MUNGKIN anda menganggap saya tak nasionalis. Hingga detik ini, saya belum berkeinginan menyaksikan film Pendekar Tongkat Emas (PTE) yang sedang tayang di bioskop. Saya menyenangi akting beberapa orang yang bermain dalam film itu. Mereka adalah maestro seni peran. Akan tetapi saya tak nyaman dengan pakaian yang meniru-niru para pemain film Cina.
Saya juga tak suka melihat potongan adegan
berkelahi yang mirip film kungfu. Daripada nonton film yang mirip film kungfu,
jauh lebih baik saya menonton film kungfu yang memang asli dari daratan sana.
Saya lebih baik menonton ulang beberapa film yang dibintangi Jet Li. Saya masih
lebih memilih menonton lagi film Hero karya Zhang Yi Mou yang adegan
perkelahian serta filosofinya menancap kuat di benak saya selama bertahun-tahun.
Konon, penata kelahi dalam PTE berasal
dari daratan Cina, yang telah terbiasa menggarap film kungfu. Makanya, bagi
generasi yang suka nonton film kungfu, adegan perkelahian dalam film PTE
menjadi hambar. Para penonton tak akan menemui kejutan. Tak ada rasa penasaran
atas hal-hal baru. Tak ada keunikan.
Film ini tak membuat saya penasaran,
sebagaimana film The Raid 2. Dalam
film The Raid 2, saya penasaran
menyaksikan bagaimana silat harimau bisa dikemas dalam laga modern. Hasilnya
memang mencengangkan. Silat bisa menjadi sangat mematikan. Teknik berkelahinya
nampak sangat beda dengan seni berkelahi ala film Cina. Di situ ada elemen
kejutan dan sekaligus memantik rasa penasaran pada seni berkelahi yang justru berasal
dari tanah air sendiri. Saya menyukai setiap gerak dari pemain film The Raid 2 yakni Iko Uwais dan Yayan
Ruhiyan. Mereka menguasai beladiri silat, dan membawa keindahan gerak itu ke
dalam film.
Mereka jelas beda dengan Reza Rahadian dan
Nicholas Sapitra yang notabene tak mahir bela diri. Kalaupun mereka berlatih selama
beberapa bulan, tetap saja mereka bukan jagoan martial arts. Pastilah refleks tangan
dan kakinya akan beda dengan yang mahir. Entah, saya ragu kalau akan ada adegan
berkelahi yang indah disaksikan dalam film ini.
Hanya satu yang membuat saya penasaran
dengan PTE, yakni alam Sumba yang sangat indah. Saya ingin menyaksikan
bagaimana padang sabana yang luas, yang di dalamnya ada banyak kuda yang
berlarian. Saya penasaran dengan tenun ikat yang dikenakan para pemain dalam
film. Namun, ketika mengingat para aktor itu berpaian mirip Cina, kembali saya
jadi malas. Bagi saya, alam Sumba dan pakaian khas Sumba ibarat dua keping
puzzle yang saling bertaut. Aneh saja melihat tenun ikat tiba-tiba saja jadi motif
pakaian Cina.
Tak biasakah kita menyaksikan alam Sumba
dengan latar budaya yang juga Sumba?
1 komentar:
Pas pertama kali lihat trailernya, aku juga mbatin, "Hah, kok kaya kungfu ya. Ada yang mirip avatar Aang lagi."
Tapi ya sudahlah, mungkin ini settingnya setelah banyak orang cina masuk ke Nusantara :)
Posting Komentar