SAAT berkunjung ke Sea World di kawasan
wisata Ancol, saya melihat sepasang duyung yang berukuran besar dan
berwarna putih. Mulanya, saya terheran-heran karena bentuk mamalia laut ini
tidak sesuai dengan dongeng atau kisah dalam film produksi Disney tentang hewan
yang berbadan ikan, namun berwajah wanita cantik. Lebih terkejut lagi ketika tour
guide di Sea World mengatakan, “Ikan
duyung ini didatangkan dari Pulau Buton.” What? Itu kan kampung halaman
saya.
Dahulu, saya beranggapan bahwa mamalia ini
berwajah gadis cantik. Saya membayangkan ia berwajah seperti Britney
Spears atau wanita jelita Inggris bernama Kate Middleton, istri dari Pangeran
William. Ternyata ia berbentuk tambun seperti paus, dan
memiliki beberapa ciri yang mirip manusia. Di antaranya adalah tangan, lima
jari, buah dada, serta bisa mengeluarkan air mata. Apakah seksi? Seorang
sahabat peneliti kelautan menyebutnya seksi, sebab mamalia itu memiliki tubuh yang
berisi, senyum menawan, serta buah dada, sebagaimana perempuan. Apakah anda
setuju?
Di beberapa tempat, ia sering disebut
dugong. Kata dugong berasal dari bahasa Tagalog yang berarti perempuan laut.
Orang Melayu, lebih suka menyebutnya duyung. Sebutan inilah yang populer di
tanah air. Uniknya, mitos tentang mamalia ini lebih sering ditemukan di Eropa.
Di Yunani, terdapat mitos tentang putri
duyung yang dikatakan selalu menggoda para pelaut yang lalai. Siapa saja yang
tergoda akan menemui ajalnya. Masyarakat Babilonia juga
menyembah putri duyung sebagai dewa laut yang
dikenal sebagai Ea atau Oannes. Oannes digambarkan sebagai
duyung jantan. Saya juga menemukan mitos tentang duyung pada legenda
masyarakat Afrika, Rusia, dan Ukraina. Di Asia, bangsa Jepang punya kisah atau
legenda tentang duyung.
film The Little Mermaid yang menggambarkan duyung sebagai gadis manis |
Harus diakui, sosok yang mempopulerkan
legenda mamalia ini adalah pengarang Hanz Christian Andersen yang menulis The Little Mermaid pada tahun 1836.
Kisah ini kemudian difilmkan oleh Walt Disney pada tahun 1989. Beberapa film yang
juga mengisahkan tentang duyung, yang di antaranya adalah film Peter Pan, Harry
Potter 4: The Goblet of Fire, serta film Mermaid.
Dengan banyaknya mitos atau legenda ikan
di Eropa, apakah ia ini selalu nampak Eropa? Ternyata tidak juga. Malah, mamalia ini tak pernah nampak di pesisir Eropa. Kalaupun banyak dongeng tentang duyung
di Eropa, boleh jadi karena warga Eropa tak bisa memverifikasi seberapa benar mitos
tentang ikan berkepala wanita cantik ini. Sementara di Indonesia, duyung adalah
fenomena yang umum dan sering disaksikan.
Saat mengamati peta penyebaran duyung yang
pertama kali dicatat oleh Muller pada tahun 1776 ini, wilayah yang paling
sering disinggahinya adalah Indonesia, khususnya kawasan timur. Tak
berlebihan jika dikatakan bahwa duyung adalah hewan laut yang menjadi ikon
Indonesia. Ia sama halnya dengan komodo yang hanya bisa ditemukan di negeri
ini.
Duyung Pulau Buton
Seorang sahabat peneliti menuturkan bahwa
di antara berbagai pulau yang sering dilalui duyung, Pulau Buton adalah pulau
yang paling sering disinggahi. Beberapa peneliti pernah memperlihatkan data
bahwa mamalia ini akan melintasi Desa Lasalimu di Buton pada setiap bulan
Februari dan bulan Juli setiap tahunnya. Saya berkesimpulan bahwa duyung yang
saya saksikan di Ancol adalah duyung yang ditangkap pada bulan-bulan tersebut.
Pada saat-saat itu, para nelayan kerap
menyaksikan ikan duyung yang secara bergerombol melintasi kawasan tersebut. Sayangnya,
pemerintah belum mengemasnya menjadi atraksi wisata sebagaimana pemerintah Bali
mengemas wisata lumba-lumba di Pantai Lovina, Bali.
sebaran habitat dan migrasi ikan duyung |
Saya sendiri belum pernah melihat langsung
hewan ini, Tapi sahabat saya Kudrat Priadi beberapa kali melhatnya di Desa
Lasalimu. Malah, Kudrat memperlihatkan fotonya saat menggendong anak duyung. Mamalia ini termasuk jenis hewan langka yang sukar ditemukan. Kudrat
menuturkan bahwa desa tempatnya melihat duyung berjarak
sekitar beberapa jam dari Baubau, kota paling besar di Buton. Mamalia ini
terperangkap pada jaring seorang nelayan. Saat itu, sang nelayan lalu menampung
air matanya dan ditampung di sebuah botol, dan setelah itu, dilepaskan ke laut lepas.
