REVIEW: Leap: Menuju Inovasi Berkelanjutan


Berkali-kali kalah, namun dia tidak pernah menyerah. Pelompat jauh Mike Powell selalu berada di belakang Cark Lewis. Dia seakan ditakdirkan sebagai pecundang. 

Namun dia tak pernah menyerah. Dia terus mengasah ototnya di gym. Dia mengasah taktik dan strategi di lintasan. Dia pun selalu membayangkan akan melompat hingga titik terjauh dan menciptakan rekor dunia.

Di tahun 1991, di usia 23 tahun, dia sukses mencapai mimpinya. Dia menciptakan rekor dunia baru, dan berhasil mengalahkan Lewis. Kisah Powell menjadi pintu masuk untuk menjelaskan bagaimana transformasi bisnis bekerja. 

Dalam buku terbaru Rhenald Kasali berjudul Leap, bisnis punya siklus seperti pelompat jauh. Dimulai dari fase Run Up, di mana perusahaan baru mulai dan mengasah SDM, serta memanam komitmen untuk mengelola proyek lebih besar.  

Selanjutnya, fase Flight, di mana perusahaan melayang jauh dan mengambil risiko. Perusahaan harus agile atau lincah mengelola semua risiko. Setelah itu Landing, di mana perusahan masuk fase aman, lalu menvari peluang dan partner baru agar tetap melenting.

Di buku ini, saya menemukan banyak kisah bisnis, yang ternyata bergeser dari visinya ketika pertama didirikan. kalbe Farma dulu cuma berdagang obat dari garasi rumah. 

Pemiliknya merasa tidak akan pernah melompat, hingga memberanikan diri untuk membangun pabrik. Kini, perusahaan itu menjadi penyedia solusi kesehatan yang terintegrasi.

Samsung yang didirikan Lee Byung-chul awalnya cuma berbisnis makanan, tekstil, asuransi, dan sekuritas. Perusahaan ini melakukan leap dengan masuk ke peralatan elektronik. Kekuatan perusahaan ini adalah memiliki tim deainer dengan skill dewa, sehingga produk biasa-biasa bisa dikemas menjadi begitu menarik. 

Kekuatan Samsung adalah menempatkan desain, perpaduan estetika, modernitas, dan fungsi, sebagai backbone semua produknya.

Nokia awalnya perusahaan pembuatan bubur kertas, lalu melakukan Leap dengan beralih ke produk telekomunikasi.Microsoft awalnya mereparasi komputer di garasi rumah, kemudian melakukan Leap dengan meluncurkan sistem operasi Windows 1 hingga Windows 95 yang inovatif.

Google awalnya perusahaan search engine yang kemudian berubah jadi perusahaan teknologi dengan ragam produk teknologi paling lengkap, inovatif, dan praktis. 

Demikian juga Tik Tok, yang awalnya perusahaan penyedia media sosial, menjadi perusahaan yang memberi pengalaman berjualan dan belanja.

Yang paling membuat saya tertarik adalah kisah Alfamart yang didirikan seorang lulusan SMP Djoko Susanto, yang bisnisnya jualan rokok, kemudian diajak gabung oleh Putera Sampoerna. 

Djoko minder karena dirinya cuma lulusan SMP. Tapi Putera Sampoerna tetap percaya dengannya, hingga diajak untuk membangun usaha ritel Alfa Gudang Rabat.  

Setelah itu Take Off dengan membangun Alfamart. Tahun 2002, Djoko memiliki 17.813 gerai Alfamart, serta 2.985 milik anak peusahaan. Bahkan dia mendirikan 1.400 gerai Alfamart di Filipina.

Pelajaran penting yang saya dapatkan, bisnis harus selalu dinamis. Mindset harus selalu berubah, sehingga selalu relevan di setiap zaman. 

Di titik ini, keberanian mengambil risiko serta passion dalam membaca tanda-tanda zaman menjadi penting sebagai pembeda. Di titik ini, berlaku kalimat, “If you risk nothing, then you risk everything.” 

Persis kata Neil Amstrong saat pertama kali menginjak kaki di bulan, “That’s one small step for a man, one giant LEAP for mankind.”

Bacaan bagus di akhir pekan. Ayo melenting Abang!



0 komentar:

Posting Komentar