LATHI


Dalam bahasa Jawa, lathi bermakna lidah. Dalam percakapan, lathi sering menjadi kiasan dari ucapan. Selama beberapa bulan terakhir, lathi menjadi kosa kata bahasa Jawa yang sangat populer di dunia maya. What?

Lathi adalah judul lagu yang dibuat kelompok music Weird Genius yang dinyanyikan rapper asal Surabaya, Sara Fajira. Satu bait lagu ini memakai bahasa Jawa yakni: "Kowe ora iso mlayu saka kesalahan. Ajining diri ana ing LATHI.” Maknanya: “Kamu tidak bisa lari dari kesalahan. Kehormatan diri ada pada ucapannya.”

Lagu ini menjadi fenomena musik di tahun 2020. Di Youtube, video klip lagu ini ditonton sebanyak 95 juta orang dalam waktu 7 bulan, satu capaian yang fantastis. Lagu ini memecahkan rekor di Spotify Indonesia sebagai lagu lokal yang menjuarai tangga lagu Indonesia Top 50 dengan durasi terlama. Voice of America (VOA) mencatat, lagu Lathi telah di-download sebanyak 150 juta kali di berbagai platform digital.

Popularitas Lathi pun dilaporkan berhasil memuncaki sejumlah tangga lagu di negara lain, mulai dari Singapura, Malaysia, Hong Kong, hingga Taiwan. Bahkan di luar negeri, lagu itu juga masuk dalam jajaran Global Viral 50 Spotify dan mencapai peringkat ke-2.

Popularitas Lathi menjalar hingga Tik Tok. Banyak orang ikut dalam apa yang disebut Lathi Challenge, yakni membuat video ala klip Lathi yang menampilkan wajah seram. Video itu menjadi semacam wabah yang melanda muda-mudi Malaysia sehingga seorang ustad menyebut ada kalimat pemanggil setan di lagu itu. Lagu itu dianggap haram. Ramai pula perdebatan di Malaysia, namun semuanya mengakui betapa kreatifnya orang Indonesia mencipta seni yang mendunia.

Puncaknya, wajah para personel Weird Genius dipampang di billboard yang berada di Times Square New York. Mereka adalah Reza Arap, Eka Gustiwana, dan Gerald Liu. Lihat wajah mereka. Mereka bukan bule. Mereka asli orang Indonesia yang menulis lirik dalam bahasa Inggris dan bahasa Jawa, menampilkan gamelan, wayang, kuda lumping. Mereka menggabungkan musik elektronik dengan gamelan dalam varian Electronic Dance Music (EDM).

Mereka mendunia. Banyak DJ dan musisi dunia ingin bekerja sama. Mereka sukses go international, menyusul beberapa penyanyi lain seperti Anggun dan Agnez Mo. Bedanya, mereka tak perlu ke luar negeri dan bekerja sama dengan label asing. Mereka berkarya di Indonesia, menggabungkan unsur-unsur tradisional Indonesia, lalu menggunakan media sosial sebagai tools untuk membawa karya mereka mendunia.

Lagu Lathi menjadi salah satu ikon budaya Indonesia yang mendunia. Para personel Weird Genius tahu bagaimana membuat sesuatu viral di ranah global. Mereka mencipta lagu dalam bahasa Inggris, memasukkan unsur tradisi yang eksotis bagi bangsa luar, juga membuat musik yang kekinian.

Lagu Lathi dinyanyikan ulang atau di-cover oleh penyanyi luar negeri. Betapa serunya menyaksikan para penyanyi bule berusaha melafalkan bahasa Jawa dengan tepat. Selama ini, orang bule yang menertawakan kita yang berusaha belajar bahasa Inggris dengan pengucapan yang aneh. Kini, kita balik yang menilai pronounciation mereka saat melafalkan bahasa Jawa.

Selama ini, kita yang berusaha meniru barat. Internet telah membuat situasi perlahan berbalik. Kini, ada masanya barat yang berusaha menjadi diri kita. Dalam konteks budaya, tidak selalu yang dominan mempengaruhi minoritas, ada masanya dominan justru berusaha meniru minoritas. Lihat saja fenomena Korean Wave saat banyak warga dunia menjadi follower lagu-lagu hingga drama Korea, padahal bahasa Korea hanya dituturkan sebanyak 51 juta orang di semenanjung Korea.

Namun apakah kita memang minoritas? Guys.. Lihatlah Youtube dan semua platform digital hari ini. Warga paling heboh selalu netizen Indonesia. Populasi Indonesia adalah keempat terbanyak di dunia. Penduduk kita 260 juta orang, dibandingkan Malaysia yang hanya 30-an juta.

Banyak artis luar yang mengincar pasar Indonesia. Di dunia digital, tidak penting dari mana Anda berasal, sebab setiap klik atau follower bernilai sama, dari mana pun itu. Apa yang viral di Indonesia akan menjadi trending global. Kita bisa paham mengapa banyak penyanyi Korea yang meng-cover lagu Indonesia. Demikian pula para vlogger Malaysia dan Filipina yang selalu membuat konten tentang Indonesia. Bahkan penyanyi Malaysia terobsesi untuk menembus pasar Indonesia, sebagaimana dilakukan Sitti Nurhalizah.

Di bandingkan Korea, kita tidak punya peta dan arahan apa yang harus dilakukan untuk menembus pasar global. Beda halnya dengan Korea yang dalam buku The Birth of Korean Cool, digambarkan Euny Hong, tentang tekad pemerintahnya menembus budaya global, lalu melakukan riset, kemudian berkoordinasi dengan industri kreatif apa yang harus dilakukan.

Namun tak perlu menunggu negara. Kita gembira dengan munculnya talenta hebat yang bisa mendunia, bisa memaksa warga global untuk belajar bahasa kita. Pada para seniman hebat seperti Weird Genius atau pada Alif Ba Ta, anak muda yang bermain gitar dari kamar kusam, kita letakkan harapan tentang mimpi Indonesia merebut pentas global di dunia tanpa sekat.

Kita bisa perlahan menjemput cita-cita besar yang tertera pada lagu karya Ismail Marzuki: “Indonesia sejak dulu kala. Tetap di puja-puja bangsa.”



0 komentar:

Posting Komentar