SAYA menghabiskan malam Tahun Baru dengan menuntaskan buku Hernowo yang berjudul Mengikat Makna Update. Saya sangat kagum dengan penulis ini. Hanya dalam waktu beberapa tahun setelah terbitnya buku Mengikat Makna, beberapa tahun silam, ia sudah menyelesaikan 35 buku. Ini jumlah yang fantastis di tengah kekeringan tradisi menulis di tanah air. Saya hanya bisa menghitung jari, seberapa banyak orang Indonesia yang telah menulis buku sebanyak itu.
Yang lebih fantastis lagi karena ia menulis dengan bahasa yang mudah dipahami dan menyentuh sisi-sisi terdalam kemanusiaan kita. Kata-katanya berisi. Kalimatnya bertenaga, dalam artian punya sesuatu yang menggerakkan. Usai membaca buku ini, batin saya penuh, serasa habis disirami air dingin yang mengatasi dahaga akan makna. Seusai membaca buku ini, tiba-tiba saja batin saya dipenuhi hasrat untuk membaca dan menulis sebanyak-banyaknya demi mengikat semua pengetahuan dan mengabadikannya.
Membaca buku ini ibarat membuka lapis-lapis makna yang bertebaran. Istilah ’Mengikat Makna’ adalah kutipan dari ucapan Imam Ali bin Abi Thalib yang mengatakan ”Ikatlah Ilmu dengan Menuliskannya.” Bagi Hernowo, kalimat ini sangat inspiratif. Sebab ratusan tahun lampau, Ali sudah mengingatkan semua orang agar segera menulis demi mengabadikan satu jejak pemikiran dalam sejarah. Tanpa menulis, seseorang akan mudah tersaput angin dalam sejarah, dan buah-buah kontemplasi dan pengalamannya akan ikut lenyap, tanpa sempat menjadi hikmah-hikmah yang mengasah batin manusia lainnya.
Melalui buku ini, Hernowo seakan tak lelah-lelah mengingatkan semua orang untuk menulis dan membaca sebagai terapi penemuan diri yang paling efektif. Baginya, menulis dan membaca adalah dua sisi mata uang koin yang saling melengkapi. Mustahil seseorang menjadi penulis yang baik tanpa memperkaya dirinya dengan bacaan-bacaan. Dan sebaliknya, mustahil pula seseorang menjadi pembaca yang baik, tanpa menuliskan buah-buah pembacaannya dalam tulisan yang bermakna.
Meskipun buku ini ditulis dengan semangat untuk memprovokasi orang-orang agar rajin membaca dan menulis, tapi saya melihatnya lebih dari itu. Buku ini memberi motivasi yang dahsyat agar semua orang bisa memaksimalkan potensinya masing-masing. Buku ini ibarat makanan bagi jiwa. Penulis Jack Canfield mengatakan, membaca kisah-kisah yang inspiratif adalah ibarat memberi makan bagi jiwa. Makanya, ia menyebut buku motivasi yang disusunnya dengan istilah ”Chicken Soup for the Soul.”
Bersetuju dnegan Canfield, saya rasa Hernowo juga sedang memberi makan bagi jiwa kita semua. Pantas saja, ketika usai membaca buku ini, tiba-tiba saja, mata saya menjadi lebih terang. Pandangan saya jadi lebih jernih usai berkelana menelusuri lorong-lorong inspirasi, dan menemukan keranjang makna di situ.(*)
Bersetuju dnegan Canfield, saya rasa Hernowo juga sedang memberi makan bagi jiwa kita semua. Pantas saja, ketika usai membaca buku ini, tiba-tiba saja, mata saya menjadi lebih terang. Pandangan saya jadi lebih jernih usai berkelana menelusuri lorong-lorong inspirasi, dan menemukan keranjang makna di situ.(*)
1 komentar:
Terimakasih Untuk inspirasinya Kak
Posting Komentar