DI tanggal 2 Agustus lalu, Ara dan ibunya merayakan ulang tahun. Meskipun ini adalah ultah ketiga, tetap saja saya terheran-heran mengapa mereka bisa lahir pada hari dan bulan yang sama. Setiap tahun, saya senang sekali karena bisa merayakan ultah mereka pada saat bersamaan. Tak perlu keluar banyak biaya. Bisa dirangkaikan. Tanggalnya juga sama.
Ara kini berusia tiga tahun. Saya tak
menyangka, bayi merah yang dahulu saya pandangi ketika baru lahir dan
diletakkan di ranjang khusus bayi, Rumah Sakit Pertiwi, Makassar, kini telah
menjadi anak yang lucu. Ia belum selancar sepupunya Cakra ketika bicara. Tapi
ia sangat suka bercerita apa saja. Mulai dari tayangan kartun yang
disaksikannya, atau tentang gambar-gambar yang dibuatnya. Ia menuntut
perhatian. Ketika saya cuek dengan cerita-ceritanya, ia bisa marah dan teriak
“Ayah!” dengan nada kesal.
Kadang ia suka menghardik. Di saat ia
sudah berdandan dan siap keluar, sementara saya masih tidur-tiduran, ia akan
marah sambil menunjuk ke kamar mandi. “Ayah! Mandi!” Ia juga gesit. Hobinya
adalah berlari sambil tertawa. Yang saya herankan, ia tak pernah kelihatan
lelah. Padahal, saya baru berlari menit,
seluruh engsel tubuh serasa mau terlepas. Sementara dirinya tetap kuat.
Ia sepintar anak berusia tujuh tahun. Ia
sudah tahu tanggal lahirnya. Ia sudah punya konsep tentang pesta ulang tahun.
Ia suka bernyanyi lagu happy birthday sembari meniup lilin. Baginya, acara
ulang tahun adalah wajib dirayakan, meskipun sederhana. Demi acara itu, saya siap
memenuhi apapun yang diinginkannya.
Kali ini, ultah itu dirayakan sederhana.
Ibunya membeli kue kecil dengan angka tiga di atasnya. Di suatu pagi yang cerah
di kota Depok, saya lalu melihat dirinya menyanyi Happy Birthday dengan
kalimat-kalimat yang cadel, khas seorang anak berusia tiga tahun. Ia memakai
gaun seperti putri-putri. Ia belum mengenal konsep tentang ‘make a wish’, tapi
setiap geriknya, senyumnya, dan bahkan gerak matanya sekalipun terpatri
kegembiraan. Di situ, saya melihat cahaya harapan untuk masa depannya.
Pada saat seperti ini, saya dipenuhi rasa
haru ketika melihatnya kian dewasa dan bisa memanggil ayah. Di setiap momen
bahagianya, saya menancapkan tekad kuat untuk selalu hadir di sisinya, dalam
keadaan apapun. Tak hanya bahagianya, saya akan hadir pada saat-saat tak bahagia
sekalipun. Saya dan ibunya adalah prajurit yang akan membersihkan jalanan
gripis agar langkahnya mulus menggapai impiannya.
Kelak, dia akan bertarung dengan
kehidupan. Kelak dia akan merasakan ganas dan kerasnya ombak kehidupan. Dia pun
akan mengalami jatuh bangun serta keadaan yang tak selalu membahagiakan. Barangkali, dia akan menghadapi segala kisah-kisah tak mengenakkan di jalan mencapai impiannya. Tapi
selagi ia bisa tertawa bahagia, maka beban seberat apapun akan seketika ringan. Selagi ia bisa tersenyum ceria, maka selalu ada mercusuar harapan yang
akan memandu gerak langkahnya demi menggapai bahagianya sendiri.
Itulah harapan yang saya titipkan
untuknya.
Selamat
ulang tahun Ara. Selamat ulang tahun juga buat Dwi, ibu terbaik bagi Ara,
sekaligus istri terbaik yang ikhlas menerima semua kekurangan yang ada pada
diri ini.
0 komentar:
Posting Komentar