Quraish Shibab, Ulama Bugis Penggila Real Madrid



DARI tanah Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan, lelaki itu memulai hari. Ayahnya menginginkan agar anaknya bisa memberikan pencerahan di kampung halamannya di tanah Bugis. Tak disangka, lelaki itu tak hanya mencerahkan kampungnya, ia merambah jauh hingga menjadi ahli tafsir Al Quran yang disegani dan menginspirasi Indonesia.

Menyimak masa kecil dan perjalanan hidupnya, terselip sedemikian banyak mutiara kehidupan. Ia menjalani masa kecil yang penuh kisah menarik di tanah Makassar. Ia mengidolakan Alfredo di Stefano dan klub Real Madrid sampai-sampai ia menabung demi menyaksikan Los Blancos saat tandang ke Mesir. Ia luar biasa produktif ketika melahirkan puluhan buku-buku bertemakan keislaman serta Tafsir Al Mishbah, yang tak akan pernah bisa ditandingi warga media sosial yang saban hari berbicara Islam seolah merasa paling paham keislaman. Ia figur rendah hati dan selalu mau belajar.

Berikut kisah-kisah Quraish yang tak banyak diketahui publik.

***

HARI itu, kehebohan terjadi di sungai Salo, Rappang, Sulsel. Seorang bocah hanyut di sungai. Semua warga langsung kalang-kabut. Semuanya lalu menyusuri sungai demi menemukan bocah itu. Bocah yang hanyut adalah cucu dari Puang Cahaa, nama lain dari seorang nenek bernama Zahra. Setelah lama hanyut, bocah itu akhirnya ditemukan. Ia hampir saja tewas oleh derasnya sungai yang membelaah Sulawesi.

Bocah hanyut itu adalah Quraish Shihab. Ibunya adalah Puang Asma, atau sering disapa Puang Cemma. Di kalangan warga Bugis, panggilan Puang diberikan kepada seseorang yang bergelar bangsawan. Nenek dari Puang Cemma bernama Puattulada, adik kandung pemimpin Rappang. Pada masa itu, Rappang bergabung dnegan Sidendreng lalu melebur menjadi bagian dari Indonesia.

Namun warisan sistem tradisional masih nampak di Rappang. Puang Cemma sangat dihormati masyarakat. Quraish masih ingat persis bahwa saat ibunya hadir di satu pesta pernikahan, maka pengantin dan tuan rumah akan turun dari pelaminan. “Mereka akan datang dan mencium tangan Emma. Namanya juga cucu seorang pemimpin,” katanya.

Di kota kecil Rappang, Quraish mulai mengenali dunia. Ia menggambarkan kota kecil itu sebagai “Swissnya Sulawesi.” Meskipun, di kota ini ia menyimpan trauma ketika nyars tewas di sungai. Siapa sangka, peristiwa dirinya hanyut di sungai itu selalu menjadi kenangan yang tak pernah bisa dilupakannya. Setelah adiknya Wardah dan Alwi lahir, ayahnya lalu memutuskan untuk hijrah ke Kota Makassar. Mereka lalu tinggal di Kampung Buton, tepatnya di Jalan Sulawesi, Lorong 194, nomor 7.

Ayah Quraish bernama Habib Abdurahman Shihab, yang merupakan keturunan pejuang Islam asal Hadramaut, Yaman. Quraish memanggil ayahnya dengan panggilan Aba. Sang ayah adalah seorang pengajar studi-studi Islam yang kemudian menjadi guru besar di Institut Agama Islam negeri (IAIN) Alauddin, Ujungpandang. karier sang ayah kian meroket hingga menjadi Rektor IAIN Alauddin. Meski demikian, pada masa-masa alwa, ayahnya membuka bisnis toko kelontong yang lalu dijagai oleh anak-anaknya.

“Aba mengajarkan anak-anaknya untuk menjadi orang Indonesia. Meskipun keturunan Yaman, keluarga Shihab tidak mengenakan peci putih kas orang arab, melainkan peci hitam, khas Indonesia. Kami mengenakan celana, bukan jubah, bahkan berdasi dan berjas jika hendak ke pesta,” katanya.

