Keseimbangan Sebuah Bencana


KITA hidup dalam dunia yang penuh ketidakpastian. Bencana seolah mengepung kita. Setelah dunia diguncang dengan bencana sosial yakni kemurkaan rakyat pada pemerintah yang kemudian mendorong huru-hara dan revolusi, kini bencana alam terus menerjang. Dua hari yang lalu, Jepang remuk diredam tsunami. Entah, besok negara apa lagi yang terkena dampak tsunami.

Entah apa makna di balik semua bencana ini. Misteri besar yang susah dipecahkan para geolog adalah mengapa dan kapan gempa akan menghantam satu wilayah. Mereka hanya bisa memberikan eksplanasi tentang rangkaian patahan bumi di dasar sana sebagai hasil evolusi selama jutaan tahun. Namun, tak ada yang bisa menebak kapan bencana akan menghantam. Alam semesta menyisakan banyak misteri yang menggelayuti pikiran para saintis untuk disibak dan ditemukan penjelasan serta maknanya. 

Jika saja bencana sosial dan bencana alam bisa disusun korelasinya, maka sedang terjadi ketidakseimbangan di semesta kita. Saya teringat fisikawan Ilya Prigogine. Ketika satu struktur tidak seimbang, maka segera akan terjadi sebuah guncangan. Dalam konteks bumi kita, bencana harus selalu dilihat sebagai mekanisme untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Kita sama tahu kalau bencana sosial terjadi karena api korupsi dan kejahatan pemerintah merebak. 

Nah, bisakah kita mengatakan air masuk daratan karena ada api angkara yang menyala di daratan? Lantas apakah api angkara yang melanda Jepang? Saya tak paham. Dugaan saya, negeri itu hanyalah akibat dari sebab yang sedang terjadi di belahan bumi lain. Saya percaya, dunia adalah satu mata rantai yang saling terhubung. Hanyalah arogansi serta kedunguan kita sendiri yang menyebabkan kita terpencar-pencar karena batasan politik dan ekonomi.

Kita hidup di era penuh ketidakpastian. Namun, hingga detik ini saya masih yakin kalau alam ini selalu mencari kesimbangannya. Ketika air memasuki daratan, itu pertanda kalau sedang ada api di situ. Dan air hendak memadamkan api. Meskipun harganya amat mahal yakni kehancuran di sana-sini.(*)

0 komentar:

Posting Komentar