Sehari Jelang Demo

KATA koran, besok ada demonstrasi besar. Kata orang-orang, besok amarah massa akan tumpah. Ah, media banyak menjejali saya dengan banyak isu. Kalaupun itu benar, kali ini saya tak mau ikut-ikutan demonstrasi. Pengalaman demo terakhir kian menyadarkan saya bahwa sudah bukan masanya buat saya untuk berpanas-panas demi memperjuangkan sesuatu. Saya sudah terlampau uzur untuk memekik dan mengepalkan tangan.

Mungkin, sudah saatnya saya melakukan cara lain yang lebih elegan, ketimbang menjadi sesuatu yang disebut Chairil Anwar, "Mereka yang masuk menemui malam dan di siang hari berpanas ria demi sebuah tuntutan." Lagian, kalaupun ingin ikut demo, saya tak berdaya. Saya sedang berada di Sengkang, ibukota Kabupaten Wajo, yang jauh dari Kota Makassar. Dan besok pagi --ketika orang-orang berdemonstrasi-- saya akan bergerak menuju Palopo, sebuah kota yang eksotik dan selalu ingin saya kunjungi.

Saya sedang bersama kawan-kawan untuk menuntaskan riset tentang revitalisasi tradisi lokal Sulsel yang sudah mau punah. Mungkin, apa yang sedang saya lakukan ini terkesan sedang meromantisasi sesuatu yang lampau. Mungkin pula Anda yang mendengar ini akan mencibir dan menganggap saya dan kawan-kawan adalah mahluk aneh yang seolah hidup di masa silam. Saya bisa paham semua cibiran tersebut.

Tapi saya yakin tak banyak yang paham betapa bahagianya perasaan saya saat ini. Bertemu dan berdialog dengan warga desa, membersitkan rasa yang sukar dilukiskan. Saya bertemu ketulusan dan kepolosan yang tanpa pamrih, tanpa dibuat-buat. Mereka, para warga desa itu, telah mengajarkan saya bahwa untuk menjadi manusia besar, kita tak harus bergulat dengan isu-isu besar. Untuk menjadi manusia dewasa, kita hanya perlu sedikit keikhlasan untuk tesenyum dan mengembangkan temali persahabatan dengan sesamanya. Kita hanya perlu menjadi diri kita dan bersahabat dengan siapa saja.

Di desa-desa yang saya kunjungi, saya belajar banyak untuk tidak silau dengan kemegahan. Saya belajar untuk menghargai semua hal-hal kecil hamun berarti bagi sesamanya. Kita tak selalu harus mengacungkan tinju kepal untuk melakukan sesuatu. Barangkali kita hanya perlu hal-hal kecil, namun menggugah semua orang. Tatkala melihat mereka yang korup dan jahat di negeri ini, saya hanya bisa miris. Penduduk negeri ini terlampau serakah sehingga mengabaikan ketulusan warganya yang tinggal di banyak sudut-sudut terpencil negeri ini.

Sengkang, 27 Januari 2010
sehari jelang demo besar (katanya!)

0 komentar:

Posting Komentar