Diundang ke Apartemen Casablanca

HARI ini saya diajak teman ke Apartemen Puri Casablanca. Saat memasuki bangunan apartemen, saya langsung terpengarah. Serasa memasuki dunia lain dengan dinamika yang berbeda. Apartemen ini seperti rerimbunan gedung tinggi yang terletak di Jalan Casablanca. Ada sekitar empat bangunan tinggi yang berdekatan hingga nampak seperti kumpulan gedung yang tertata rapi dan mengelilingi area publik seperti kolam renang, lapangan glof, area bermain, olahraga serta jalan kaki. Bangunan-bangunan di situ nampak sangat mewah dan eksklusif, yang untuk memasukinya kita harus melewati dua lapis security yang memeriksa semua kendaraan masuk hingga ke dasarnya. Masyarakat kota memang selalu membangun tembok-tembok ketakutan. Sebuah kawasan eksklusif adalah kawasan steril yang hidup lepas dari dunia sosial. Interaksi tidak berjalan karena warga apartemen harus jauh dari dunia sosial.

Saya merasa seakan memasuki dunia yang berbeda. Serasa hotel, namun ini adalah kompleks tinggal. Bagaimanakah perasaan mereka tinggal di bangunan yang sesungguhnya terisolasi seperti ini? Apakah mereka stress? Saya bertanya dalam hati. Saya lalu singgah ke Gedung C. Memasuki lobi gedung, saya disapa seorang gadis cantik yang kemudian bertanya hendak menemui siapa. Meskipun saya menjelaskan bahwa kedatanganku sudah ditunggu, namun sang gadis tidak terlalu memperhatikan keteranganku. Ia lalu menelepon wanita yang hendak kutemui. Ketika wanita yang diteleponnya mengiyakan kedatanganku, gadis cantik tersebut menyilahkanku untuk naik. Saya selalu berpikir, inikah dunia yang asosial?

Nantilah saya lanjutkasn cerita ini…..

5 komentar:

Anonim mengatakan...

Ikut nimbrung lagi. Hihi... Saudara Yusron salam kenal dari sontoloyo demak. Akhirnya saudara menemukan saya. Hihi... Saya mau ngasih sedikit comment tentang dunia yang saudara anggap baru dan aneh itu. Generally speaking, saya menemukan bahwa definisi asosial yang saudara maksudkan perlu ditinjau ulang. Mungkin itu relatif tergantung perspektif mana saudara ambil. Saya sendiri percaya bahwa terkadang penampilan luar bisa jadi menipu. Banyak faktor berpengaruh.. Contohnya, mungkin alasan kenyamanan, keamanan dan privacy. Setahu saya, orang yang menghargai waktu biasanya menganggap waktu cepat berlalu, karena mereka rigid dengan target-target harian. Dengan kata lain, mereka disiplin sekali. Kalau adjectivenya disebut punctual, kalau nounnya mungkin punctuality artinya selalu tepat waktu. Mereka datang 15 menit sebelum sebuah kegiatan dimulai. Dan mereka all out dalam bekerja (bisa sampai malam) dalam 5 hari kerja. Karena itu weekend (baca: jumat malam sampai minggu malam) mereka pergunakan maksimal untuk refreshing dan berkumpul keluarga. Jadi hari senin kembali bekerja dengan jiwa yang baru. Tidak seperti kita, datang telat, tugas ngerjain pas mau dead-line, kalau kerja berharap hari jumat cepat datang, kalau weekend ga terpola, akhirnya ya wassalam (baca: benci hari senin). Di Indonesia saya salut dengan Profesor Gotty Arsitektur UI. Pas saya sempat kerja bareng sama beliau, saya salut dan acungi jempol. Pulang kalu kerja sudah beres, luar biasa. Saya loss contact dengan pak gotty sekarang ini. Beliau adalah orang yang membangkitkan semangat saya, dikala saya sempat putus asa dan mulai tidak percaya pada kekuatan hati. Ternyata pelajaran yang saya terima, kita mau jadi apa dan ingin meraih sukses apa itu tergantung spirit. Kalau aboriginal people bilang itu "Good Spirit" dan itu adalah keyakinan yang kita bentuk sendiri. Saya teringat cerita anak aborigin yang pemalu, tetapi begitu menemukan kepercayaannya, pasa ritual dari anak menjadi dewasa dia tidak mempresentasikan jadi emu atau kangoroo, tetapi dia menjadi eagle yang mempunyai sayap kuat dan sayap itu mempunyai api yang berkobar-kobar. Saya berharap, jiwa kita akan selalu berkobar-kobar dalam menuntut ilmu. Namun demikian saya percaya bahwa orang menuntut ilmu ada jalannya masing-masing. Tapi semuanya bermuara pada satu titik. Titik itu adalah kebijaksanaan. Dari situlah lahir jiwa "moderat" pada diri sesorang. Dari situlah ilmu berakar. Dan semua itu kemungkinan besar dilakukan dengan selalu mendiskusikan sesuatu, mengkritisi sesuatu, dengan menghindarkan subjektivitas, judgment, over generalization. Selalu mencari sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan berdasar atas pepatah jawa yang mengatakan "Supposing is good, but finding is better..". Teruslah mencari.. Teruslah mencari.. Buktinya saudara dah menemukan saya pada akhirnya. Hihi...

Sontoloyo Demak
Bubeng Siauw Cut (temannya Djio It Beng alumni anak kajian amerika)

Yusran Darmawan mengatakan...

bagaimana anda tahu bahwa saya telah menemukan anda?

Anonim mengatakan...

Dalam mimpi saya, kita bertemu dan berdiskusi banyak hal..

Unknown mengatakan...

Merinding disko

IDProperti.com mengatakan...

Artikel Bagus! Terima Kasih sudah berbagi, salam kenal dari :
IDProperti - Pasang Iklan Properti

Mampir ya :)

Posting Komentar