HAMPIR di semua tempat, saya selalu
menemukan orang-orang baik. Mereka laksana saudara yang bersedia melakukan
apapun demi suksesnya perjalanan. Mereka menjadi tour guide, sahabat di perjalanan, sekaligus membantu saya untuk
memahami banyak hal. Mereka adalah malaikat penolong di kala saya sedang
membutuhkan bantuan.
***
TIBA di Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan
Timur, saya tak tahu hendak ke mana. Bersama dua teman, saya ke kota itu dan hendak menelusurinya. Kami datang untuk menuntaskan satu
misi penting yakni melengkapi bahan penelitian kami selama beberapa hari di
Kampung Tanjung Batu.
Kami belum punya
rencana perjalanan hendak ke mana. Kami belum mencari informasi hendak
menggunakan angkutan apa, atau menginap di mana. Di satu warung makan, saya
mengaktifkan jejaring sosial. Saya melihat foto beberapa sahabat yang sedang
duduk santai di satu kafe di Tanjung Redeb. Saya menulis pesan sedang berada di
kota yang sama.
Ponsel saya berdering. Teman itu lalu
meminta saya untuk datang ke tempat itu. Teman itu adalah pengacara yang
singgah ke kota itu untuk menyelesaikan satu perkara. Teman itu lalu memberi
petunjuk bagaimana menggapai tempat itu. Tak terlalu sulit untuk menemukan
transportasi tepat di kota sekecil ini. Setibanya di kafe itu, ia lalu
mengenalkan saya dnegan beberapa sosok penting yang menjadi pucuk pimpinan
organisasi pemuda. Kami berdiskusi mengenai politik. Tanpa saya minta, beberapa
sosok itu lalu mem-booking kamar
hotel paling mewah di kota itu.
Dunia media sosial benar-benar berkah buat
saya sebab mempertemukan dengan banyak orang yang tak saya kenali. Dengan hanya
menulis status sedang nongkrong di kafe itu, beberapa orang datang menyapa. Mereka
memberikan masukan-masukan, lalu untuk membantu saya untuk menemukan apa yang
dicari.
Tak lama kemudian, sahabat saya Cido
datang. Ia adalah adik angkatan saya di satu universitas terbesar di kawasan
timur Indonesia. Melalui media sosial, ia tahu kalau saya berada di Berau. Ia
telah menitip pesan, jika membutuhkan bantuan, ia siap melakukan apapun. Ia
lalu datang dengan membawa kendaraan sendiri. Kami lalu bergerak menyusuri kota
dan mengetuk pintu semua toko dan pusat perbelanjaan. Memang, pencarian itu
belum berhasil, akan tetapi kami bahagia sebab mendapatkan bantuan dari banyak
orang.
Kebaikan Cido tak berhenti di situ. Ia
juga mengajak kami makan di beberapa spot favorit. Sepanjang jalan, ia
menjelaskan kuliner khas Tanjung Redeb, serta dinamika ekonomi di kota kecil
itu. Ia adalah sahabat yang rela mendedikasikan waktunya demi orang lain.
Kepadanya, saya mengucap banyak terimakasih.
***
DI banyak kota, saya menemukan orang-orang
baik yang selalu membantu. Bersama mereka, saya tak pernah khawatir tersesat
ataupun kehilangan arah. Beberapa di antara mereka menjadi sahabat dekat yang senantasa
berkirim kabar dan bersilaturahmi. Sampai kapanpun, saya akan menjaga komitmen
persaudaraan itu. Uniknya, saya belum pernah bertemu mereka sebelumnya. Hah?
Di Lombok, saya bertemu Ahyar, Yusuf
Tantowi dan Faturrakhman. Saya belum pernah bertemu ketiganya, namun interaksi
melalui media massa telah mendekatkan kami. Ketiganya adalah intelektual muda
yang menjadi aset berharga bagi pulau itu. Mereka menemani saya menelusuri
surga Pulau Lombok beserta berbagai potensi wisatanya. Tanpa mereka, saya tak
pernah berjalan sejauh mungkin di Pulau Seribu Masjid itu.
Di Solo, saya bertemu sahabat Johan Wahyudi. Ia adalah seorang guru yang amat produktif menulis. Ia rela menjadi tour guide yang mengantar saya ke banyak tempat, mempertemukan saya dengan beberapa sahabat penulis, lalu memberi hadiah-hadiah yang tak mungkin saya lupakan. Saya masih terkenang dengan keramahan dan kebaikannya. Ia adalah guru, sahabat, serta kakak yang memberikan banyak masukan.
