Berebut Suara Habieb Rizieq



BIARPUN kini tengah berada di Arab Saudi, Habieb Rizieq Shihab tetap punya magnit politik yang kuat. Kubu pemerintah maupun oposisi bergantian mendatanginya untuk meminta dukungan politik. Suara pemimpin Front Pembela Islam (FPI) itu dianggap masih efektif untuk mempengaruhi kelompok Islam penggerak aksi 212.

Dua hari lalu, kubu oposisi, yang diwakili Fadli Zon dan Fahri Hamzah, mendatangi Rizieq di Arab Saudi. Foto pertemuan mereka diunggah Fadli Zon melalui twitter pada Juma (17/8/2018) lalu. Dalam foto itu, tampak Rizieq yang diapit Fadli dan Fahri. Mereka tersenyum sambil bergandengan tangan.

"Ngobrol 5 jam hingga jelang Subuh bersama Imam Besar Habib @RizieqSyihabFPI. Smg selalu diberi kesehatan n kekuatan," cuit Fadli lewat akun Twitter-nya, @fadlizon.

Fadli mengklaim kalau pertemuan itu hendak membicarakan tentang kebijakan haji. Namun spekulasi kalau ada diskusi politik di situ semakin kental. Apalagi, saat ini calon wakil presiden (cawapres) Jokowi yakni KH Ma’ruf Amin sedang berada di Saudi.

Ma’ruf pun dijadwalkan akan bertemu Rizieq demi membahas politik. Dua hari lalu, Senin (20/8), Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pereira mengakui kalau Ma’ruf Amin tengah berupaya mendapatkan dukungan dari Rizieq. Ma’ruf dinilai menjembatani pihak yang selama ini kurang menyukai kepemimpinan Jokowi.

"Ma'ruf bisa menjembatani dari kelompok-kelompok yang selama ini tertutup kepada Pak Jokowi. Ini memang mediasi atau diplomasi yang dilakukan Pak Ma'ruf," ucap Andreas di kantor CSIS, Jakarta, Senin (20/8).

Lobi yang dilakukan kubu pemerintah maupun kubu oposisi menunjukkan masih kuatnya pengaruh Rizieq pada sejumlah kelompok atau ormas berbasis Islam. Suara Rizieq masih punya pengaruh pada basis elektoral kelompok Muslim, khususnya di kalangan para pelaku aksi 212.

Sejauh ini, Rizieq dan kelompoknya belum menyatakan dukungan pada capres mana pun. Hasil Ijtimak Ulama I yang dilakukan beberapa waktu lalu memang merekomendasikan nama Prabowo didampingi ulama. Akan tetapi, Prabowo akhirnya memilih Sandiaga Uno, yang bukan berlatar ulama, dan tidak direkomendasikan oleh sejumlah kolega Rizieq.

Sementara Jokowi sendiri malah memilih wakil berlatar ulama yakni KH Ma’ruf Amin yang fatwanya telah dikawal oleh Habieb Rizieq dengan aksi berjilid-jilid. Sebagai seorang ulama, Ma’ruf Amin disebut-sebut sebagai salah satu ulama senior yang sangat disegani Rizieq.

Jika hasil Ijtimak Ulama II menyatakan dukungan pada Jokowi, atau minimal menyatakan netral, maka itu adalah pukulan telak pada kubu Prabowo. Itu menunjukkan keberhasilan lobi Ma'ruf Amin. Tapi jika hasil Ijtimak Ulama II menyatakan dukungan pada Prabowo, maka itu adalah hal yang umum dan dianggap wajar.

Jika pada akhirnya Rizieq mendukung pemerintah, sebab di situ ada Ma’ruf Amin, maka itu adalah bagian dari dinamika politik yang berkembang. Jika fenomena itu terjadi, maka tidak ada lagi isu anti Islam yang diberikan pada rezim Jokowi. Selanjutnya pilpres akan membahas isu-isu yang juga penting, misalnya ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Tapi pertanyaan yang pantas diajukan adalah apakah kubu Rizieq bersedia menerima Jokowi? Apakah kubu pendukung Jokowi bersedia dan menerima bergabungnya kubu Rizieq? Apakah bergabungnya Rizieq akan meningkatkan elektabilitas Jokowi?

Peneliti senior LSI, Adjie Alfaraby, memprediksi, bergabungnya Rizieq tidak akan menambah suara Jokowi. Malah, bisa berpotensi mengurangi suara. Sebab selama ini pendukung Jokowi sering berseberangan dengan Rizieq. Jokowi bisa mendapatkan suara dan pemilih baru, akan tetapi dia akan kehilangan lebih banyak orang yang tidak setuju kebijakannya.

Lembaga LSI yang dipimpin Danny JA sudah mengumumkan rilis survey yang menyebutkan beberapa pemilih Jokowi malah kecewa dengan pilihan Jokowi pada Ma’ruf Amin. Diam-diam, banyak pentolan kubu ini menyatakan golput dan belum menyampaikan sikap politiknya. Pilihan Jokowi pada Ma’ruf Amin dan rumor bakal bergabungnya FPI menunjukkan lemahnya Jokowi dalam mengambil keputusan.

Dia memilih berkompromi dengan realitas politik dan mengabaikan suara-suara pendukungnya yang selama ini berharap agar dirinya lebih tegas dan tidak tunduk pada oligarki partai politik. Pilihan paling aman bagi Rizieq adalah tetap bersama Prabowo. Pendukungnya tidak akan merasa aneh dengan kebijakan itu sebab selama ini mereka menjalin hubungan baik dengan pendukung Prabowo.

Di media sosial, dua kelompok ini bersatu dan sama-sama menjadi sparring partner diskusi terhadap kelompok Jokowi. Bisa saja dia berdalih kalau selama ini banyak kebijakan Jokowi yang makin menenggelamkan umat. Di tambah lagi, beberapa orang dekat Rizieq kemudian dikriminalisasi sehingga ruang geraknya semakin terbatas.

Tapi jika Rizieq masih mendengar suara pengikutnya, maka pilihan bersama Prabowo adalah pilihan yang paling diinginkan. Mereka bisa saling berkoordinasi untuk sejumlah agenda penting, yang sebelumnya sudah beberapa kali mereka lalukan. Koalisi keduanya juga hanya sekadar untuk menjatuhkan Jokowi. Keduanya belum menemukan formula yang tepat jika membahas kebijakan.

Dalam banyak sisi, belum tentu Rizieq akan selalu setuju dengan Prabowo. Belum lagi ada anggapan kalau Prabowo bisa kalah untuk ketigakalinya. Kalau itu terjadi, akses kubu Rizieq akan makin terbatas.

Jika kita menganalisis lebih dalam, masing-masing aktor sedang menjalankan peran-peran yang dianggap strategis. Jokowi berusaha mengakomodasi kelompok Islam dengan cara mengakomodir KH Ma’ruf Amin. Kelompok Prabowo berusaha mempertahankan Rizieq. Sementara Rizieq sendiri memilih untuk bersikap fleksibel, dan bisa jadi akan mendukung Ma’ruf Amin.

Pemilu masih lama. Tapi sejak dini, kita sudah perlu membuat pemetaan pada pilihan-pilihan rasional masing-masing pihak yang akan membawa pengaruh pada tujuan bernegara kita hari ini.



0 komentar:

Posting Komentar