Arsip sebagai Jendela Masa Silam

HARI ini saya singgah ke gedung arsip di Jl Perintis Kemerdekaan, Makassar. Niatku untuk menyaksikan sejumlah arsip tentang Buton pada tahun 1965-1970. Saya ingin menelusuri catatan-catatan untuk menjelaskan sejumlah kejadian yang ada di masa tersebut. Saya berharap ada sesuatu yang menarik dan penting di situ.

Saya agak tercengang saat melihat begitu banyaknya arsip yang dikelola dan disimpan di lembaga tersebut. Semua arsip itu disimpan dalam format yang rapi dan disimpan secara digital sehingga memudahkan proses pencarian. Sayangnya, arsip yang disimpan secara digital tidak terlalu banyak. Sebagian besar arsip yang ada masih dikelola secara manual: dicatat dalam buku katalog sehingga memudahkan proses pencarian. Aturan yang berlaku di sini adalah para pengunjung tidak diizinkan memasuki ruang arsip. Mereka hanya boleh membuka katalog, kemudian menuliskan arsip yang dikehendaki. Selanjutnya, petugas arsip yang akan membawakan arsip tersebut untuk dibaca ditempat.

Ini adalah pengalaman pertama bagiku mengunjungi gedung arsip. Saya agak penasaran apa sesungguhnya yang disimpan di gedung itu. Bagiku, masa lalu adalah sebuah misteri dan lorong yang susah dikenali. Masa lalu seakan pergi begitu saja dan sesekali hadir kembali lewat tuturan generasi kini yang suka mengatasnamakan masa lalu. Melalui arsip, masa lalu tidak beringsut begitu saja. Arsip bisa menjadi jembatan untuk mengenali apa yang sesungguhnya terjadi pada masa lalu sekaligus menjadi rujukan untuk melakukan sesuatu di hari ini.

Makanya, tradisi ilmiah kita tidak banyak mengajarkan betapa pentingnya mengelola arsip. Arsip adalah catatan yang bisa menjadi jejak kehadiran serta merekam suasana yang berdenyut pada suatu masa. Sebuah arsip bukanlah artefak yang beku, melainkan hidup dan memiliki kisah tentang sesuatu. Ia lahir dari satu periodisasi sejarah tertentu dan bisa menggambarkan dinamika serta interaksi sosial yang pernah terjadi pada suatu masa. Sebuah arsip tidaklah netral. Arsip lahir melalui kepentingan dan kontestasi mereka-mereka yang punya kepentingan dengan persoalan kearsipan.

Pengalaman menyaksikan banyak arsip itu sungguh berharga bagi saya. Mudah-mudahan, suatu saat saya bisa menyibak banyak misteri di masa silam untuk dilihat realitasnya pada masa kini. Mudah-mudahan arsip bisa menjadi jendela untuk melongok dan berdialog dengan masa silam, kemudian menentukan apa yang terjadi di hari ini. Bukankah sastrawan Jerman, Goethe, pernah bilang bahwa mereka yang tidak bisa mengambil hikmah dari masa 3.000 tahun adalah mereka yang hidup tidak dengan akalnya??

Makassar, 19 Maret 2008
Pukul 22.11 (disaat sendirian di ruang rapat eLSIM)

0 komentar:

Posting Komentar