Di Sorong, Papua Barat, sahabat Muhajir datang menjemput saya di hotel untuk diajak keliling-keliling. Saya juga tak pernah bertemu sebelumnya dengannya. Tapi ia sering membaca catatan blog, lalu menemukan banyak kesamaan-kesamaan. Tanpa Muhajir, saya tak akan pernah bisa menjangkau wihara kecil di Sorong, Papua Barat. Tanpa dirinya, saya tak bisa mencicipi kopi wamena yang rasanya menakjubkan itu di satu kedai kecil kota Sorong.
Di Sorong, Papua Barat, sahabat Muhajir datang menjemput saya di hotel untuk diajak keliling-keliling. Saya juga tak pernah bertemu sebelumnya dengannya. Tapi ia sering membaca catatan blog, lalu menemukan banyak kesamaan-kesamaan. Tanpa Muhajir, saya tak akan pernah bisa menjangkau wihara kecil di Sorong, Papua Barat. Tanpa dirinya, saya tak bisa mencicipi kopi wamena yang rasanya menakjubkan itu di satu kedai kecil kota Sorong.
Di Ambon, saya bertemu Atrasina Adlina,
seorang perempuan tangguh yang menguasai detail-detail kota Ambon. Dengan motor
besarnya, ia mengantar saya untuk mencapai bukit yang di atasnya terdapat
patung Martina Christina Tiahahu. Ia mengajak saya ke Pantai Natsepa yang indah di
pesisir Ambon. Ia juga yang mengajak saya singgah di Kafe Sibu-Sibu yang
memajang semua memorabilia orang Ambon di tanah rantau.
Di Cianjur, Jawa Barat, sahabat A'a Chimz
yang mengantar saya menelusuri kebun strawberry di kaki Gunung Gde Pangrango.
Ia juga mengajak saya mengunjungi taman bunga nusantara yang di dalamnya
berjajar ribuan bunga. Tak saya sangka, di tanah air kita ada banyak
bunga-bunga yang bertebaran indah di satu taman.
***
Mereka tak sendirian. Ada banyak orang
lain yang seharusnya saya sebut sebab teah membantu perjalanan saya ke beberapa
tempat. Saya merasakan keajaiban dunia media sosial. Para sahabat itu membaca
banyak postingan serta mengenali segala sisi tentang diri saya. Betapa
tercengangnya saya ketika mereka menanyakan hal-hal yang saya sendiri tak lagi
mengingat dengan detail. Mereka benar-benar sahabat dekat yang seolah lama tak
bertemu.
Inilah dinamika dari keterhubungan di era
media sosial. Banyak orang yang menjadikan media ini hanya sebagai tempat
curhat. Ada yang menjadikannya sebagai tempat untuk menulis segala keresahan
melalui status-status yang isinya provokasi ataupun menebar energi negatif.
Namun ada pula yang saling membangun jejaring kasat mata ketika menemukan
pertautan gagasan dengan orang lain.
Saya meyakini bahwa ada banyak orang baik
yang tersebar di mana-mana, hanya saja mereka memilih menjadi penyaksi. Namun mereka
tak benar-benar diam. Mereka terus menyaksikan dan sesekali turun tangan dan
menawarkan kebaikan ketika ada orang lain berkunjung ke wilayahnya. Selagi kita terus memancarkan aura kebaikan, maka kita pun akan menerima kebaikan di manapun berada. Inilah yang disebut the law of attraction, ketika kamu memancarkan sikap positif, maka dunia pun akan menerimamu dengan penuh kelembutan.
Jika semua orang baik itu saling terhubung,
maka dunia akan lebih riang dan membahagiakan. Dunia akan penuh warna-warni, di
mana semua orang saling menawarkan kebaikan pada dunia sekitarnya. Dunia akan penuh kembang gula dan cokelat persahabatan. Dunia akan
seindah syair yang dinyanyikan suara serak Louis Amstrong:
The colors of the rainbow so pretty in the skyAre also on the faces of people going byI see friends shaking hands saying how do you doBut they're really saying I love you.
Tanjung Redep, 29 Mei 2015
0 komentar:
Posting Komentar