sudut kampus Ohio University |
SETIAP kali meninggalkan satu tempat,
selalu saja ada jejak yang tergores di pikiran saya. Bukan sekadar ingatan
tentang tempat eksotis atau tentang pepohonan, dedaunan, dan bunga-bunga, namun
ingatan tentang interaksi dengan manusia lain serta ceceran hikmah yang didapatkan
di satu tempat.
Dalam waktu dekat, saya akan meninggalkan
tanah Amerika. Saya merasa bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk belajar
banyak di sini. Tak hanya tentang materi perkuliahan, tapi juga pelajaran
kehidupan serta proses mendewasakan diri. Meskipun saat ini saya masih jauh
dari dewasa, namun setidaknya saya melangkah perlahan-lahan. Meski langkah itu
selambat siput, setidaknya saya menyadari bahwasanya saya tidak sedang mundur.
Ada beberapa hal yang akan saya rindukan
dari tempat ini. Saya akan coba untuk mengurainya satu per satu.
Pertama, saya akan merindukan
perpustakaan. Di kampus-kampus di Amerika, perpustakaan adalah tempat paling
besar dan diusahakan senyaman mungkin. Jika anda berkunjung ke kampus manapun
di Amerika, jantung perkuliahan adalah perpustakaan. Inilah sebab mengapa
gedung paling besar di semua kampus adalah perpustakaan yang menyediakan jutaan
buku dari seluruh dunia.
Ini sangat kontras dengan kampus-kampus di
tanah air, yang rata-rata, gedung paling megahnya adalah rektorat. Kata dosen
saya di Universitas Indonesia, rektorat yang megah adalah simbol bahwa
kampus-kampus kita tidak mewarisi tradisi ilmiah, melainkan tradisi ala
kerajaan, di mana kekuasaan adalah aspek paling penting. Buktinya, simbol
penguasa kampus yaitu rektorat selalu paling dominan.
perpustakaan Harvard University di Boston, Massachussets |
Saya beruntung bisa menjadi penghuni tetap
di perpustakaan kampus Ohio University. Di sini, saya serasa menemukan surga
berisikan buku-buku serta film yang didatangkan dari seluruh dunia. Ruangannya
sangat nyaman, koleksi bukunya sangat banyak, serta adanya ruangan kecil bagi
mahasiswa pasca-sarjana untuk menaruh buku-buku atau sebagai tempat untuk
belajar.
Sebegitu lengkapnya koleksi buku
perpustakaan memberikan pelajaran buat saya bahwa ilmu pengetahuan dibangun di
atas landasan yang kokoh dan saling menopang. Aktivitas membaca ibarat cahaya
terang yang memandu manusia untuk menelusuri belantara realitas demi menemukan
sisi-sisi paling dalam dari realitas itu. Dan buku ibarat pintu yang membuka
gagasan kita untuk bertemu mereka-mereka yang telah menuangkan gagasan demi
untuk diskusikan atai didebati. Tanpa membaca, mungkinkah akan lahir refleksi
yang jernih?
Kedua, saya akan merindukan kehangatan
serta kebaikan dari banyak orang. Selama dua tahun ini, saya tinggal di satu
kota kecil yang menyenangkan. Dimana-mana saya bertemu dengan orang-orang yang
akan selalu tersenyum dan menyapa dengan tulus, tanpa dibuat-buat. Masyarakat
Athens adalah masyarakat yang amat ramah. Setiap berpapasan dengan seseorang,
maka selalu ada sapaan “How are you” atau “What’s up.” Saya bukan tipe orang
yang suka menyapa orang lain. Namun di kota ini, saya mesti menjawab semua
sapaan serta senyuman dari banyak orang.
pemandangan di kampus Ohio University |
Pelajaran penting yang saya dapatkan di
sini adalah tentang kebaikan. Saya banyak bertemu orang baik yang bersedia
berkorban waktu , tenaga dan uang demi kebahagiaan orang lain. Saya sering
terkenang pada sahabat saya Erick. Selama dua tahun, ia membantu saya untuk
merevisi paper dalam bahasa Inggris, melaih kemampuan memahami diaog, serta kawan
diskusi yang mengasyikkan. Setiap kali dimintai bantuan, ia tak pernah menolak.
