Suatu Hari Bersama KHALID MUSTAFA




DI satu hotel dekat Pasar Baru, Jakarta, saya bertemu dengannya. Namanya Khalid Mustafa. Dia adalah sosok yang populer di kalangan penyidik KPK maupun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dia adalah orang yang paling sering dipanggil lembaga itu dan ditanyai banyak hal.

Namun, dia tidak dipanggil sebagai tersangka. Dia dipanggil untuk memberikan keterangan ahli terhadap penyimpangan dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dia diminta mengidentifikasi ada tidaknya korupsi di proyek-proyek pengadaan barang dan jasa. Dia selalu tidak butuh waktu lama. Semua regulasi dan teknis pengadaan dihapalnya luar kepala.

Saya ingat Bung Hatta yang pernah mengatakan bahwa korupsi di Indonesia laksana kanker yang sudah masuk stadium empat, satu tahap di mana koruptor saling memangsa. Tugas Pak Khalid adalah memberikan kesaksian dan analisis apakah proyek pengadaan itu sudah sesuai prosedur atau tidak, apakah ada potensi korupsi ataukah tidak.

Kisah hidup lelaki asal Parepare ini sangat menarik untuk ditelusuri. Seorang teman bercerita, dirinya dulu adalah teknisi komputer di Makassar. Dia lalu merantau ke Jakarta, kemudian mendaftar sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Di sinilah, dia menemukan passion-nya yakni senang mengamati semua dokumen pengadaan barang.

Dia membaca undang-undang, kemudian melihat praktik di sekelilingnya. Dia cepat menyerap berbagai aturan dan regulasi. Di blognya, dia bercerita banyak. Saat masih golongan 2C, dia sudah sering dipanel dengan menteri dan dirjen untuk memberikan materi tentang pengadaan barang dan jasa.

Dia melihat bahwa pengadaan barang dan jasa selalu menjadi celah bagi tindak pidana korupsi. Masih segar di ingatan kita saat Gubernur Ahok mempersoalkan harga printer dan scanner di Pemrov DKI yang ditulis senilai 150 miliar rupiah. Ada banyak proyek pemerintah yang lalu di-markup dan sengaja dibesarkan agar masuk kantung pejabat. Di sinilah titik korupsi mulai menyebar.

Kata Khalid, ada tiga tipe aparat sipil negara yang diproses hukum karena korupsi pengadaan. Pertama, orang yang memang punya niat jahat untuk korupsi. Kedua, orang yang tidak bisa menolak perintah atasan. Ketiga, orang yang tidak tahu bahwa dia salah, tidak tahu bahwa dirinya tidak tahu, dan tidak punya kompetensi terkait pengadaan.

Dia juga menilai bahwa nyaris tidak ada satu pun perguruan tinggi yang memberikan kelas khusus pengadaan. Padahal, ini kemampuan yang dibutuhkan oleh semua instansi pemerintah, perusahaan penyedia, dan semua pejabat struktural. Sebab semua kantor pemerintah pasti membutuhkan kemampuan ini biar tidak korupsi dan uang negara terselamatkan.

Khalid melihat tantangan di depan mata. Dia merasa punya keahlian itu. Dia mundur dari ASN, kemudian mulai mengelola pelatihan mengenai pengadaan barang dan jasa. Dirinya laris diundang sebagai pembicara di mana-mana. Dia sudah mengunjungi puluhan kota dari Sabang sampai Merauke demi memberikan materi. 

Jadwalnya padat. Kata seorang teman, untuk membuat janji dengannya mesti konfirmasi jauh-jauh hari. Sebab dalam sebulan, dia bisa ke luar daerah sampai lebih 20 kali.

Tanpa disadari, dia sudah memberikan kontribusi bagi Indonesia agar lebih kuat dan berdaya, serta pemerintah menjalankan tugasnya dengan benar. Melalui sistem yang kuat, juga kapasitas yang memadai, praktik korupsi bisa dihindari.

Kemarin, saya ketemu di Pasar Baru, dia menjalin kerjasama dengan penyedia platform IndonesiaX untuk memberikan kelas-kelas gratis dalam hal pengadaan barang dan jasa. Khalid ingin agar semua orang di seluruh Indonesia bisa belajar mengenai pengadaan barang dan jasa secara gratis melalui online.

IndonesiaX menyediakan kelas-kelas gratis yang diasuh para pakar di berbagai bidang. Saya mengecek, mereka bekerja sama dengan banyak orang hebat seperti Profesor Rhenald Kasali, dan juga kampus besar seperti UI dan UGM untuk memberikan kelas gratis melalui online. Anda cukup register dan bisa menyelesaikan kursus atau kelas gratis itu pada periode tertentu. Anda pun bisa mendapatkan sertifikat kompetensi.

Rupanya Khalid terobsesi untuk memberikan kelas online dan bekerja sama dengan kampus-kampus agar mahasiswa diberikan kompetensi terkait pengadaan. Sebagai pengurus di Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), dia menggaransi kalau mahasiswa di satu kampus yang mengambil kelas yang diasuhnya akan bisa mendapatkan gelar di belakang nama sebagai pemegang kompetensi di bidang procurement atau pengadaan.

Berapa biaya yang harus dikeluarkan kampus dan mahasiswa? “Tak perlu. Kelas itu gratis. Namun untuk mengambil sertifikat mesti ikut ujian kompetensi dan membayar biaya yang tidak seberapa,” katanya.

Saya langsung terkenang kampus di timur yang mulai melirik potensi kelas-kelas online dengan para pakar. Kampus-kampus cukup membuat MoU dengan lembaganya, maka sudah bisa mengunduh materi. mahasiswa bisa pula dapat sertifikat kompetensi dan gelar tambahan. 

Saya menikmati pertemuan dengannya. Saat hendak berfoto, saya langsung berseloroh bahwa kebahagiaan bisa berfoto dengan seorang pakar. Dia langsung menjawab dengan aksen Makassar yang kental. “Bukanji pakar. Tapi pakarumbang ji.”

Saya terkekeh. Bagi yang pernah di Makassar pasti tahu makna “pakarumbang.” Iya khan?


0 komentar:

Posting Komentar