Tuan dan jenderal yang di Jakarta sana
dengan mudahnya melempar kata. Tuan-tuan mewacanakan perlunya menghidupkan
wajib militer. Dalihmu adalah demi membela negara. Dalihmu, demi kepentingan
negara, nyawa pun harus rela disabung. Namun bisakah sebagai rakyat biasa saya
melempar sejumput tanya. Mengapa pula kami harus membela negara, sementara
negara tak pernah hadir pada sepiring dua piring nasi yang kami dapat dengan
susah payah?
Mengapa pula kami harus membela negara,
sementara setiap saat kami juga harus membela diri dari para begal yang
berkeliaran di jalan-jalan dan bisa mengancam hidup kami yang biasa ini? Sementara
tuan di sana, hidup dengan penghasilan miliaran rupiah, mendapat nikmat besar
dari negara yang tuan pijak, mendapatkan rumah bak istana, mendapat mobil mewah
sebagai kendaraan dinas untuk memantau kami, mendapat kuasa untuk memerintah
kami para jelata, lalu tiba-tiba mendapatkan lagi proyek miliaran atas nama
wajib militer dan bela negara. Itukah yang kau sebut berkorban demi bangsa dan
negara?
Tuan dan jenderal yang di Jakarta sana
dengan mudahnya berdalih. Tak perlu mencari musuh di luar sana. Di sekitar kita
ada banyak musuh yang harus sama-sama kita enyahkan. Musuh kita terletak dalam arogansi
kelas menengah kita yang acuh dengan kami para hamba sahaya. Musuh kita di
mana-mana adalah para tukang kepret yang berbekal surat dari negara merasa berhak
mementung dan menghardik para pedagang dan buruh di pasar-pasar sana. Musuh
kita adalah pejabat brengsek yang merampas tanah petani lalu menjualnya ke korporasi
bangsat dalam satu siklus kongkalikong perizinan.
Bukankah musuh kita yang paling besar
adalah para preman yang disokong para pejabat, lalu menebar teror demi
memenangkan setiap arena pemilihan? Bukankah musuh nomor satu kita adalah para
tikus koruptor yang setiap saat menggerogoti kas negara kita yang harusnya
digunakan seluas-luasnya untuk kemakmuran rakyat? Apakah koruptor itu rakyat
biasa? Bukan. Mereka adalah pejabat dan pemimpin. Ah, jangan-jangan Anda semua
adalah musuh yang memakai jubah negara demi melegalkan setiap tindakan yang
melihat kami serupa belatung yang harus disingkirkan atas nama pembangunan?
Tentu saja, membela negara itu penting.
Kita memang harus memperluat pertahanan kita. Namun, mohon maaf, wacana bela
negara yang kalian sampaikan itu adalah omong kosong. Sebab seolah-olah hanya
kalian yang tahu bela negara. Kami seolah keroco-keroco kecil yang tak paham tentang
makna bela negara. Apakah kalian pernah membaca sejarah?
Bukankah sejarah mengajarkan bahwa di saat
ancaman datang silih berganti, maka rakyatlah yang akan mengangkat senjata
mengorganisir diri dalam satu barisan, lalu menyatakan diri siap sedia dan
bersatu padu untuk membela kehormatan. Sejarah kita penuh kisah heroik tentang
rakyat yang tak pernah didoktrin bela negara namun hadir sebagai pahlawan saat
bangsa lain datang menginjak-injak martabat kita. Sejarah mengajarkan bahwa
hasrat perlawanan itu tumbuh subur di hati mereka yang hak-haknya dirampas,
mereka yang hak hidupnya dilanggar, mereka yang dipinggirkan oleh kekuasaan.
Apakah kalian harus meragukan dahsyatnya
sikap heroik rakyat Surabaya yang tak ingin melihat bangsa lain mengangkangi
tanahnya sendiri? Apakah kalian tak melihat radikalisme petani yang menyabung
nyawa demi menyelamatkan tanahnya dari penjajah asing? Apakah kalian tak juga
belajar dari para ulama jelata yang mengangkat tasbih dan senjata untuk
mengusir segala sesuatu yang bernama angkara murka?
Ah, mungkin kalian tak baca sejarah.
Marilah kita tengok rakyat-rakyat hebat di sekitar kita. Marilah kita belajar
pada Munir yang mempertaruhkan segala keberanian serta suaranya pada praktik negara
yang tak berprikemanusiaan. Marilah kita belajar pada Marsinah yang dibunuh
secara kejam karena membela para buruh, Romo Mangun yang mendedikasikan
hidupnya untuk membela korban penggusuran. Masih perlukah saya menyebut Salim
Kancil yang dalam kesederhanannya telah bertarung dengan mafia tambang untuk
menyelamatkan lingkungan desanya? Di manakah kalian pada saat mereka sedang
mempertaruhkan hidupnya untuk orang lain?