Mengapa dilepaskan? Sebab masyarakat
memiliki kepercayaan lokal bahwa duyung memiliki kekerabatan dengan manusia.
Mereka meyakini bahwa di masa silam, ia adalah seorang ibu yang kemudian
menjelma sebagai ikan karena disiksa olh suaminya, dan di saat bersamaan, sang
ibu tak sanggup memenuhi permintaan anaknya yang masih kecil. Perempuan yang
menjelma sebagai duyung itu bernama Wa Ndiu-Ndiu. Sedangkan nama lokal ikan ini
di Buton adalah Ndiu.
Legenda ini hampir sama dengan versi yang
ada pada masyarakat Bajo, yang banyak tersebar di Pulau Buton. Orang Bajo
meyakini bahwa duyung adalah nenek moyangnya. Mereka menyebut duyung sebagai dio. Sebagaimana juga dicatat oleh
antropolog asal Perancis, Francois Robert Zacot, orang Bajo menganggap duyung
seperti manusia, sebab memiliki kaki, tangan, jari dan buah dada. Pada buku
berjudul Peuple nomade de la ler: Les
Badjos d’Indonesie yang terbit tahun 2002, Zacot mengatakan bahwa duyung
juga menyusui anaknya, sebagaimana manusia. Ketika seorang anak duyung
ditangkap, ibu duyung akan menungguinya dan bersedih.
Legenda tentang duyung ini diketahui oleh
generasi muda di banyak pesisir lautan. Di Buton, legenda ini telah dikemas
menjadi lagu daerah yang sangat populer. Dugaan saya, legenda ini hadir sebagai
pesan simbolis kepada seorang suami untuk tidak menghardik istrinya. Legenda
juga membentuk karakter seorang anak agar menyayangi seorang ibu sehingga tidak
meminta hal-hal yang tidak sanggup dipenuhi seorang ibu.
Masyarakat juga menganggap duyung memiliki kekuatan mistik. Sahabat saya seorang nelayan bernama La Dambo
menuturkan bahwa siapapun yang bertatapan dengan hewan ini, maka diyakini akan
mendapatkan rezeki bsar di masa depan. Ia juga mengatakan bahwa air mata duyung bisa menjadi obat. Beberapa nelayan, menyimpannya sebagai jimat. Bagaimana
cara mengeluarkan air matanya? “Kita
pura-pura mengancam duyung itu dengan parang. Biasanya, duyung akan menangis.
Saat itulah kita tampung air matanya dengan sapu tangan, kemudian diperasdan
dimasukkan ke botol kecil,” kata La Dambo.
Kepercayaan tentang aspek mistik, serta
manfaat lain dari duyung, membuat orang memburu binatang ini. Banyak yang
mengincar air mata, daging, serta minyaknya untuk diolah menjadi kosmetik atau
alat kecantikan. Pantas saja jika populasi duyung semakin lama semakin
berkurang.
Pantai Nirwana di Baubau, Buton |
Akan tetapi, masyarakat Buton dan Bajo tak
berhasrat untuk memakan duyung. Mereka masih menjunjungtinggi kepercayaan bahwa
duyung dan manusia bersaudara. Makanya, mereka nyaris tidak pernah memakan ikan
duyung. Sebagaimana halnya mamalia laut lainnya seperti lumba-lumba atau paus,
para nelayan Buton selalu melepaskannya. Namun, sebagaimana dicatat Zacot (2012), ada
saja nelayan yang mencari Ndiu atau Dio untuk dimakan. Mengapa demikian?
Kata peneliti asal Perancis ini, tak semua orang menetahui legenda tentang
duyung yang bersaudara dengan manusia.
Entah, apakah ada kaitannya dengan
legenda, yang pasti duyung masih selalu terlihat di pesisir Buton. Boleh jadi,
duyung merasa aman sebab dilindungi dan dianggap saudara oleh nelayan
setempat. Ternyata, selalu ada sisi positif dari kearifan tradisional
masyarakat. Dengan legenda, mitos, serta pamali,
masyarakat lokal memelihara keragaman ekologis, dan menyelamatkan laut dan
seisinya. Lewat kearifan itu, mereka memperlakukan alam sebagai saudara yang
harus dikasihi dan dilindungi sebagaimana manusia lainnya.
Baubau, 6 Juli 2013
0 komentar:
Posting Komentar