Nak! Sayangilah Ibumu

Anakku sayang..


Hari ini usiamu genap 23 hari. Kata ibumu, kamu menyusu dengan lahap. Inilah sebab mengapa dirimu tumbuh dengan cepat. Di hari ini kamu masih tetap setia dengan rutinitasmu; tidur dan menyusui. Kamu dan ibumu berdialog dengan cara yang amat ajaib. Ibumu mulai mengerti dengan bahasamu. Secara perlahan ia mulai tahu keinginan dan kebutuhanmu. Lewat suaramu, ia tahu kalau dirimu telah pipis, buang air besar, dan sedang ingin dipangku.

Ibumu adalah manusia yang rela mendedikasikan seluruh hidupnya untukmu. Bukan hanya waktu dan hari-harinya yang ia persembahkan untukmu. Tapi satu-satunya jiwa yang dimilikinya. Ia mempersembahkan segalanya untukmu demi membangun sebuah rumah cinta, tempat di mana dirimu merasa aman dan damai. Telah kusaksikan dengan mata kepalaku bagaimana ibumu berjuang untuk menghadirkanmu. 

Pada hari itu, 23 hari silam, ibumu menderita sakit hebat demi menetaskan dirimu yang diperamnya selama sembilan bulan. Ia bertaruh nyawa demi menjaga buah cinta yang pernah kami tanam selama memadu kasih. Andaikan aku punya kuasa, ingin rasanya kuminta separuh rasa sakit itu. Ia menanggung seorang diri atas apa yang pernah kami lakukan bersama. Di rumah sakit itu, aku hanya bisa memandangi ibumu dengan hati yang tak karuan. Ia telah menjalani perannya sebagai perempuan dengan sempurna. Tinggallah diriku di sini yang sedang cemas dengan tanggung jawab atasmu.

Sepuluh hari kita bersama, aku harus meninggalkanmu demi sebuah tanggung jawab. Semuanya terasa berat sebab bersamamu, waktu seakan statis. Aku diliputi bahagia yang amat sangat saat mendengar detak jantungmu, merasakan hembusan napasmu, hingga saat menyaksikan tubuhmu bergerak. Namun, ada sesuatu yang mesti kulakukan demi melempangkan jalanmu di masa depan. Aku punya cita-cita untuk kehidupan yang lebih baik buat kita bertiga. Aku mesti menekan ego demi menanam sebuah benih yang kelak akan kita panen sama-sama. 

Perjalanan ini memang tidak mudah. Perjalanan melintasi lautan ini tidaklah sesederhana yang kupikirkan. Perjalanan ini adalah perjalanan yang akan mengharukan buatku yang baru saja mengenal dirimu. Perjalanan ini akan berurai sedih buat diriku yang baru menyadari betapa miripnya engkau denganku, berurai sepi buat diriku yang lama merindukanmu. Tapi aku mesti menekan ego untuk rumah impian kita bersama. Aku mesti mengenyam segala perasaan ini dan membiarkan engkau bersama ibumu, sosok yang selalu berusaha mendamaikan jiwamu.

Anakku sayang...
Kelak ketika engkau dewasa, aku tak memintamu untuk mengingatku. Aku hanya memintamu untuk selalu mencintai ibumu. Tahukah kamu, suatu hari Rasul pernah ditanya siapa manusia yang wajib kita cintai. Ia menyebut ibu hingga tiga kali sebelum akhrinya menyebut kata ayah. Makanya, sayangi, sayangi, dan sayangilah ibumu dengan segala energi yang kau miliki. Ibumu telah mengikhlaskan raganya untukmu. Kelak dirimu akan mengikhlaskan raga pula untuknya. 

Kelak diriku akan menyaksikan fragmen cinta kalian dengan berbinar-binar. Kita bertiga berbeda tubuh, namun satu jiwa. Kita bertiga dipisahkan oleh jarak geografis, namun tidak dengan hati kita. Sebab hati kita terlanjur bertaut, terlanjur membangun jembatan hati, terlanjur tumbuh laksana tiga kelopak mawar indah yang tunasnya adalah keping-keping cinta, yang disuburi sikap saling menyayangi, merindui, dan mengasihi.(*)

NB
Baca pula catatan ibumu untukmu DI SINI

4 komentar:

Ibrahim Halim mengatakan...

luar biasa, bang...! abang betul2 mampu merekam semuanya dengan baik dan menuangkannya di sini. padahal, kami bertiga juga punya cerita yg tak kalah getirnya. tapi saya tidak sehebat bang yusran. saluuuuttt......!

aby mengatakan...

kerennya ini tulisan.....

Dya Ry mengatakan...

Subhanallah..terharu bacanya kak.. (rada telat bacanya).
Anaknya pasti lucu sekali sekarang.. :)

Yusran Darmawan mengatakan...

sekarang juga masih lucu. umurnya sudah dua bulan lebih

Posting Komentar