. Perjalanan lelaki itu masih akan panjang. Amat menarik menyaksikan apa saja kartu skenario yang akan dimainkannya. Ia tak mungkin mundur begitu saja, tanpa menyiapkan sejumlah kartu as .

Pertama, ia akan menampilkan kesan kalau dirinya di-reshuffle sebagai akibat dari kuatnya lobi para pengembang. Ia membangun kesan bahwa dirinya sedang melawan para pengembang, yang didukung penuh oleh pemerintah. Pesan ini mulai disuarakan oleh para spin doctor yang dekat dengan dirinya secara terus-menerus.

Kedua, ia akan tetap tampil menghadiri semua diskusi yang diadakan media massa. Ia akan kembali menjdi pengamat yang memiliki banyak ide-ide nyeleneh. Hanya dengan cara itu ia bisa merawat kekaguman orang lain kepadanya, yang nantinya akan bisa dijadikan sebagai senjata untuk kembali memasuki dunia politik.

Ketiga, ia akan ikut dalam upaya membangun oposisi kritis atas pemerintahan Jokowi-JK. Ia bukanlah sosok Habibie yang saat lengser memilih jadi guru bangsa dan tidak pernah melempa kata negatif pada siapapun pemimpin. Ia juga bukan Gus Dur yang kembali menekuni kegiatan kultural seusai mundur dari posisi presiden. Ia juga bukan Megawati yang masih memegang partai besar dan bisa mengendalikan banyak sisi dalam politik tanah air. Hanya melalui gagasan kritis,

Keempat, ia akan tetap merawat harapan menjadi pemimpin Indonesia. Melalui citra yang terus dijaga sebagai seorang penyelamat rakyat, ia akan terus berkiprah di panggung politik. Ia embangun persepsi dirinya sebagai anti-neolib serta sebagai pejuang yang hendak meluruskan pemerintahan Jokowi. Positioning ini akan terus dimainkannya hingga momen pemilu mendatang.

Dengan usia yang tak muda lagi, kesempatannya barangkali hanya sekali, yakni pada pemilu mendatang. Boleh jadi ia akan sukses menggapai mimpinya, boleh jadi pula ia akan gagal. Kita akan sama-sama menjadi saksi tentang sejauh mana pencapaiannya. Yang pasti, keberadaannya hari ini telah menghadirkan banyak catatan di benak kita, tentang politisi di panggung kuasa. Pada dirinya, kita sedang belajar memahami politik yang terus berubah.




Bogor, 28 Juli 2016

BACA JUGA:







1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya sendiri tidak terlalu mengenal sosok rizal ramli, saya hanya mengira dia bisa menjadi harapan. Sedangkan untuk mas anies sendiri bagaimana mas? Menurut sampean kenapa kok mas anies di kepret juga sama pak presiden?

Posting Komentar