Siapa bilang konten viral di internet adalah konten-konten yang receh? Apakah konten viral gak boleh serius dan panjang?
Beberapa bulan lalu, Ferdian Paleka mengunggah konten receh berupa prank pada trans-seksual di Bandung. Kontennya memang viral, tapi membawa risiko sosial dan hukum baginya. Rumahnya didatangi banyak orang. Dia pun harus dibui.
Sebagaimana Ferdian, banyak orang yang mengira konten viral adalah konten yang receh, kurang ajar, dan bodoh. Mereka berharap kontennya viral sebab bisa dimonetasi jadi dollar.
Jika Anda seorang pesohor atau selebriti, Anda tak perlu kerja keras. Namun jika Anda bukan siapa-siapa, butuh kerja keras untuk menjadikan konten Anda viral. Apakah semua konten viral harus receh? Gak juga. Saya banyak menemukan konten-konten bagus dan gak receh yang sering viral.
Di era ini, sekadar berbagai gagasan saja tak cukup. Namun Anda harus bisa menjadikan gagasan itu menyebar ke mana-mana sehingga dibaca banyak orang. Dengan cara itu, Anda bisa menggerakkan perubahan, atau minimal menambah pengetahuan, serta mengubah mindset orang akan sesuatu.
Tentunya, tujuan orang bermedsos beda-beda. Ada yang sekedar curhat, berbagi informasi, atau sekadar eksis. Apa pun jenis kontennya, semuanya punya potensi menjadi viral. Jika gagasan itu viral, maka ide atau pemikiran Anda akan menyebar ke mana-mana. Pemikiran Anda tersebar luas.
Dulu, ketika awal-awal berkompasiana, saya sering menantang diri saya untuk membuat konten yang paling banyak dibaca. Berbagai strategi dicoba, mulai dari judul, kemasan, hingga memasarkan tulisan itu berbagai grup. Di zaman itu, tulisan saya bisa dibaca sampai lebih 10 ribu orang.
Kini, setelah tidak berkompasiana, saya malah heran karena tulisan terpopuler di media itu hanya dibaca ratusan orang. Mungkin, pesaing kian bertambah. Jumlah Kompasianer juga terus bertambah.
Ketika rumus yang sama diterapkan ke blog pribadi, ternyata hasilnya tidak jauh berbeda. Jumlah pembaca tetap membludak. Bahkan konten serius pun tetap viral. Belum lama ini, saya me-review buku, pembacanya bisa puluhan ribu orang.
Kesimpulan saya, internet itu ibarat pasar di mana semua orang datang dengan tujuan berbeda. Tidak semua ingin mencari hal receh. Banyak yang suka hal serius. Banyak yang suka hal positif.
Berdasarkan pengalaman pribadi, ada beberapa syarat untuk membuat konten viral:
Pertama, kenali trending topic. Ini rumus dasar dalam jurnalistik, khususnya di era online. Pahami apa yang lagi ramai dibahas dan dibicarakan netizen. Ketika Anda membuat konten berdasar topik itu, maka potensi untuk dibaca sangat tinggi. Bagaimana caranya tahu apa yang ramai dibahas? Gampang. Cukup lihat apa trending topic di Twitter. Bisa pula pantau Google Trend. Kalau dua hal itu terasa rumit, cukup berselancar di beranda Facebook. Lihat topik apa yang paling banyak dibahas orang-orang.
Jika tak niat untuk membahas trending topic, maka jadikan sebagai pintu masuk untuk membahas apa yang Anda hendak diskusikan. Bikin publik penasaran dengan mengangkat apa yang sedang trending, namun perlahan ajak publik untuk menelusuri gagasan Anda.
Kedua, berani lawan arus. Ini sering menjadi andalan saya. Risiko mengikuti trending topic adalah ada banyak orang yang membahas topik itu. Bayangkan, ada ribuan orang yang berjalan menuju satu titik. Jika Anda ikut arus, maka tidak ada yang peduli dengan Anda. Namun jika Anda memilih jalan berbeda, bahkan jalan sunyi sekalipun, semua orang akan melirik. Minimal ada pertanyaan, mengapa menempuh jalan berbeda?
