SEBUAH benda yang pernah kita miliki bisa mendatangkan getar tersendiri bagi kita. Benda itu laksana sebuah laci yang menyimpan banyak ingatan kita tentang sesuatu, pada suatu masa. Hari ini, saya bertemu dengan sebuah motor yang dulunya tiap hari saya gunakan. Benda itu punya memori yang tertancap kuat di benak ini. Benda itu begitu berarti sebab saya membelinya dengan uang sendiri, pada periode ketika saya masih punya pendapatan rutin setiap bulannya.
Saya memberi nama motor jenis Suzuki Smash itu dengan sebutan Portkey. Suatu hari, saya pernah naik motor itu dari kosku di Jalan Cenderawasih, menuju ke pondokan Dwi. Tiba di Pondokan, saya lalu singgah di wartel dan menelepon Dwi. Saya sedikit berbohong dan berkata bahwa saya baru mau berangkat. Tiga menit berikutnya, saya lalu mengetuk pintu kamarnya. Ia tersentak karena mengira saya baru mau bergerak ke situ. Saya jawab kalau saya naik Portkey. Dalam kisah Harry Potter, Portkey adalah medium untuk berpindah tempat. Semacam lorong waktu yang memintas jarak, ketika kita menyentuhnya, maka saat itu juga bisa melontarkan kita ke suatu tempat.
Mendengar kata Portkey, Dwi langsung tidak percaya, namun wajahnya masih penasaran. Tak lama kemudian, ia lalu tersenyum riang dan menjawab, “Pasti Potkey-nya berbentuk motor. Iya khan..” katanya. Mulai saat itulah saya menamai motor itu dengan nama Portkey.
Hari ini saya melihat Portkey sedang parkir di belakang motor baru yang belum lama saya beli. Saya tak bisa berkata-kata. Ada banyak kenangan yang melintas di kepala ini tatkala melihat motor itu. Saya membayangkan sebuah periode ketika motor itu mengisi banyak hal dalam hari-hari yang saya lalui. Saya membayangkan pengalaman bersama motor itu, menyusuri sudut-sudut kota Makassar, bergaul erat, dan mengisi hari-hari dengan banyak hal. Motor itu membekukan ingatan dan menghamparkannya ke dalam kepala saat menyaksikannya.
Saya membayangkan andai saja motor itu manusia, mungkinkah ia akan berteriak girang melihat saya? Mungkinkah ia akan melepaskan rindu pada seseorang yang menjadi tangan pertama memakainya ketika keluar dari toko, kemudian rapi memelihara, dan mengajaknya keliling kota. Ada juga rasa sedih ketika melihat motor itu. Andaikan dia manusia, mungkin saya ingin minta maaf karena pernah menjualnya. Saya ingin minta maaf karena pernah menelantarkannya. Saya ingin menjelaskan bahwa berkat dirinya, saya bias menuntaskan kuliah di Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Yah… motor itu menyimpan lapis kenangan. Andai saya punya banyak duit, saya ingin membeli, kemudian mengoleksinya di rumahku. Ingin saya perlihatkan kepada anak-anak saya kelak bahwa motor ini berjasa besar kepada bapaknya. “Motor ini membuat bapakmu berhasil jadi orang…” khayalku.(*)
0 komentar:
Posting Komentar