BERKUNJUNG ke Desa Patte’ne tidak terlalu membangkitkan hasrat religiusitas. Daerah yang terletak di dekat Daya ini sejatinya adalah pusat pertumbuhan tarekat Khalwatiyah, sebuah tarekat yang diperkenalkan oleh ulama besar yang meninggal di Cape Town, Afrika, Syekh Yusuf Al Makassari. Sayang sekali, serpih khalwatiyah itu tak terlalu nampak saat menyusuri Patte’ne. Yang ada hanyalah suasana yang tak jauh berbeda dengan jalan-jalan di tempat lain.
Saat menyusuri jalan di Patte’ne, tak ada sedikitpun tanda bahwa di situ adalah pusat tarejat. Rumah-rumah penduduk tidak begitu menyolok sebagaimana lazimnya di tempat lain. Banyak motor yang berseliweran di jalan utama di situ. Beberapa kali saya melirik perempuan yang melintas dengan pakaian yang sempit hingga menampakkan lekuk tubuhnya serta celana pendek yang menonjolkan bentuk tungkainya yang indah. Saya lalu bertanya dalam hati, apakah ini memang Patte’ne yang masyhur itu, atau apakah kemasyhuran Patte’ne hanyalah imajinasi liarku belaka? Saya tak paham. Barangkali Patte’ne menyimpan banyak hal yang mesti dieksplorasi lebih jauh, Mungkin penduduknya sangat bersahaja sehingga tak mau menampilkan sosok religiusitas. Mereka bersahaja dan berdoa secara diam-diam. Tidak over acting seperti penganut aliran lainnya..
Pada saat menyusuri jalan di pusat pengembangan tarekat khalwatiyah ini, saya menyaksikan banyak warga yang membangun lapak-lapak buat pedagang. Lapak itu dibangun dari bambu yang dibangun hingga menyerupai dangau atau gubuk yang ada di tengah sawah. Sepanjang jalan menuju masjid keramat di situ, dipenuhi dengan lapak-lapak bambu yang membentuk petak-petak. “Rencananya, petak ini mau disewakan sama pedagang. Di sini, setiap acara maulid, selalu rame dengan banyak orang. Makanya, banyak pedagang yang datang di sini,” kata Andi Alim, salam seorang warga di situ saat kutanyai.
Bagi penganut tarekat Khalwatiyah, momentum maulid adalah momentum yang sangat penting dan sakral dalam tradisi mereka. Rasulullah dipandang sebagai sentrum atau pusat perkembangan ajaran sehingga menjadi inspirasi yang tak pernah surut. Rasulullah sipandang sebagai manusia sempurna yang segala prilaku dan tindakannya menjadi teladan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Makanya, mereka menggelar sejumlah ritual berupa zikir untuk mengenang lahirnya Rasulullah. Momen zikir ini dilaksanakan secara massal dan menghadirkan seluruh penganut tarekat dari segala penjuru di tanah air hingga manca negara. “Kalau luar negeri, banyak jamaah dari Malaysia yang datang. Biasanya mereka carter kapal khusus dan tinggal di rumah penduduk di sini,” kata Alim.(*)
Saat menyusuri jalan di Patte’ne, tak ada sedikitpun tanda bahwa di situ adalah pusat tarejat. Rumah-rumah penduduk tidak begitu menyolok sebagaimana lazimnya di tempat lain. Banyak motor yang berseliweran di jalan utama di situ. Beberapa kali saya melirik perempuan yang melintas dengan pakaian yang sempit hingga menampakkan lekuk tubuhnya serta celana pendek yang menonjolkan bentuk tungkainya yang indah. Saya lalu bertanya dalam hati, apakah ini memang Patte’ne yang masyhur itu, atau apakah kemasyhuran Patte’ne hanyalah imajinasi liarku belaka? Saya tak paham. Barangkali Patte’ne menyimpan banyak hal yang mesti dieksplorasi lebih jauh, Mungkin penduduknya sangat bersahaja sehingga tak mau menampilkan sosok religiusitas. Mereka bersahaja dan berdoa secara diam-diam. Tidak over acting seperti penganut aliran lainnya..
Pada saat menyusuri jalan di pusat pengembangan tarekat khalwatiyah ini, saya menyaksikan banyak warga yang membangun lapak-lapak buat pedagang. Lapak itu dibangun dari bambu yang dibangun hingga menyerupai dangau atau gubuk yang ada di tengah sawah. Sepanjang jalan menuju masjid keramat di situ, dipenuhi dengan lapak-lapak bambu yang membentuk petak-petak. “Rencananya, petak ini mau disewakan sama pedagang. Di sini, setiap acara maulid, selalu rame dengan banyak orang. Makanya, banyak pedagang yang datang di sini,” kata Andi Alim, salam seorang warga di situ saat kutanyai.
Bagi penganut tarekat Khalwatiyah, momentum maulid adalah momentum yang sangat penting dan sakral dalam tradisi mereka. Rasulullah dipandang sebagai sentrum atau pusat perkembangan ajaran sehingga menjadi inspirasi yang tak pernah surut. Rasulullah sipandang sebagai manusia sempurna yang segala prilaku dan tindakannya menjadi teladan dalam mengarungi bahtera kehidupan. Makanya, mereka menggelar sejumlah ritual berupa zikir untuk mengenang lahirnya Rasulullah. Momen zikir ini dilaksanakan secara massal dan menghadirkan seluruh penganut tarekat dari segala penjuru di tanah air hingga manca negara. “Kalau luar negeri, banyak jamaah dari Malaysia yang datang. Biasanya mereka carter kapal khusus dan tinggal di rumah penduduk di sini,” kata Alim.(*)
3 komentar:
Terima kasih atas ilustrasinya ttg Desa Patte'ne, memang itulah kekeringan relijiusitas bangsa kita sekarang, tak ada bedanya dg desa saya di Demak, Jawa Tengah. Saudaraku, bagaimana caranya mubai'ah/ baiat Thariqah Khalwatiyah, untuk pencerahan spiritual.
Saya lihat g ada respon dari penulis. biar saya yang respon..
caranya harus ikhlas dulu, artinya pertama ikut dulu tata caranya sebab untuk mencintai sesuatu harus kenal dulu....tak kenal maka tak sayang. ok
patte'ne bukannya daerah maros ya? bukan jl pattene yg di daya itu
Posting Komentar