Mencari Sumber Pengetahuan



DI perpustakaan Alden, aku melihat peta dunia yang unik. Di samping peta itu, disediakanlah sejumlah pin atau paku berwarna-warni. Ada warna biru, kuning, dan merah. Di sebelah peta dunia itu, terdapat tulisan yang isinya ajakan agar mahasiswa menandai titik atau negara yang pernah didatangi dengan pin warna biru, kemudian mahassiwa diminta untuk menunjuk wilayah atau negara yang paling ingin mereka datangi. Bisa ditebak, dalam hitungan jam, peta dunia itu penuh dengan aneka pin.

Aku merenung-renung saat melihat peta itu. Bumi ini demikian luas. Aku hanya sempat mengunjungi beberapa titik. Peta itu memberikan insigths bahwa betapa banyaknya tempat di dunia ini, dengan budaya yang unik, serta betapa terbatasnya kemampuan kita untuk menjejaki setiap jengkal dari bumi. Bumi demikian luas dan kaya, namun manusia seringkali menyederhanakannya dalam kategori politik dan sosial.

Mengapa peta itu harus ada di perpustakaan? Mungkinkah kampus ini memang mengajak mahasiswanya untuk menjeajah ke tempat-temat yang belum pernah dikunjungi? Entah. Dugaanku, kampus ini memang menyilahkan mahasiswa untuk mencari pengetahuan ke mana-mana. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang eksklusif dipelajari di kampus. Pengetahuan adalah udara yang bisa ditemukan di mana-mana.


Mereka yang menyempitkan dirinya di dunia akademis adalah mereka yang picik sebab menyederhanakan pengetahuan. Dunia akademis hanyalah lensa atau jendela untuk melihat pengetahuan. Untuk mendapatkan pengetahuan itu, maka seseorang mesti masuk dan bergumul di sumbernya yakni kubangan pengetahuan, tempat semua hasrat, gejolak, serta rasa ingin tahu berpadu dengan pertanyaan-pertanyaan yang kemudian menjadi kompas manusia untuk menjelajah.

Pengetahuan yang sejati bukan di kampus. Pengetahuan itu ada di setiap jengkal bumi ini. Bukankah demikian?


Athens, 9 November 2012

0 komentar:

Posting Komentar