Dwi dan Ara bersama Santa Klaus |
RATUSAN
anak kecil berdiri rapi dalam antrian di tengah cuaca dingin yang menusuk.
Mereka menunggu giliran untuk berfoto dengan Santa Klaus yang menunggu di dalam
rumah kecil berwarna merah di depan Court House, Athens, Ohio. Ketika datang
bersama istri dan bayi Ara, saya akhirnya menyadari bahwa di Amerika, hampir
semua anak kecil di Athens percaya bahwa Santa Klaus bukanlah dongeng. Santa
adalah sosok yang hidup dan hari itu datang menemui mereka.
Kita
bisa menyebutnya sebagai mitos. Tapi di Amerika, hampir semua anak kecil
diajarkan untuk percaya pada mitos. Meskipun seiring waktu mereka akan tahu
kebenarannya, namun mereka tak boleh kehilangan daya imajinasi serta dunia
ajaib yang hanya dirasakan oleh anak-anak. Pikiran mereka akan terbiasa untuk
berkelana ke ruang-ruang maya ketika imajinasi dan keajaiban bisa ditemukan
oleh pikiran kecilnya.
Saya
melihatnya sebagai sesuatu yang positif. Dengan memelihara keajaiban, maka
anak-anak itu akan berpikir imajinatif. Lewat imajinasi, daya cipta dan daya
kreasi akan terasah dengan sendirinya. Kelak, ketika dewasa, pengetahuan itu
akan amat berguna ketika diterapkan dalam berbagai bidang. Bukankah para penemu
adalah meeka yang berpikir imajinatif dan melihat celah yang tak dipikirkan
orang?
Bukankah
pula Einstein pernah berkata bahwa imajinasi jauh lebih penting ketimbang
sains? Dengan meletakkan imajinasi lebh penting, maka daya kreasi dan daya
cipta akan dkerahkan hingga titik maksimal. Penemu hebat adalah seorang pemimpi
hebat yang akan melakukan apapun demi mewujudkan mimpinya. Ilmu pengetahuan
bergerak mengikuti jalur imajinasi yang disusun oleh mereka yang kreatif.
kerlap-kerlip cahaya di Athens |
pemandangan di satu toko |
kereta kuda yang mengantar keliling kota |
Di
kota Athens, Desember identik dengan cahaya kerlap-kerlip. Pada hari itu, kota
Athens bermandikan cahaya dari lampu-lampu kecil yang bertebaran di sepanjang
jalan. Di sepanjang Court Street, jalan utama kota Athens, semua pohon-pohon
dan tiang dihiasi dengan lampu-lampu kecil warna-warni. Suasananya serupa
negeri dongeng.
Bersama
istri dan bayi, saya juga ikut antri untuk berfoto bersama Santa Klaus di rumah
kecil merah yang terletak di tepi pohon natal raksasa. Pohon ini adalah
sumbangan dari pihak kampus Ohio University. Di dekat pohon itu, terdapat
panggung kecil dan ada beberapa pemain musik yang serupa orkestra sedang
memainkan musik. Mereka mengenakan topi khas santa. Di dekat situ, terdapat
sekumpulan pria yang bersiap-siap untuk menyanyi.
Saya
merasakan suasana yang amat meriah. Ketika anak-anak kecil meramaikan tempat
itu, disertai gelak tawa, kemudian musik serta paduan suara membentuk satu
kosmos bahwa ini adalah suasana yang syahdu.
Usai
berfoto bersama Santa, acara selanjutnya adalah menaiki kereta kuda yang
mengantar keliling kota Athens. Saya agak terkejut melihat kudanya yang amat
besar jika dibandingkan dengan kuda-kuda di Indonesia. Saya lalu ikut
berkeliling kota sambil mengambil gambar kota Athens yang bermandikan cahaya.
Saat di kereta kuda itu, saya juga berkesempatan untuk bertemu dengan beberapa
warga. Momen ini menjadi momen sosial yang mempertemukan warga kota.
Kisah
Santa
Sebagai
Muslim, saya merasakan nuansa kultural yang kuat di acara ini. Saya melihat
acara ini bukan sebagai momen religius. Sebab kisah Santa sendiri telah lama
mengalami modifikasi dengan ranah kultural sehingga aspek religiusnya tak
begitu kental. Saya melihatnya sebagai tradisi yang disambut kanak-kanak dengan
gembira, yang telah kehilangan akar sejarahnya.
