SEBUAH renungan terkirim melalui internet. Seorang sahabat menyilahkan saya untuk membaca sebuah sobekan paragraf dari salah satu pendiri negara (founding father) negeri ini Ir Sukarno. Dalam sobekan kertas itu, Sukarno mengingatkan tentang jiwa bangsa ini adalah Pancasila.
Yang membuat saya terkagum-kagum adalah kutipan atas pemikiran Ernest Renan tentang bangsa yang memiliki satu jiwa. Kutipan ini menunjukkan wawasan serta kapasitas intelektualnya yang menguasai bacaan para pemikir hebat di masa itu. Sukarno membaca Ernest Renan lalu membumikan pemikiran itu dalam konteks kebangsaan.
Sobekan kertas ini kian menebalkan kekaguman saya pada Sukarno. Ia adalah presiden paling cerdas yang produktif menghasilkan banyak karya baik naskah novel seperti Sarinah, ataupun kumpulan tulisan yang diterbitkan dengan judul Di Bawah Bendera Revolusi. Semua karya tersebut menunjukkan kepada kita bahwa Sukarno seorang penulis hebat, cendekia, yang kemudian menjadi manusia pilihan untuk memanggul tanggungjawab sebagai pemimpin pertama. Ia pembuka jalan bagi kemerdekaan bangsa ini.
Pertanyaannya, apakah di masa depan kita akan memiliki tokoh sekaliber Sukarno? Mungkin tokoh itu akan lahir. Tapi saya pesimis kalau tokoh itu akan muncul dalam waktu beberapa tahun ini. Beberapa nama yang disebut-sebut sebagai calon pemimpin bukanlah tokoh yang sanggup membuat kita berdecak kagum akan kapasitas intelektualnya. Tokoh yang muncul sekarang bukanlah yang terbaik. Di tengah sistem politik yang diramaikan para pemodal, maka kepala negara yang naik adalah para petualang politik yang memiliki kekayaan tak terhitung.
Maka Sukarno akan menjadi monumen. Ia adalah mitos yang sukar untuk diulangi. Mungkin pula takdir kita sebagai manusia jaman ini adalah menerima kenyataan bahwa pemimpin kita bukanlah tokoh yang akrab dengan dunia refleksi. Takdir kita adalah menyaksikan pemimpin yang bisanya hanya menghitung untung rugi dari sebuah proses politik.(*)
Baubau, 1 Juni 2011
0 komentar:
Posting Komentar