Pesta Halloween, Pesta Komodifikasi

saat mencoba kostum srigala di Wallmart

MALAM ini, warga Athens, Ohio, akan merayakan malam Halloween. Suasananya horor. Di banyak rumah, saya melihat labu besar berwarna kuning. Saya juga sering melihat lukisan atau boneka hantu bertebaran di berbagai penjuru kota. Malah di beberapa ruangan di kampus, ruangan aula didekorasi ala Halloween. Banyak labu kuning serta hiasan horor di dinding. Suasananya seperti film Harry Potter saat hendak pesta Halloween.

Dikarenakan saya bukanlah anak kandung peradaban barat, saya tak terlalu takut melihat berbagai aksesoris itu. Entah kenapa saya berpikir bahwa zombie tidak menakutkan. Jauh lebih menakutkan setan parakang, yang kondang di Sulawesi. Setan parakang berbentuk kepala yang terbang melayang sambil membawa jantung dan isi perutnya. Setan ini mencari ibu-ibu yang baru melahirkan serta bayi merah.

Kapten Jack Sparrow dalam kisah Pirates of Carribean

Saya juga takut membayangkan setan asal Buton bernama Waniampasi. Konon katanya, setan ini berbau busuk, seperti kerang laut yang dijemur. Setan ini selalu muncul dari dalam laut dan menganggu para nelayan di lautan luas. Baik parakang maupun Waniampasi adalah setan yang paling menggetarkan nyali. Saya juga takut ketika membayangkan awah yang bangkit dari kubur. Entah kenapa, kami orang Buton punya banyak stok kisah tentang arwah yang bangkit dan berjalan-jalan sebagaimana manusia biasa.

Di sini, di tanah yang jaraknya ribuan kilometer dari kampung halaman, saya seakan terjebak dengan perayaan pesta hantu Halloween. Saya tak seberapa takut. Tapi saya seolah tak punya pilihan sehingga mesti meramaikan pesta ramai ini. Teman-teman sudah menyiapkan berbagai kostum yang seram-seram. Saya jauh lebih ska sendirian di kamar sambil menuliskan sesuatu di blog ini. Saya jauh lebih nikmat duduk sambil menganyam kata demi kata. Tapi, saya juga merasa sayang kalau momen langka ini terlewatkan. Saya ingin hadir. Bukan sebagai partisipan. Tapi sebagai seorang pemerhati yang mencatat kesan atas pesta Halloween ini.

Di tengah hingar-bingar, saya memilih berkarib dengan sunyi, menelisik tanya dalam hati, sembari bertanya-tanya apa makna dari semua pesta meriah yang digelar manusia modern. Apakah ini yang disebut kemajuan? Ataukah ini hanya ritual tahunan yang kian kehilangan makna? Sebenarnya, apa sih makna Halloween?

Apakah saya cukup seram?

Saya tak paham. Sayapun tak bermaksud sok tahu untuk mengurai maknanya. Satu yang saya catat bahwa ritual ini telah menjelma sebagai komoditas yang amat laris. Para ilmuwan sosial menyebutnya komodifikasi yakni proses menjelmakan sesuatu sebagai komoditas. Di mana-mana, semua toko menjual produk hantu. Semua orang membeli aneka kostum demi dipakai hanya dalam semalam. Ini bukan soal harga yang murah atau mahal. Ini soal kejelian para pedagang yang melihat celah pasar lalu melempar produk demi memaksimalkan keuntungan. Logika yang berlaku di sini hanyalah untung rugi dan melihat masyarakat sebagai pelanggan yang mau tak mau, sadar atau tidak sadar, pasti akan datang untuk mencari kostum dan memeriahkan Halloween.

Apakah saya takut dengan semua hantu itu? Kayaknya tidak. Saya teringat saat membahas setan bersama dua sahabat Eka Novita dan Nurhasni di Apartemen Common. Kami membahas setan di Sumatra dan Sulawesi. Saya antusias membahasnya. Tapi saat pulang dari tempat Eka, tiba-tiba saja, saya merinding. Mata saya jadi amat liar. Saya waspada melihat semak-semak yang bergoyang. Bulu roma tiba-tiba berdiri. Apakah arwah atau setan Sulawesi sedang bergentayangan hingga tanah Amerika? Saya amat ketakutan. Saya memilih segera berlari dan masuk kamar. Hiiii....



Athens. Ohio, 29 Oktober 2011


BACA JUGA:


1 komentar:

Anonim mengatakan...

bukankah antara takut dan tidak takut,seram atau tidak seram,juga bentukan budaya kanda?

Posting Komentar