JIKA benar Fahri Hamzah diberhentikan dari
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), maka ini bukanlah kenyataan yang mengejutkan.
Dilihat dari berbagai sudut pandang, sosok ini dianggap bisa membuat
elektabilitas partai itu semakin turun. Diberhentikannya Fahri telah membuka
satu kotak pandora yang berisikan berbagai intrik dan perbedaan pendapat di
dalam tubuh partai, yang justru telah berlangsung lama.
Inilah kisah tentang politik sebagai seni
mengelola kemungkinan. Marilah kita mencermati beberapa posisi politik yang
dimainkan Fahri.
***
HARI itu, sejumlah penyidik Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) hendak menggeledah salah satu ruang kerja anggota
DPR RI. Sejumlah anggota Brimob datang dengan senjata laras panjang. Di tengah
lorong itu, Fahri Hamzah berdiri dan menghalangi. Adu tengkar terjadi. Dengan
nada tinggi Fahri berteriak, “Jangan anggap kami maling.”
Sikap Fahri memang heroik. Ia seolah
membela anggota DPR dari sikap sewenang-wenang KPK. Tapi dilihat dari sisi yang
lain, langkah itu bisa saja menjadi blunder. Betapa tidak, kasus yang menyeret
Damayanti itu diperkirakan akan menyeret banyak orang, termasuk kader PKS
sendiri. Konon, bukti-buktinya jelas, dan beberapa anggota dewan akan sulit
mengelak.
Jika saja KPK merasa tersudut dengan sikap
Fahri, lalu menyasar kader PKS sebagai yang paling awal ditersangkakan, bisakah
Fahri menahan luapan olok-olok serta bonbardir sikap sinis dan teriakan “sapi”
dari publik terhadap partai itu? Anggaplah, kader yang ditersangkakan itu belum
tentu bersalah, bisakah ia menyelamatkan partai itu dari masa-masa sulit,
sebagaimana pernah dialami pada masa Luthfi Hasan Ishak?
Label tersangka pada salah satu kader
partai adalah bencana besar bagi partai yang berlabel dakwah, yang pernah mengangkat
slogan bersih dari korupsi itu. Sejak kasus LHI, terihat jelas kalau partai itu
sedikit tiarap, lalu kembali bangkit dan menyelamatkan perahu partai dari
karam.
Demi menyusun kekuatan untuk menghadapi
Pemilu, serta menyelamatkan partai dari gelombang yang bisa meremukkan kapal
partai, maka sejumlah langkah-langkah strategis harus diambil. Salah satunya
adalah memilih ketua umum yang relatif bisa diterima semua kelompok, bersifat
pengayom, serta lebih tenang dalam mengambil keputusan.
Sebagaimana dicatat akademisi Greg Fealy,
cikal-bakal partai ini bermula dari Jamaah Tarbiyah yang bersifat apolitis dan
fokus pada agenda-agenda dakwah personal melalui lingkar studi agama yang
disebut usrah. Gerakan dakwah kampus
ini memiliki titik tekan sebuah eksperimen kultural untuk menciptakan jenis
baru gerakan Islam di Indonesia. Elemen penting gerakan ini adalah kesalehan
pribadi dan disiplin ketat anggotanya, serta keyakinan teguh pada paradigma
Islam sebagai sumber nilai bagi kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Seiring waktu, gerakan ini lalu ikut
menjadi garda depan reformasi melalui Keastuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI). Selanjutnya bertransormasi menjadi Partai Keadilan (PK). Pada masa
awal, aksi-aksi sosial dan kemanusiaan PK sangat terlihat di masyarakat.
Sejarah mencatat, Jakarta pernah menjadi basis bagi PK. Gelora Bung Karno (GBK)
pernah diramaikan oleh kader PK yang mendapat simpati luas karena aksi
suka-rela kadernya di masyarakat.
DI masa awal reformasi, Fahri adalah salah
satu sosok yang menonjol di gerakan kemahasiswaan. Ia mencuatkan namanya di
tengah arah zaman yang saat itu menggerakkan mahasiswa laksana air bah ke
gedung parlemen demi menjatuhkan Soeharto. Jelas, tak ada pahlawan pada masa
itu. Tapi beberapa sosok seperti Fahri Hamzah justru menikmati ketenaran dan
dianggap pahlawan, lalu mejadi modal sosial baginya untuk melangkah ke
parlemen.