***

HARI itu, penghujung tahun 1950-an, dua anak muda tengah berjalan kaki di Mesir. Keduanya, Quraish adan Alwi Shihab, tak sabar untuk menyaksikan penampilan Real Madrid yang melawan klub lokal Al Zamayek. Quraish adalah mahasiswa Universitas Al Azhar yang menggemari segala hal tentang Real Madrid. Ia tak sabar menyaksikan permainan Alfredo Di Stefao, peraih Ballon d’Or tahun 1957 dan 1959.

Keduanya juga pemain bola yang handal. Bahkan Quraish bergabung dengan klub sepakbola Zamalek. Ia juga sering bermain bola bersama mahasiswa Indonesia lainnya, di antaranya adalah Abdullah Zarkasy (pemimpn Pondok Modern Gontor) dan Mustofa Bisri (petinggu NU).

Ia berangkat ke Mesir sejak duduk di bangku sekolah menengah. Mulanya, ia belajar di SMP Muhammadiyah di Makassar. Aba menganggap bahwa sekolah itu adalah sekolah terbaik di masa itu, meskipun Aba sendiri memiliki latar belakang dekat dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Setahun di sekolah itu, Quraish lalu pindah untuk nyantri ke Pesantren Dar al-Hadits al-Faqihiyah di Malang, Jawa Timur. Aba dan Emma juga mengijinkannya. Di pesantren inilah ia menempa sikap untuk selalu menyerap hikmah dari siapapun.

Rasa haus akan pengetahuan telah membawanya ke negeri piramida itu demi mereguk langsung pengetahuan pada ulama-ulama ternama di sana. Ia berangkat ketika mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Di sana, ia menerapkan ajaran Aba dan Emma dengan ketat hingga berhasil meraih gelar doktor.

Ayahnya mengajarkan disiplin yang sangat ketat. Ia meminta semua anaknya melafalkan ratib al Haddad, yang disusun Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad sekitar lima abad silam, setiap usai salat magrib.  Quraish masih ingat betul bahwa ratib ini selalu dibacanya setelah mendaras Al Quran. Pesan Aba yang selalu mengiang di telinganya adalah “Bacalah Al Quran seakan-akan ia diturunkan padamu.” Belakangan ia tahu bahwa pesan itu adalah kutipan dari karya filosof asal Pakistan bernama Muhammad Iqbal.

Kenangan tentang Aba dan Emma adalah kenangan tentang petuah-petuah di meja makan. Emma selalu mengingatkan semua anaknya untuk makan hanya pada saat lapar. Ia selalu menyajikan menu khas Makassar. Emma selalu meminta anaknya untuk menghabiskan semua makanan di piring. “Ukur kau punya kemampuan. Kalau masih mau nambah, silakan. Tapi harus habis. Gak boleh ada sisa di piring, “ kata Emma sebagaimana dituturkan Quraish.

Aba dan Emma tak bosan menjelaskan bahwa nasi dan makanan akan mendoakan seseorang ke surga jika dihabiskan. Jika ada nasi yang tersisa, nasi itu akan menangis dan mendiakan ke neraka. Makanya, Aba selalu menghitung setiap butir nasi yang tersisa lalu disantap. Jika tak habis juga, Emma akan mengumpulkan dan menjemurnya, lalu diolah menjadi krupuk.

Emma mengajarkan disiplin. Sebagai perempuan Bugis yang dibesarkan dalam iklim penuh kedisiplinan, ia menekankan disiplin di rumah. Meskipun hanya lulusan Sekolah Rakyat (SR), Emma mewajibkan semua anaknya untuk sekolah. Ia melimpahi semua anaknya dengan kasih sayang yang belimpah.

Aba mengajarkan pentingnya toleransi dan menjauhi fanatisme. Bagi Aba, kebenaran dalam rincian ajaran Islam bisa beragam, namun satu-satunya cara untuk hidup harmonis adalah mengajarkan tasamuh (toleransi), tanpa melunturkan keyakinan dan tradisi yang dianut. “Sahabat Aba banyak sekali. Malah ada orang Cina yang datang ke rumah untuk belajar bahasa Arab,” kata Quraish.

