PREDIKAT kota hujan adalah milik Kota Bogor. Tapi saya rasa, predikat itu sangat tepat disandang Kota Makassar. Betapa tidak, selama sebulan ini, hujan terus-terusan mengguyur. Hampir setiap hari, pasti turun hujan. Dan hampir setiap hari saya harus bersabar karena akan ada urusan yang terbengkalai.
Yang saya herankan, di beberapa daerah yang saya kunjungi, hujan jarang turun. Padahal, jaraknya dengan Makassar hanya sekitar beberapa puluh kilometer. Malah, di Kabupaten Bone, seorang petani yang saya temui, justru mengeluh karena sudah lama tidak hujan. Sementara sawahnya sangat bergantung pada hujan tersebut. Siklus tanam jadi kacau. Ia tidak bisa memprediksi kapan musim tanam, dan berapa kali akan panen dalam setahun.
Selama beberapa hari ini, saya tidak bisa melaksanakan banyak hal yang menjadi kewajiban. Hujan keras membuat saya tidak bisa bergerak bebas ke mana-mana. Maklumlah, saya hanyalah pengguna kendaraan bermotor. Saya tidak bisa bebas ke mana-mana, sebagaimana seorang pengendara mobil. Lagian, jas hujan yang setiap hari saya bawa-bawa di bagasi motor, mulai kesulitan untuk melindungi saya dari hujan. Pada saat hujan keras mengguyur, maka dipastikan air itu akan menembus masuk dan membasahi pakaian saya. Terpaksa, saya harus berteduh di tempat terdekat.
Saya jadi tidak bisa bergerak bebas. Tiba-tiba saja, penyakit mulai bersemayam di tubuh ini. Selama beberapa hari terakhir ini, adan saya agak panas. Kepala sakit, dan setiap kali saya menelan, ada rasa sakit di leher. Biasanya, ini tanda-tanda kalau saya akan terkena penyakit flu berat. Saya akan pilek, beringus, dan hanya bisa berbaring di rumah.
Tapi, saya harus terus keluar. Ada banyak urusan yang menunggu saya di luaran sana. Ah, terpaksa saya harus menerobos rasa sakit ini. Saya harus menerjang hujan dengan fisik yang sakit-sakitan. Hiks....
0 komentar:
Posting Komentar