Miftahul Anwar


Pernah ada masa kita setiap hari selalu tumbuh bersama. Pernah ada masa kita saling membesarkan. Sejak kamu masuk kampus Unhas di tahun 1999, kita sudah saling mengenal dan menghabiskan waktu bersama.

Pernah kita saling ribut. Saat itu, saya kelepasan kalimat: “Saya yang angkat kau dari comberan.” Rupanya kau tertawa ngakak dan mengiyakannya. Kepada banyak orang kau mengulang kalimat itu. Padahal itu cuma kalimat spontan saat sedang ribut.

Saya bersaksi dirimu adalah seorang adik yang paling baik dan paling suka membantu. Saat dibutuhkan, kau selalu hadir. Tak pernah terdengar keluhan, kecuali tawa dan canda. Kamu selalu bisa membahagiakan banyak orang.

Jalan sejarah menuntunmu untuk menjadi aktivis dan demonstran. Hari-harimu adalah turun ke jalan untuk memprotes pemerintah, tentunya di sela-sela itu dirimu ingin melindungi adik Uci yang juga turun ke jalan. Kamu memang heroik.

Pernah ada masa kamu dicari banyak wartawan, saat berani mengusir Jenderal Wiranto yang sedang pidato di kampus Unhas. Kamu mengajukan tuntutan lalu mengusir Wiranto. Itu tindakan paling berani mahasiswa Unhas yang belum bisa ditandingi hingga masa kini. 

Saat itu, saya masih menjadi wartawan, yang tiba-tiba mendapat tugas untuk mewawancarai dirimu. Redakturku memujimu setinggi langit. Saya diam saja, pura-pura tidak kenal. Dalam hati, saya berbisik, “Saya yang mengangkatnya dari … (ups).

Beberapa hari lalu, saya melihat fotomu yang sedang terbaring di satu rumah sakit. Saya nyaris tak percaya, dirimu yang begitu kuat dan kokoh, tiba-tiba terbaring tak berdaya. Hingga pagi ini, saya membaca namamu disebut banyak orang saat mengucap belasungkawa.

Saya tak ingin terjebak dalam sedu sedan. Kata seorang kawan di Afrika, kematian adalah sesuatu yang tidak seharusnya dirayakan dengan bersedih. 

Kematian harus dihadapi dengan tegar, sebab seseorang sedang pindah ke kehidupan yang baru, berlayar menggapai keabadian, lalu menjemput takdir. Kematian adalah perjalanan.

Saya yakin, kamu di sana sedang tersenyum sembari melihat betapa banyaknya kasih dan cinta yang melepasmu. Di sana, kamu tak lagi berdemonstrasi, sebab telah menemukan kebahagiaan sejati dalam pelukan Yang Maha Menggenggam. 

Kamu telah menyatu dengan semesta, sembari menjadi bintang, bulan, dan malam yang mengawasi kehidupan hari ini.

Selamat jalan adindaku Green Cemara sahabatku, kawan seiring seperjuangan, juga kawan yang pernah mengayunkan pedang bersama.


0 komentar:

Posting Komentar