Di Makassar, keluarga ini snagat terpandang dan menjadi rujukan. Wakil Presiden Jusuf Kalla punya kisah tentang pendirian Hotel Sahid. Saat itu, Jusuf Kalla mengajukan niat itu ke ayahnya Hadji Kalla. Sebelum menyetujuinya, Hadji Kalla lalu mengirim surat ke Quraish Shihab di Mesir. Ia ingin menunggu dulu fatwa ulama muda itu agar hatinya tenang. Nanti setelah Quraish membalas surat itu, barulah ijin pendirian hotel didapatkan.


***

Kisah tentang Quraish ini saya temukan pada buku berjudul Cahaya, Cinta, dan Canda M Quraish Shihab, terbitan Lentera Hati tahun 2015. Buku ini tak membahas tentang pemikiran-pemikiran Quraish tentang Islam di Indonesia. Buku ini membahas perjalanan hidup serta kisah-kisah yang menunjukkan sisi lain Quraish sebagai seorang manusia yang memperkaya dirinya dengan pengetahuan keislaman, lau mengajarkannya kepada banyak orang.

saat bedah buku Quraish Shihab

Dalam diri sosok yang selalu tampil di televisi dan membedah ayat-ayat Al Quran itu terdapat figur yang periang dan selalu menghangatkan suasana. Saya baru tahu kalau dia seorang yang humoris dan suka bercanda dengan sesamanya. Di keluarganya ia memang sangat periang dan selalu menjadi MC pada setiap acara pertemuan keluarga.

Yang selalu menyejukkan pada diri Quraish adalah keinginannya untuk selalu menempatkan diri pada posisi tengah. Ia ingin berada di tengah NU dan Muhammadiyah. Ia ingin mendamaikan berbagai perdebatan tentang Islam, lalu menarik semua orang untuk mendalami ilmu-ilmu dan pesan Al Quran, sesuatu yang menjadi keahliannya sebagai salah satu lulusan terbaik di Universitas Al Azhar.

Kariernya lalu meroket. Bermula dari dosen mata kuliah tafsir Al Quran di IAIN Alauddin Makassar, ia lalu pindah ke IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Selanjutnya ia menjadi dekan, rektor, menteri agama, lalu duta besar di berbagai negara. Pengetahuannya yang luas tentang Islam itu lalu dituliskannya dalam pulihan buku-buku. Ia menunjukkan pada banyak orang bahwa perbedaan pendapat seyogyanya dituliskan agar bisa mencerahkan publik. Melalui tulisan, seseorang bisa berbagi pengetahuan, sekaligus

Bahkan ketika dituduh sebagai penganut syiah, ia menatang penuduh itu untuk membuktikannya. Ia mempersilakan para penantangnya untuk melihat dan memeriksa smeua buku-bukunya, Kalaupun ia mengutip ulama syiah, maka kutipan itu dirasanya akurat dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. “Saya minta diadili,” katanya. Quraish menantang semua penuduhnya untuk menggelar pengadilan yang menghadirkan para juri yakni para syaikh ataupun guru besar di Universitas Al Azhar sebab dianggapnya mereka selalu lebih obyektif menilai. Mereka punya parameter yang jelas.

Apapun itu, Quraish adalah aset besar bagi negeri ini. Ia menunjukkan pada banyak orang tentang pentingnya memahami sesuatu secara mendalam sebelum menjatuhkan vonis. Hanya melalui upaya belajar, seseorang bisa memliki kebijaksanaan dalam menilai sesuatu. Sayangnya, tak semua umat mau memperdalam pengetahuan. Banyak orang yang justru lebih percaya pada informasi singkat yang beredar di dunia maya.

Di tengah banyak orang yang merasa paham Islam, meskipun hanya menuliskan paragraf berupa status di media sosial, Quraish mempersembahkan buah pikiran dalam banyak buku sebagai bukti pergulatan pengetahuannya untuk membumikan agama. Ia perlahan menjadi sosok yang meniatkan pengetahuan bisa berfungsi sebagai lentera atau suluh api bagi orang banyak. Semoga dirinya terus mencerahkan umat dengan karya-karyanya.


Bogor, 4 Agustus 2015


BACA JUGA:



1 komentar:

Unknown mengatakan...

Izin share bang..

Posting Komentar