SAYA ingin memiliki modem internal. Tapi harganya cukup mahal, dan saya khawatir kalau-kalau saya bakal meninggalkan Makassar. Entah kenapa, sejak memutuskan untuk menetap di Makassar, saya seolah ada feeling bahwa tak lama lagi saya meninggalkan kota ini. Saya ada perasaan bahwa saya akan pindah tempat. Tapi, saya sendiri tidak tahu akan pindah ke kota mana. Semuanya bergantung pada di mana pintu-pintu rezeki membuka untuk saya. Ketika pintu itu terbuka di Jakarta, maka saya siap saja kembali ke kota itu. Demikian pula ketika pintu itu membuka di Bau-Bau, saya siap saja kembali ke daerah.
Terus terang, saya bahagia dengan Makassar. Kota ini menyediakan segala yang saya butuhkan. Namun, kota ini belum menyediakan satu pekerjaan tetap buat saya. Hari-hari yang saya lewati adalah membuka peluang sebanyak-banyaknya. Hari-hari yang saya lewati adalah menanam harapan agar kelak akan ada buah yang dipetik dari beberapa hal yang sedang saya lakukan di kota ini. Masalahnya adalah saya mulai lelah dan ingin berpikir statis. Tiba-tiba saja saya jadi pragmatis dan ingin melalui saja semuanya dengan sederhana, tanpa jauh melambungkan idealisme.(*)
0 komentar:
Posting Komentar