Makassar yang Tidak Seindah Dulu

ENTAH kenapa, Kota Makassar sudah tidak seindah yang selama ini saya bayangkan. Memasuki kota ini, membersitkan kesadaran bahwa kota ini mulai tidak ramah lagi kepada saya. Secara perlahan, saya mulai kehilangan memori indah yang pernah saya ukir di sini. Saya sudah berkeliling di banyak tempat. Saya tidak lagi silau melihat kota-kota yang ramai dengan manusia. Sekarang ini saya menyenangi kota-kota kecil yang tidak terlalu bising. Kota yang memungkinkan kita untuk melihat gunuing-gunung, sungai, dan lautan. Mungkin, alasan ini pula yang membuat saya mulai tidak menyenangi Makassar.

Saya mulai tidak menyenangi suara bising yang berpadu dengan polisi udara. Inilah wajah kota-kota di Indonesia yang semrawut. Yang jadi pertanyaan, mengapa sampai banyak orang yang rela berdamai dengan kondisi sumpek di perkotaan? Setiap orang bisa beda jawabannya. Mungkin mereka belum merasakan nikmatnya menjadi warga kota kecil, atau warga pedesaan. Gunung-gunung, sungai dan laut, adalah hal yang amat sederhana, namun begitu penting bagi para turis yang tinggal di perkotaan dan sumpek dengan suasana. Gunung, sungai, dan laut adalah pemandangan gratis, namun eksotik bagi warga luar yang jenuh dengan hiruk-pikuk kota. Lantas, mengapa pula kita tidak ikut cinta dengan semua yang gratis itu?

Kembali saya memandang rerimbunan gedung di Makassar. Saya mulai merasa pemandangan itu tidak seistimewa ketika saya pertama masuk kota. Semuanya jadi biasa. Entah, jangan-jangan saya yang mulai aneh. Mungkin saya agak melankolis belakangan ini. Makanya, mulai mencari sesuatu yang eksotik. Entahlah.

Kemarin, saya jalani wawancara beasiswa di Ford International. Pihak Ford mengganti semua biaya perjalanan yang saya keluarkan. Saya menganggap ini semacam tur gratis ke Kota Makassar. Saya tak lagi punya ambisi untuk mendapatkan beasiswa. Makanya, saya jalani tes wawancara dengan ogah-ogahan. Yang saya pikirkan saat ini adalah bagaimana mengokohkan langkah kaki saya di Bau-Bau. Saya sudah pernah melakukannya saat di Makassar. Kini focus saya adalah bagaimana menjaga langkah kecil saya tidak tertatih-tatih di kampung sendiri. Mungkin dengan cara ini saya bisa berbuat banyak bagi semua pihak di sekeliling saya, mulai dari keluarga maupun sahabat-sahabat.(*)

0 komentar:

Posting Komentar