Bahkan, ia mengorbankan kepentingan pribadinya.
Atmosfer di kota ini adalah amosfer
kebaikan dan penghormatan kepada orang lain. Terlampau banyak pengalaman saya
yang bisa dikisahkan di sini. Mulai dari menunggu bis di tengah salju dan
tiba-tiba singgah seorang ibu yang datang demi menawarkan diri untuk mengantar
dengan mobilnya, atau saat ketika tidak punya uang tunai untuk membayar segelas
kopi dan tiba-tiba saja banyak yang menawarkan diri untuk membayarkan, atau
saat berjalan dengan bayi dan semua orang membukakan pintu dan menahannya
hingga saya berada di dalam gedung. Terakhir, banyak yang datang memberikan
hadiah kepada anak saya sebagai tanda kasih sayang.
Ketiga, saya akan merindukan spirit kerja
keras serta disiplin warga Amerika. Saya sering terpesona dengan kemampuan
mereka untuk berdisiplin serta menepati janji. Perpustakaan Alden menjadi saksi
bagaimana mereka bekerja keras untuk memahami buku-buku teks. Memang, kampus
Ohio dikenal sebagai kampus yang mahasiswanya suka pesta. Saya lihat sendiri
bahwa hari Sabtu dan Minggu, mahasiswa menggelar pesta-pesta di bar sambil
meminum alkohol. Akan teapi di hari Senin hingga Kamis, mereka akan belajar
keras di perpustakaan, dan tak punya waktu bersantai.
Semangat kerja dan belajar keras ini
membuat saya sangat iri dengan mereka. Beberapa teman saya warga Amerika,
sangat disiplin dalam mematuhi silabus perkuliahan. Mereka tahu kapan harus
menyelesaikan tugas, serta kapan mulai menyiapkan diri untuk final test. Mereka
punya semangat serta perencanaan yang sangat baik. Semangat belajar itu telah
dipupuk sejak masa sekolah menengah, ketika mereka mulai diperkenalkan dengan
tantangan serta American Dream, mimpi-mimpi yang membuat mereka ingin
menyelesaikan studi, lalu menjadi kaya-raya.
Ini sungguh berbeda dengan kondisi ketika
saya pertama tiba. Pada saat itu, saya sangat keteteran ketika mengikuti jadwal
akademik. Saya sering tak membaca silabus dan serba kebingungan ketika semua
mahasiswa menyetorkan tugas kepada para profesor pengajar. Proses yang saya
hadapi demikian berat sebab saya harus mengubah budaya malas, mengatasi segala
kesulitan bahasa, hingga mesti menanam keberanian agar bisa menyelesaikan
perkuliahan pada waktunya.
prasasti kampus |
Awalnya memang sulit. Tapi selanjutnya
saya mulai menyesuaikan diri dengan ritme serta denyut nadi kebudayaan Amerika. Saya adalah seorang warga Indonesia
yang tadinya berlari dengan kecepatan minimal, tiba-tiba dipaksa masuk arena
formula satu dan harus berlari secepat kilat. Di akhir kuliah, saya mesti
mengamini pepatah pelaut Makassar, “Le'ba kusoronna biseangku, kucampa'na
sombalakku, tamassaile punna teai labuang” yang artinya, “Bila perahu telah
kudorong, layar telah terkembang, takkan ku berpaling kalau bukan pelabuhan
yang kutuju.”
Dan perahu yang saya kemudikan itu berhasil melalui samudera Ohio University.
Athens, Ohio, 10 Mei
2013
4 komentar:
saya selalu suka tulisan Anda Pak, begitu mengalir dan ringkas. semua pesannya tersampaikan.
hmmmhh.. saya jadi iri, harus bisa menghilangkan semua rasa malas.
hehhe,, selamat datang kembali di indonesia, pak. semoga perjalannan pulang lancar dan selamat.
makasih. sy tidak menyangka kalau ada juga yang membaca tulisan sy.
Nice. . .
Dari tulisan Anda kita bisa tau gambaran kehidupan di Amerika.
Nice. . .
Dari tulisan Anda kita bisa tau gambaran kehidupan sehari-hari orang Amerika.
Posting Komentar