Dalam konteks menulis, keberanian melawan arus akan membuat Anda diperhatikan. Kesan pertama sudah dimenangkan. Selanjutnya, tulislah gagasan dengan argumentasi yang kuat. Jangan hitam putih memandang persoalan. Ikuti simbol yin yang. Di tengah hitam, ada setitik putih. Di tengah putih, ada setitik hitam.
Di tengah perdebatan, Anda harus punya titik pijak dalam menilainya. Fokus pada argumentasi. Posisikan semua pihak punya kebenaran masing-masing. Atau minimal Anda berprasangka baik pada semua pihak, setelah itu tentukan di sisi mana kamu memilih. Tidak harus memilih satu pihak, tapi Anda bisa memilih posisi berbeda dari keduanya.
Ketiga, kenali audience. Saat membuat tulisan atau konten, kenali siapa yang akan menjadi calon pembaca. Paling bagus adalah pembacanya spesifik. Di Facebook, saya pernah membuat postingan tentang perahu Mandar. Saya pikir postingan itu hanya disukai puluhan orang. Saya tidak menyangka, lebih seribu orang menyukai dan lebih seribu pula membagikannya.
Semakin spesifik, maka semakin langka artikel dengan topik itu. Tulisan akan segera menemukan pembacanya, yang lalu secara suka rela membagikannya ke mana-mana. Makanya, jangan terlalu silau untuk mengejar viral pada ceruk pasar yang besar. Tentukan pembaca lalu buat konten yang sesuai.
Keempat, kemas tulisan sesederhana mungkin. Jika Anda ingin tulisan viral, maka bahasanya harus populer. Publik atau netizen kita punya latar pendidikan yang berbeda. Maka, buatlah konten yang bisa dipahami semua orang, bukan hanya mereka yang sekolah, tapi juga mereka yang tidak sekolah.
Dalam satu kelas menulis, saya pernah disarankan untuk membaca majalah anak-anak agar kemampuan terasah. Sebab jika anak kecil bisa memahami tulisan itu, artinya orang dewasa pun demikian. Buatlah tulisan atau konten yang bisa dipahami semua kalangan, yang pesannya bisa menyentuh banyak orang.
Saya percaya, semakin tinggi kecerdasan seseorang, maka semakin pandai dia mengekspresikan gagasan, semakin sederhana dia menyampaikan ide. Seseorang tidak perlu memakai “bahasa tinggi” sekadar untuk menunjukkan dia hebat, tetapi cukup dengan bahasa sederhana yang sarat makna.
Kelima, Show. Don’t tell. Tulisan yang baik adalah tulisan yang bercerita dan mengantar pembacanya ke pemahaman. Istilah “show, don’t tell” sering jadi patokan bagi jurnalis lapangan. Misalnya, Anda bertemu seseorang yang dianggap cantik. Jangan tulis orang itu cantik, tapi gambarkanlah apa-apa yang terlihat. Biarkan pembaca yang menilai cantik dan tidaknya seseorang, sebab kosa kata cantik selalu relatif.
Buatlah tulisan yang jauh dari kesan menggurui. Sebodoh-bodohnya netizen, maka selalu saja merasa pintar. Makanya, jangan merasa pintar saat menulis, hanya karena Anda punya gelar doktor. Posisikan diri sama dengan pembaca. Berikan cerita-cerita, kisah-kisah atau dongeng yang memikat.
Saya ingat kata Thomas L Friedman, kitab terlaris dan selalu dibaca dari zaman ke zaman adalah kitab suci. Mengapa? Sebab isinya berupa cerita-cerita, pengalaman, hikayat, peristiwa, dan juga beberapa dongeng. Jika tulisan Anda ingin viral, perbanyak cerita sederhana yang disukai orang-orang.
