Pengangguran: Pekerjaan Paling Enak!

PEKERJAAN paling enak di negeri ini adalah menjadi pengangguran. Saya tidak sedang bercanda. Ketika menjadi pengangguran, anda memiliki kebebasan yang sebebas-bebasnya hingga membuat anda merdeka untuk memilih mau tidur jam berapa atau bangun jam berapa. Anda tidak dikejar target untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, Anda bebas dari semuanya dan bisa tidur nyenyak seperti bayi.

Seorang penganggur merdeka dari tekanan siapapun yang disapa bos. Tidak ada yang akan menelepon sambil marah-marah karena pekerjaan anda tidak beres. Tidak ada yang komplain atas keterlambatan anda dalam mengerjakan sesuatu, tidak ada yang ngamuk ketika anda melakukan kesalahan. Sebagai pengangguran, anda bebas mengendalikan diri anda. Anda menikmati kemerdekaan, lepas dari segala belenggu.

Kalaupun ada yang membatasi, maka itu adalah dunia sosial yang jengah melihat anda bermalas-malasan setiap hari. Dunia sosial mendefinisikan pengangguran sebagai stigma negatif. Ebenarnya, ini adalah kategorisasi yang aneh sebab di saat bersamaan mendefinisikan para para pekerja kantoran sebagai tipe sukses. Padahal, para pekerja kantoran itu adalah para budak kota yang setiap saat dihardik dan dipecut bagai kuda untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Seorang penganggur adalah seseorang yang bisa tidur nyenyak setiap saat, meskipun bukan di hotel mewah. Anda tak perlu membeli pil Lelap atau mengonsumsi narkoba sebagaimana para bos yang ingin bisa tidur lelap. Anda cukup berbaring di satu tempat, kemudian memejamkan mata, dan sekian detik berikutnya, anda sudah pulas. Anda punya kemerdekaan, sesuatu yang amat mahal bagi para pekerja kantoran lainnya. Dan anda memiliki kemerdekaan itu dengan gratis, tanpa harus mengeluarkan banyak uang seperti para bos.

Seorang kawan bertutur bahwa pilihan menjadi pengangguran adalah sesuatu yang membawa konsekuensi. Kita mesti terbebaskan dari hasrat-hasrat narsis atau keinginan membeli barang-barang mahal. Maklumlah, teman tersebut bukan anak orang kaya semacam Jusuf Kalla atau Aburizal Bakrie. Makanya, ia sering kehabisan duit dan hidup dengan ikat pinggang yang selalu ditarik. Ia tak mau memelas, dan memilih tetap tegar dengan kemiskinannya. Saya sering geleng kepala. Sudah miskin, kok masih sombong dengan dirinya. Hehehehe...

Setidaknya, ia memiliki kebebasan. Sesuatu yang amat mahal bagi banyak orang. Tul nggak?

1 komentar:

bentrok mengatakan...

Inspiratif, imajinatif, saya sampai melihat diriku beberapa bulan ke depan dari tulisan ini. Makasih kak, dan semoga tiap pengangguran tetap dapat merasa bebas seperti tulisan ini.

Posting Komentar