SEBULAN ini, intensitas pekerjaan menjadi
sangat berat. Saya harus mengikhlaskan waktu istirahat menjadi berkurang. Saya
harus mengerjakan banyak hal dalam waktu singkat. Saya juga harus siap berpindah-pindah
tempat, berpindah fokus, dan berpindah pekerjaan. Saya tak ingin mengeluh. Saya
tetap mengerjakan apa-apa yang bisa dikerjakan.
Dalam keadaan seperti ini, saya teringat
kisah tentang Bandung Bondowoso. Dalam legenda, ia diminta oleh perempuan
cantik Roro Jonggrang untuk membangun seribu candi dalam semalam. Ia
menggerakkan semua bangsa jin untuk bekerja dalam waktu singkat. Ia sudah
hampir berhasil. Candi Prambanan telah berdiri, sebelum akhirnya Roro Jonggrang secara licik menggagalkan
semua upayanya yang udah nyari mencapai finish.
Hampir semua orang tahu kisah ini. Hampir
semua orang menempatkan Bandung Bondowoso sebagai sosok antagonis. Marilah kita lihat sisi lain kisah ini.
Pada dasarnya, Bandung Bondowoso adalah seorang tipe pengambil risiko
(risk-taker). Ia berani menerima tantangan untuk membangun seribu candi. Ia
tahu kalau ia sanggup menyelesaikannya. Kisah tentang kerjasama dengan jin
adalah simbol dari penggunaan ilmu pengetahuan untuk menyelesaikan sesuatu.
Bisa pula ditafsir bahwa Bandung Bondowoso bisa menggunakan pihak ketiga untuk
mencapai apa yang diinginkannya. Ia seperti para pebisnis modern.
Yang menarik buat saya adalah kemampuan
Bandung Bondowoso untuk mengerjakan banyak hal sekaligus. Ia mengkoordinir para
jin, mengatur logistik para jin, menyediakan material, serta mengatur kerja
para divisi dalam membangun candi. Ia seorang multi-tasker yang mengatur
semuanya secara rapi.
Apa yang dilakukan nya ternyata juga
dilakukan oleh generasi modern. Dalam buku Grown
Up Digital, Don Tapscott menjelaskan karakter kerja generasi sekarang
sebagai multi-tasker. Katanya, generasi hari ini kerap kali mengerjakan banyak
hal secara bersamaan. Kita bisa menilainya tidak fokus. Tapi Tapscott
menunjukkan lewat riset bahwa generasi hari ini justru melakukannya dengan
baik. Mereka terbiasa dengan tekanan, terbiasa dengan target, dan terbiasa
melaksanakan banyak hal sekaligus.
Saya memiirkan Bandung Bondowoso ketika
memikirkan bebrapa pekerjaan yang bertumpuk-tumpuk. Saya bukan dirinya yang
bisa menyelesaikan sesuatu yang besar dalam waktu singkat. Saya hanya seorang
biasa yang sedang berusaha untuk mengerjakan banyak hal sekaligus.
Saya memikirkan bahwa barangkali teori Don
Tapscott itu tak tepat untuk menjelaskan bagaimana generasi tua dan generasi
muda di tanah air kita. Saya membayangkan debat seru antara Tascott dan Muchtar
Lubis, yang pernah menulis artikel provokatif tentang manusia Indonesia.
Kalimat Muchtar Lubis yang membekas di
benak saya adalah kita cenderung selalu mencari jalan pintas untuk meraih
sesuatu. Seringkali kita hanya fokus pada tujuan, bukan pada proses bagaimana
menemukan tujuan itu. Kita tak sabar untuk menjalani detik demi detik demi
menggapai hari. Pantas saja jika generasi hari ini banyak yang kemudian masuk
penjara gara-gara mentalitas jalan pintas, yang kemudian permisif pada berbagai
tindak korupsi.
Entahlah. Saya hanya bisa mencatat. Banyak
di antara kita yang tak siap menjadi Bandung Bonodowoso, sang pekerja keras.
Lebih banyak pula yang meniru Roro Jonggrang, yang tak siap melihat kerja keras
orang lain akan segera berbuah prestasi.
Bogor, 20 Desember 2014
1 komentar:
Indonesia memang sangat membanggakan http://khairul-borneo.blogspot.com/2014/11/11-hal-membanggakan-tentang-indonesia.html
Posting Komentar