Keenam, menginspirasi. Jika menulis adalah sebuah perjalanan, usahakan agar ada sesuatu yang bisa dibawa pulang. Jika seseorang mengarungi rimba raya pemikiran Anda, maka letakkanlah beberapa buah atau minuman segar yang bisa tersimpan di benaknya seusai membaca tulisan Anda.
Inspirasi adalah hikmah-hikmah, pembelajaran, pesan, makna, yang bisa didapatkan seseorang saat membaca tulisan tertentu. Tulisan inspiratif selalu punya positioning yang kuat. Mengapa? Sebab media sosial ibarat rumah besar di mana lebih banyak tulisan sampah berupa makian, curhat, atau kejengkelan yang tampil. Jika ada satu tulisan yang menyelipkan buah-buah inspirasi, maka tulisan itu akan menjadi oase atau telaga jernih tempat orang lain singgah dan menimba ilmu.
Bahkan dalam tulisan ilmiah, ada semacam kesimpulan apa yang bisa dipetik dari keseluruhan artikel. Ibaratnya, seseorang telah mengikuti gagasan dari awal sampai akhir, maka berilah persembahan berupa point penting yang akan diingatnya dan kelak dibagikan ke orang lain.
Ketujuh, berjejaring. Di era media cetak, seorang penulis atau kreator konten bisa tampil misterius dengan identitas anonim. Kini, seseorang harus menjaga interaksi dan jejaring dengan orang lain. Interaksi adalah bahasa penting di era digital. Anda tak bisa lagi mengabaikan orang lain, tetapi bangunlah dialog, pelihara keakraban, bangun relasi.
Para blogger, Instagramer, dan Youtuber, sama paham kalau sesekali perlu mengunjungi lapak orang lain dan meninggalkan jejak. Di era ini, kolaborasi menjadi hal penting untuk melejit. Ajak orang lain untuk memberi masukan pada karya Anda, seiring waktu Anda membentuk barisan follower atau penggemar.
Saat penggemar organik Anda sudah terbentuk, maka apa pun yang dibagikan, pasti akan dibaca dan dibagikan oleh mereka.
***
Apakah viral harus menjadi tujuan? Saya menjawabnya tidak. Tulis atau postinglah sesuatu yang Anda sukai. Jadilah diri Anda sendiri. Jadikan dunia menulis dan media sosial sebagai kanal yang menampilkan gagasan, memberi informasi, dan menjaga relasi dengan siapa saja.
Soal viral dan tidak, biarkan pembaca yang memutuskannya. Apa yang kita anggap viral, sering kali malah tidak viral. Apa yang kita anggap biasa saja, ternyata malah viral. Terpenting adalah kesediaan untuk berbagi informasi dan pengetahuan, serta menjaga silaturahmi. Itu jauh lebih penting dari viral.
Iya kan?
10 komentar:
Poin berjejaring ini jadi kendala. Terima kasih tipsnya Bang. Jika berkenan mampir di blog sy.
Catatan bang Yusran selalu mengugah.www.timurangin selalu jadi rujukan dalam menulis. Salam dari Lombok
@sultan: cara paling gampang dari berjejaring itu adalah saling meninggalkan jejak. Bisa dalam bentuk komentar, catatan likes, atau apa saja yang bisa dikenali oleh si pemilik tulisan. persis seperti yang dirimu lakukan sekarang.
@ahyar: abang di Lombok jauh lebih keren. mantap.
Biasanya konten vital akan memberi efek spam, apakah ada trik untuk menghindari ini yah?
terimakasih untuk ilmunya, sangat bermanfaat
https://bit.ly/3hFgQAP
Selalu menarik tulisan-tulisan mas Yusran
makasih sarannya bang. well spoken. silaturahim bikin panjang umur. mampir bang di blogku. syukur bisa kasih saran pengembangan.
makasih bang sarannya.silaturahim memang bikin panjang umur.mampir bang di blogku. syukur bisa ngasih saran ghurobacave.blogspot.com
Super sekali ini tulisan. Jurus sakti yang sudah terbukti. Terima kasih bang Yusran.
Posting Komentar