Nostalgia di Gedung DPR/ MPR

SEGALANYA terjadi begitu saja. Saya tak pernah merencanakan untuk singgah ke gedung DPR/ MPR RI. Namun ketika seorang kawan mengajak saya ke satu seminar di Hotel Santika, saya bertemu kawan-kawan Staf Ahli DPR RI. Mereka lalu mengajak saya ke gedung itu sembari mengenang episode pengalaman yang telah lewat. Maka bernostalgialah saya ke gedung yang menjadi sentrum tempat semua kebijakan tentang bangsa ini dilahirkan.

Di sini, saya pernah menjalani hari-hari. Baik sebagai jurnalis maupun sebagai staf ahli. Mulanya saya tidak terbiasa dengan penjagaan yang ketat, banyak lapis pintu yang dilewati hingga gedung Nusantara, tempat para wakil rakyat yang terhormat itu. Tapi lama kelamaan, saya mulai terbiasa. Pada setiap lapis pintu, selalu saja ada pemeriksaan kalau-kalau kita membawa sesuatu yang mencurigakan. Tas digeledah. Kita juga ditanyai hendak menemui siapa dan apa keperluan. Kalau Anda tak punya keperluan jelas, jangan harap para petugas itu akan memberi jalan. Tak hanya itu, pada setiap lantai yang menjadi tempat kerja pribadi anggota dewan, selalu saja ada satpam yang berjaga di situ. Anda akan ditanyai hendak bertemu siapa dan apa yang menjadi keperluan.

Sering saya berpikir bahwa dengan cara menjagai sesuatu secara ketat, maka anggota dewan yang terhormat itu sedang membangun jarak dengan mereka yang diwakilinya. Buat saya, gedung DPR/ MPR bukanlah rumah rakyat yang semestinya ramah dan terbuka kepada siapa saja –khususnya rakyat kecil-- untuk singgah dan berteduh. Gedung ini adalah milik mereka yang ketakutan dengan rakyatnya sendiri dan membangun tembok yang cukup lebar dan memeriksa siapapun yang singgah. Gedung ini adalah milik mereka yang paranoid! Mereka yang memakai kendaraan mewah dengan kaca riben yang tebal. Mereka yang terbiasa di ruang nyaman, ber-AC, dan mungkin kebal dengan jerit tangis mereka yang kelaparan di luaran sana.

Ah,… Saya hanya bisa menyaksikan di pinggiran. Tapi pengalaman saya berseliweran di gedung ini kian menyadarkan saya bahwa politik di Indonesia tidak lebih dari sebuah arena untuk saling menonjolkan diri. Politik adalah sesuatu yang dibangun di atas basis pencitraan yang lalu dijelmakan sebagai sesuatu yang meninabobokan. 

Politik adalah sebuah game yang melibatkan banyak kelompok, kekuatan sosial, sekaligus memenangkan sesuatu demi prestise. Mungkin saya agak pesimis. Tapi inilah buah dari perenungan dan catatan-catatan atas pengalaman berseliweran di tempat itu.(*)



(Saya ingin bercerita banyak. Tapi rasa lelah tiba-tiba menyergap. Maafkan jika saya mulai ngantuk dan ingin istirahat. Zzzz…zzz…..)

0 komentar:

Posting Komentar