Dalam diri mereka, terdapat banyak obsesi
tentang negara yang kuat, negara yang melindungi rakyatnya, negara yang hadir
sebagai benteng perlindungan seluruh tanah air Indonesia. Dalam diri mereka,
terdapat harapan tentang negara yang baik dan mengayomi semua warganya. Di
saat negara yang diharapkan itu tak juga hadir, mereka tampil ke depan untuk
mengambil peran demi membumikan semua cinta kasihnya pada anak bangsa. Mereka
rela menyerahkan nyawanya demi satu tujuan mulia yang dibalut segala rasa cinta
tanah air dan masyarakatnya. Bisakah kita meneladani semua rakyat hebat dan
berdedikasi itu?
Tuan dan jenderal yang di Jakarta sana
mudah melempar kata. Tak ada guna pelatihan baris-berbaris serta upacara-upacara
dan penghormatan pada simbol negara itu. Tak ada guna belajar di kelas serta
doktrin-doktrin tentang peran negara. Ilmu pedagogi kita telah lama berkembang
pesat sehingga banyak metode belajar baru yang dilahirkan. Tak ada guna
mengajarkan disiplin bangun pagi, membersihkan tempat tidur, mandi, lalu
berbaris pada waktu yang tepat. Tak ada guna sikap sempurna, mata memandang lurus
ke depan, pada seorang inspektur upacara yang dengan malas berteriak,
“Laksanakan!”
Kalau kalian memang cinta tanah air ini,
kalau memang cinta bangsa ini, hadirkanlah rasa cinta itu melalui sesuatu yang
organik. Tumbuhkanlah cinta itu dalam dalam diri semua warga, melalui
teladan-teladan kecil yang kalian berikan atas nama negara. Kami tak minta
banyak. Hadirlah di sela-sela kami saat para begal mengancam hidup kami di
jalan-jalan. Muncullah di tengah kejahatan perusahaan yang hendak merampas
tanah-tanah adat kami yang telah diwariskan semua nenek moyang kami. Hadirlah
di tengah kesulitan ekonomi, melalui berbagai skema pembangunan yang
memanusiakan kami semua.
Berikanlah kami keteladanan di hadapan
hukum, yakni kesediaan untuk diperlakukan sama dengan kami semua. Di saat kami
dihukum berat atas kasus-kasus pelanggaran hukum, kami akan amat sakit hati
saat melihat anak kalian hanya melenggang kangkung dan dibebaskan pada saat
mereka menghilangkan anyak nyawa di jalan-jalan. Kami akan geram saat kalian
memproklamirkan diri cinta rakyat dan pedagang kecil, tapi harga kuda
kalian miliaran rupiah. Makmurkanlah kami semua, sebagai bagian dari amanah
kalian selaku penyelenggara negara. Namun jika yang makmur hanya keluarga dan
kerabat kalian, bersiap-siaplah mendapat perlawanan dari kami semua.
Di sini, kami menelusuri pasar-pasar dan
jalan-jalan untuk sesuap nasi. Anak-anak kita mengamen di jaan-jalan, berdagang
koran di tengah hujan lebat “demi satu impian yang kelak ganggu tidurmu.” Di
sini, kami sedang berjibaku dengan perusahaan-perusahaan yang entah datang dari
mana tiba-tiba mengusir kami dari atas tanah nenek moyang kami yang diwariskan
turun-temurun.
Di sini, kami bertarung demi hidup yang
barangkali hanya menyisakan sesuap nasi dan sekeping kerupuk untuk hidup kami. Kamilah
yang menjadi ampas dari mesin besar bernama pembangunan. Setiap saat harapan
hidup kami digerus oleh ketakutan pada aparat kalian yang memegang pestol dan
setiap saat bisa menyalak, hingga nyawa kami lepas. Kamilah yang setiap saat
harus berjibaku dnegan nasib yang sering tak memihak.
Tuan dan jenderal di Jakarta sana. Bisakah
kami mengemban tugas bela negara di tengah himpitan kesulitan, sementara kalian
hidup di istana lapang itu? Masihkah kamu memaksa kami berkorban demi menopang
segala kenyamanan kalian? Bisakah kami “dipaksa pecahkan karang di saat lemah
jari kami terkepal?”