Seiring waktu, aksi-aksi sosial itu malah
meredup. Partai semakin sulit melebarkan ruang elektoralnya. Partai itu menjadi
serupa dengan partai-partai lain. Kader partai ini tak menunjukkan visi kuat
untuk mengubah parlemen. Di daerah-daerah, partai ini juga sama dengan partai
lain. Konon, di ajang pilkada, kursi dari partai ini cukup mahal bagi setiap
kandidat yang akan diusung.
Presiden PKS yang baru Sohibul Umam punya
visi untuk mengembalikan masa-masa kejayaan partai. Demi mendukung visinya, ia
akan lebih fokus pada aksi-aksi sosial kemasyarakatan. Tarikan-tarikan politik
praktis akan diminimalisir. Partai akan didorong untuk lebih banyak turun ke
masyarakat melalui aksi-aksi relawan dan pemberdayaan. Salah satu rencana
ambisius yang tengah disusun adalah membangun 5.000 desa dampingan yang
tersebar di seluruh Indonesia.
Fahri Hamzah tidak masuk dalam skema
partai yang diinginkan ketua umum yang baru. Karakternya yang meledak-ledak
tidak akan bisa meningkatkan ruang elektabilitas partai itu. Melempar sikap
kritis tanpa menunjukkan kinerja hebat bisa membawa risiko besar ketika
bumerang berbalik. Sejauh ini, tak ada manfaat signifikan dari partai dengan
sikap Fahri yang menggebu-gebu hendak membubarkan KPK, membela Setya Novanto
mati-matian, mengecam Presiden Jokowi, hingga membela mati-matian kebijakan DPR
yang hendak membangun perpustakaan megah.
Lantas, siapa yang diuntungkan dengan sikap
Fahri? Dengan dipecatnya Fahri, apakah gerangan yang akan dilakukannya? Kita
bisa mengajukan beberapa teori.
Pertama, telah lama menjadi bisik-bisik di
partai berlatar dakwah kalau ada dua kubu yang berseberangan. Para pengamat
sering menyebutnya sebagai Kubu Keadilan versus Kubu Sejahtera. Kubu Keadilan
adalah kader partai yang menginginkan partai itu kembai ke spirit sebagaimana
awal didirikan yakni mengedepankan kerja-kerja sosial dan kemanusiaan.
Sedangkan Kubu Sejahtera adaah kubu yang menginginkan partai itu bisa
mengumpulkan partai itu bisa mandiri, memiliki sumber dana yang diharapkan bisa
membiaya kegiatan partai. Perseteruan
ini bisa disederhanakan sebagai kubu idealis versis kubu pragmatis.
Berdasarkan informasi dari seorang
sahabat, Kubu Keadilan direpresentasikan oleh Al Muzzamil Yusuf, Mardani Ali
Sira, dan Tifatul Sembiring. Presiden Partai PKS disinyalir sebagai bagian dari
kubu ini, yang menginginkan partai kembali ke melakukan kerja-kerja sosial.
Sedangkan Kubu Sejahtera diwakili oleh Fahri Hamzah dan Anis Matta. Dua sosok
ini membawa gerbong partai merapat ke kubu Prabowo melalui Koalisi Merah Putih
(KMP).
Kedua, suara-suara kritis Fahri Hamzah
dinilai bukanlah representasi suara partai dan kader partai. Ada banyak
peristiwa yang menunjukkan bahwa Fahri lebih mewakili aspirasi dan suara dari
kelompok KMP, yang identik dengan Prabowo dan Gerindra. Terakhir, Fahri
bersuara keras dan ‘pasang badan’ untuk Setya Novanto. Kalaupun Fahri punya
alasan kuat, namun informasi itu tidak tersosialisasi dengan baik di kalangan
kader PKS sehingga muda menimbulkan syak-wasangka.
