Di sela-sela kesibukan jadi karyawan di tiga kantor, juga di sela-sela aktivitas melatih kucing, saya menerima tawaran untuk menulis buku mengenai perjalanan Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, selama dua periode.
Sebelumnya, saya juga yang menulis kisah Nur Alam, Gubernur Sultra sebelumnya. Saking sukanya buku itu, sampai-sampai dicetak berkali-kali olehnya dan dihadiahkan kepada siapapun yang menemuinya.
Sebagai profesional dan pekerja kreatif, tentunya saya selalu terbuka untuk kolaborasi dengan siapa saja. Apalagi menyangkut pimpinan daerah.
Betapa ruginya menjabat, tapi tak ada satupun jejak yang mengabadikan pikiran dan tindakan.
Betapa ruginya menjabat, jika waktu hanya habis untuk kasih sambutan2, gunting pita peresmian pos kamling, sibuk mencari fee dan mengeruk, lalu lupa meninggalkan jejak bagi sejarah dan peradaban.
Sebab masa jabatan hanya sementara, sedangkan jejak tertulis akan abadi. Kata pribahasa Latin: “Verba volant, scripta manent.” Kata-kata lisan akan berlalu, sementara tulisan akan abadi.
Untuk buku ini, saya bekerja dengan tim yang keren. Ada Pak Sekda Provinsi, ada pula kk Deasy Tirayoh , mentorku di dunia menulis fiksi. Ada kak Akhmad Dani sebagai periset, juga kak aldo sebagai grafis dan layouter keren. Entah ini buku saya yang ke 28 ataukah 29. Mungkin 30. Lupa.
Setelah ini, saya masih punya agenda menulis. Ada seorang menteri mengajukan penawaran melalui stafsusnya, tapi belum ada kata sepakat soal budget. Dia ingin dua dijit, saya bersikukuh dibayar tiga dijit. Take it or leave it. (ciee...)
Jika kesepakatan batal, saya ingin menulis hal-hal yang belum pernah saya kerjakan. Saya ingin menulis fiksi, dongeng, hikayat, atau cerita lucu. Belum tahu topiknya apa. Pengennya sih cerita seorang pendekar tampan yang digilai banyak cewek, sakti mandraguna, dan kaya raya.
Kok gue banget yaa…
0 komentar:
Posting Komentar