14 Oktober 2015
Catatan:
Beberapa kutipan di atas diambil dari lagu karya
Iwan Fals
16 komentar:
Tulisan yang menggugah Om .. saya sangat setuju dan mendukung bela negara , maka mulailah dari wakil rakyat kita yang terhormat para anggota dewan. Silahkan mereka tunjukkan kepada kami tauladan arti bela negara sebenarnya. Selain itu , ini cuma baris berbaris tanpa makna
Tulisan yang sangat menggugah Om.. saya sangat setuju dengan kegiatan bela negara dan tujuan baiknya. Oleh karena itu silahkan wakil kami, para wakil rakyat anggota dewan yang terhormat untuk duluan memberi contoh tauladan kepada kami rakyat awam ini tentang apa itu bela negara. Namun jika mereka hanya bisa cari alasan, kegiatan ini cuma akan menjadi belajar baris berbaris dan omong kosong tanpa makna
tulisan anda berbobot kritis tapi tetap indah untuk dibaca. Kita butuh orang2 seperti pak Yusran agar semua sadar. Siapa sebenarnya musuh kita. Siapa sebenarnya yg harus dibela.
tulisan anda berbobot kritis tapi tetap indah untuk dibaca. Kita butuh orang2 seperti pak Yusran agar semua sadar. Siapa sebenarnya musuh kita. Siapa sebenarnya yg harus dibela.
Terus kobarkan api semangat dalam menulis Bung Yusran! :)
Sepakat.... kami para petani setiap hari juga bela negara
Saya pernah mendapat pelatihan semacam samapta / wajib militer oleh angkatan bersenjata kita, dan saya merasa bahwa kegiatan bela negara ini hanya akan menjadi ajang bagi2 proyek utk kepentingan tertentu.
Saya tidak merasakan outcome yg sebanding jika dibandingkan dgn pengeluaran utk kegiatan ini
Tidak murah tentunya anggarannya, susah payah pajak dipungut hanya untuk buang2 uang seperti ini, sedih sekalli memang
Untuk apa semua warga negara diajari PUDD (Peraturan Urusan Dinas Dalam) yg isinya hanya disuruh minta ijin kepada atasan atau pelatih, jika hendak melakukan sesuatu. Ini merupakan kemunduran revolusi mental bagi bangsa
Bela Negara tidak harus semua warga mengerti senjata, tau baris berbaris, kita semua cara masing2 utk membela negara kita. Ini yg seharusnya dikaji kemenhan, bagaimana caranya mengaplikasikan bela negara pada aspek2 kehidupan masyarakat yg berbeda, bukannya malah semua disuruh latihan baris..
Oh Indonesiaku...
BELA NEGARA TERKESAN DIPAKSAKAN atau BELA NEGARA PENGALIH PERHATIAN. Rakyat Indonesia yg membaca ini, saya harap jangan terpengaruh dengan BELA NEGARA dan jangan liat berita nya di TV dan di Media lainnya. Itu Cuma pengalih perhatian, Coba Lihat! Keadaan Ekonomi sekarang ini dan Ingat! Banyak nya Pengangguran dan Rakyat miskin yg Kelaparan...Itu yg sebenar nya yg harus di BELA.
Bela negara sangat penting untuk mempersatukan NKRI, perlu dipikirkan siapa target awalnya untuk latihan bersama :
1. Anggota Dewan dan Kabinet latihan bersama agar tidak saling berantem.
2. Ketua Partai dan Gubernur agar tidak ribut di sosmed
3. Kyai, pendeta dan pemuka agama, agar tidak ada konflik lintas agama
4. Para CEO Dan direktur BUMN
Kemudian di evaluasi, apakah hasilnya bisa dijadikan teladan bagi rakyat. Kalau berhasi, target selanjutnya rakyat Dan mahasiswa..
Terima kasih
Sangat transparan,lugas,dan jelas.salut buat penulis
Bang yusran salut bwt tulisannya. Smoga mereka tak tuli tuhan
Semoga mereka tak tuli tuhan
Bagus Pak.
Seperti halnya dalam Raskin (Rastra), Mensejahterakan rakyat khususnya pangan sudah pasti kewajiban Negara/Pemerintah, akhirnya Negara memberikan subsidi sehingga Rakyat cukup membayar murah per kilonya untuk mendapatkan Beras. Tetapi apakah lantaran murah lantas Beras tak layak konsumsi & berkutu yang diberikan Negara kepada Rakyat. Apakah pelayanan seperti itu yang patut kita bela dengan nyawa?
Salut buat penulis
Saya setuju dengan anda bung yusran.atau barangkali ini sama dengan project angkatan ke 5.yang pernah bergulir jaman orde lama.
Adapun kalau boleh saya menyampaikan sedikit harapan, bukan bela negara yg harus kita bumingkan. Marilah untuk para pemimpin kita mengkaji benar yg dimaksud para pendiri negara bangsa ini dahulu kondisional. Sekarang bukan cuma negara yg harus kita bela, bahkan sebenarnya yang meati diperhatikan adalah bela rakyat. Rakyatmulah yg harus dibela!
tulisan yg penuh dengan kritikan pedas untuk para pemimpin negara yang dengan santainya berlenggang diatas derita rakyatnya. kritikan pedas yang masih nyaman dibaca,
isu yg sempat booming dan menuai kontra. benar kata mas Yusran. Musuh sesungguhnya ada disini, disekitar kita yg berjubah pejabat, para koruptor.
selalu keren tulisan mas Yusran..
Posting Komentar