Suara Fahri Hamzah dianggap hanya akan
semakin melambungkan kubu KMP, yang jika diliat berdasarkan arus wacana, akan
semakin menguatkan Gerindra. Kesan yang muncul, Fahri seolah menjadi juru
bicara KMP dan Prabowo, yang jika dilihat di banyak sisi justru akan semakin
menguntungkan Gerindra. Sikap kritis dan oposisi Fahri Hamzah justru akan
semakin menyulitkan pergerakan kader-kader partai itu dalam melakukan kerja
sosial, sebab akan selalu dicurigai, dan kelak bisa membuat partai itu sebagai
incaran dari penegak hukum.
Ketiga, sikap Fahri yang kritis ke KPK
dianggap sebagai blunder besar di partai itu. Banyak yang khawatir kalau
lembaga itu akan menyasar kader PKS. Asumsinya, kasus yang tengah menjerat
Damayanti, anggota Fraksi PDIP, bisa menjalar ke mana-mana. Bukti-buktinya
terang. Pihak KPK dengan mudah bisa mencokok siapapun. Jika Fahri, sebagai
representasi PKS, terus-terusan merongrong KPK, maka dikhawatirkan kalau lembaga
superbody itu akan mengambil satu per
satu kader PKS ke hotel prodeo. Pertanyaannya, apakah Fahri sanggup
menghilangkan jejak dan semua bukti-bukti yang bisa membawa partai itu semakin
karam?
Keempat, Fahri adalah prototype politisi
yang memiliki tarikan-tarikan kepentingan politik di luar partai yang cukup
besar. Sikap kritisnya pada pemerintah, serta sikap pembelaannya pada koalisi
Prabowo diyakini bukanlah agenda partai itu. Yang diinginkan partai adalah
pergerakan ala jamaah, yang secara bersama-sama mengikuti komando seorang
presiden ataupun petinggi partai.
Rumor yang beredar adalah Fahri terlibat
banyak konflik dengan beberapa elite partai. Ia sibuk memberikan klarifikasi
atas beberapa hal, yang kemudian membuat banyak hal terkuak. Pada titik tertentu,
mahkamah partai di PKS mengetukkan palu pemberhentian, yang sekaligus
menamatkan karier Fahri di partai berlatar dakwah itu.
Dari sisi pilihan strategi, akan lebih
baik jika partai ini kembali mendukung program-program pemerintah. Jika partai
ini malu-malu melakukannya, bisa ditempuh dengan cara yang lebih elegan yakni
melalui aksi-aksi sosial berorientasi kemanusiaan. Hanya dnegan cara ini,
elektabilitas dan marwah partai akan kembali ke titik awal, sebagaimana saat
didirikan.
Namun apakah Fahri akan mundur dari dunia
politik kita? Saya yakin tidak. Keluar dari PKS tak lantas bermakna kiamat
baginya. Ia bisa saja lompat ke partai lain seperti Gerindra dan memulai hidup
baru di situ. Perolehan suaranya yang melebihi 100 ribu di dapil NTB akan membuatnya
jadi rebutan partai-partai. Barangkali dia hanya akan mundur sementara, setelah
itu kembali tampil di atas panggung politik.
Hal yang membuat miris adalah nyaris tak
ada hal baru yang dibawa Fahri selama menjadi Wakil Ketua DPR RI. Sebelumnya,
ada harapan besar di pundaknya sebagai sosok muda yang menjadi pimpinan dewan.
Ternyata, ia malah menjadi pelayan bagi kepentingan pihak lain dalam satu
orkestra politik yang semakin jauh dari substansi. Naiknya tokoh muda seperti
Fahri seharusnya membuat politik menjadi dinamis dan menjadi arena pertarungan
ide-ide. Yang muncul adalah aksi saling sikut, serta aksi melindungi rekan
sejawat, tanpa mendorong proses itu menjadi lebih transparan, akuntabel, serta
terbuka di hadapan publik.
Pada akhirnya, partai politik bukan lagi
arena untuk membumikan cita-cita dan gagasan ideal untuk bangsa. Politik kita
masih tak beranjak dari arena yang mempertemukan beragam kepentingan. Saat
kepentingan itu tak bertaut, maka hanya ada satu kata yakni perpisahan.
Itulah tragedi yang kini dilakoni Fahri
Hamzah.
Bogor, 3 April 2016
BACA JUGA:
1 komentar:
Ngerii
Posting Komentar