Yang Kusuka di Kota Makassar
![]() |
buku yang dibeli hari ini |
YANG kusuka dari Kota Makassar adalah
energi besar dari warganya untuk mencipta dan melahirkan karya-karya bagus.
Jumlah mereka tak banyak, namun jika kubandingkan dengan kota-kota lain, hanya
di Makassar, aku bisa merasakan hasrat besar untuk menuliskan gagasan lalu
membuatnya abadi di sepanjang zaman.
Memang, Makassar sedang dipenuhi ancaman
dari geng motor. Banyak juga ancaman tentang kekerasan, serta amarah yang
dengan begitu mudahnya melepas badik keluar dari sarungnya. Tapi di sini juga
ada kelembutan serta semangat belajar yang tinggi. Ada beberapa orang yang
kukenal menyimpan magma belajar serta menulis yang membuatku iri setengah mati.
Beberapa di antaranya telah berkibar di level nasional, namun tetap tak mau
kehilangan identitasnya sebagai orang Makassar.
Mungkin, semangat mengagumkan ini lahir
dari rahim budaya dialektis yang banyak memberi ruang bagi perbedaan gagasan.
Barangkali, iklim diskusi sudah sedemikian kokoh di tempat ini sehingga menjadi
lahan subur bagi tumbuhnya kecambah-kecambah hasrat ingin tahu yang lalu
menguatkan pohon ilmu pengetahuan. Yang pasti reproduksi pengetahuan di
Makassar ibarat bunga yang terus memekar dan wanginya semerbak.
Satu hal yang kusayangkan, akademisi
Makassar tidak secepat para penggiat kebudayaan dalam merespon dinamika. Para
akademisi justru jalan di tempat, mandek karya, terjebak pada rutinitas dan
riset pesanan, serta hanya bisa berbicara dari sudut yang ‘common sense.’
Mereka tak sejeli beberapa sahabat di Kampung Buku dan Ininnawa (beralamat di Jalan Abd
Daeng Sirua) yang tekun melahirkan buku-buku bagus, membentuk jejaring dengan
para peneliti, lalu belajar bersama-sama dalam dunia indah yang penuh dengan
aksara.
Makassar, 16 September 2014
seusai membeli buku-buku lokal yang bagus.