Tentang Negeri yang Dikutuk


KEN Arok menumpahkan darah Empu Gandring hingga negeri ini terus-menerus menjalani kutukan. Ribuan tahun silam, Gandring menghembuskan napas setelah melempar kutukan. "Arok,... peradabanmu akan penuh intrik. Tarunamu akan saling bunuh demi keris penguasa. Kukutuk negerimu," katanya dengan napas tersengal.

Arok hanya tersenyum simpul. Ia memikirkan kuasa di ujung keris bertuah itu. Hasrat kuasa dan gemerlap istana, serta kemolekan Ken Dedes telah membekap Arok hingga gelap mata dan menghalalkan segala cara. Arok mewariskan sejarah yang penuh horor. Dan kita di masa kini, ikut-ikutan menjadi Arok. Kita ikut-ikutan menikam sesama dan menjelmakan politik sebagai layer kain putih tempat para wayang saling menikam-nikam, tempat para dalang saling menguji skenario jahat. Dan betapa kasihannya mereka yang jadi kacung-kacung politik itu. Harus menjadi pion yang bergerak kesana ke mari, tebas sana dan tebas sini.

Politik disihir menjadi intrik saling tikam di balik layar. Kita sebagai anak bangsa dicekam dalam takut yang tak berkesudahan. Jikalau mereka yang berseragam itu, --yang semestinya menjadi punggawa dan menjaga keamanan kita semua--, tiba-tiba jadi kaki tangan orang jahat, lantas kemana lagi kita akan berpaling? Ketika pentas politik kita menjadi arena perseteruan para elite, maka kemanakah lagi kita berlindung mencari rasa aman?

Kita sebagai anak negeri selalu saja dijejali dengan kebodohan. Ketika satu demi satu kebodohan mulai terkuak, kita serasa menyaksikan babak baru dari pengungkapan spionase ala novel Sydney Sheldon. Negeri ini terlalu banyak sandiwara. namun, sebagaimana halnya novel spionase, sandiwara jahat itu tak selalu mulus. Akan selalu ada jalan bagi sebuah penyingkapan. Akan selalu ada tumbal untuk sandiwara baru, sebagaimana dahulu pernah menimpa Kebo Ijo yang petantang-petenteng memamerkan keris gandring. Dan di malam berikutnya, Arok menikam Kebo Ijo setelah sebelumnya menghabisi Tunggul Ametung, sang penguasa.

Mungkin, nujuman Gandring benar menjelma jadi kenyataan. Setidaknya, nujuman itu menjelma ke dalam ikatan jejaring kolektif yang kita sebut kebudayaan. Dalam kebudayaan kita, terror dan intrik sudah lama tersimpan rapi dalam peta-peta kognitif individu dan jejaring sosial. Kebudayaan itulah yang mengendalikan hasrat dan tindak-tanduk kita, mengendalikan semua laku gerak kita, menyediakan pilihyan-pilihan untuk kita ikuti atau amini. Intrik Arok menjadi salah satu alternative budaya yang paling sering dipilih manusia bodoh di zaman kini.

Pada akhirnya, dunia kehidupan menjadi bidak catur yang saling tebas. Dan ketika para pemimpin di masa kini amat pandai bersilat lidah tentang penegakan hukum, maka segera kita mulai waspada pada scenario lain di balik setiap pernyataan itu. Sesungguhnya, di balik panggung gemerlap itu ada duel yang kasat mata. Ada saling tikam dan saling tebas, sesuatu yang selama beberapa abad sudah menjadi kebudayaan kita sendiri. Sesuatu yang pernah diwariskan Arok pada kita. Maka terkutuklah negeri yang warganya saling tikam. Kalimat Gandring akan terus mengiang dalam setiap inchi gerak negeri yang penuh kutukan ini.(*)

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mau melihat sesungguhnya negeri yang dikutuk ???
Kunjungi LINK berikut ini :

http://oediku.wordpress.com/2009/06/19/melacak-peradaban-atlantis-yang-hilang-di-telan-waktu/

Posting Komentar