Konon,
kisah Santa Claus awalnya bukan sosok gemuk berbaju merah dan mengendarai rusa
terbang. Seiring waktu, kisah Santa terus berkembang sesuai dengan budaya dan
masyarakat. Di Amerika, sosok Santa Klaus adalah gabungan multi budaya,
memadukan unsur cerita rakyat dengan fantasi. Pria yang disebut Santa Claus itu
telah berevolusi dan mulai muncul pada abad ketiga. Beberapa sejarawan menyebut
Santa Nicholas tidak selalu gemuk atau berjanggut. St Nicholas adalah uskup
terhormat dari Myra, sebuah kota Romawi yang sekarang bernama Turki. Lahir
sekitar tahun 270 Masehi, Nicholas sudah menjadi uskup saat masih berusia muda.
seorang anak bersama Santa |
Ia
lalu mendedikasikan dirinya untuk membantu orang miskin sepanjang hidupnya dan
membayar mahar untuk gadis-gadis miskin. Reputasinya sebagai pemberi hadiah
rahasia di sekitar kota tumbuh seiring dengan waktu. Ia lalu dikenal terutama
sebagai penyimpan koin atau menempatkan sesuatu ke dalam sepatu anak-anak,
kadang-kadang dengan imbalan wortel atau jerami untuk kuda-kuda.
Sosok
ini datang ke Amerika dibawa imigran Belanda di abad 17 dan 18, dan dengan
koloni baru tersebut sosok Sinterklas (nama yang populer di Belanda)
benar-benar berevolusi. Perubahan sudut pandang nama dari Sinterklaas ke Santa
Claus terjadi pada 1773 di sebuah surat kabar New York City. Istilah Santa
Claus semakin luas pada tahun 1809 dengan penerbitan buku “A History of New
York” oleh pengarang Irving Washington di mana Santa digambarkan sebagai
orang besar gemuk dan merokok pipa, bukan sebagai uskup kurus.
Pada
tahun 1822 dalam puisi berjudul “Kunjungan dari Saint Nicholas” oleh Clement
Moore, Santa dibayangkan lebih lanjut memiliki kemampuan menggiring rusa,
membawa sekarung penuh mainan, dan perut bundar “seperti mangkuk penuh jelly.”
Ciptaan
Coca-Cola
Ada
pula yang mengatakan bahwa sosok ini adalah kreasi dari aspek bisnis. Konon,
sosoknya pertama kali diciptakan oleh manajer Public Relation Coca Cola, yang
saat itu hendak mencari ikon untuk dijual ke publik. Demi meningkatkan
penjualan dari Coca Cola, mereka menciptakan Santa Klaus sebagai reklame yang
figur mereka. Jadilah Santa sebagai ikon bisnis.
iklan Coca-Cola |
Terlepas
dari sejarah yang kabur, saya cukup menikmati pertemuan dengan Santa Klaus di
Kota Athens. Ada yang unuk, ketika Santa datang dengan mengendara mobil pemadam
kebakaran, semua anak-anak bergembira. Santa lalu membagi permen. Anak-anak itu
serupa menyaksikan karakter dongeng, yang kemudian hadir di hadapan mereka. Ada
keajaiban. Ada ketakjuban. Serta ada pula kegembiraan yang tiada tara.
Saya
membayangkan anak-anak itu akan pulang ke rumah, lalu menunggu-nunggu hadiah
dari Santa. Anak-anak itu lalu menggantung kaos kaki di perapian agar Santa
mengenalinya. Mungkin, sebelumnya, anak-anak itu akan berjanji kepada
orangtuanya untuk menjadi anak yang patuh, agar kelak Santa bersedia memberikan
hadiah kepadanya.
Saya
melihat satu karnaval budaya yang unik. Anak-anak itu bisa belajar banyak hal
tentang kejujuran, niat baik, serta mengasah imajinasi. Saya berusaha menyerap
indahnya kebahagiaan itu lewat kata serta gambar. Ketika tulisan ini dibuat,
saya sedang memandang ke jendela. Di sana ada butir-butir salju yang turun ke
bumi. Selamat memasuki musim dingin!
Athens, Ohio, 2 Desember 2012
0 komentar:
Posting Komentar