Dua Buku Bersama MIZAN


DUA hari ini, sejenak saya melepaskan diri dari beban akademik. Saya fokus untuk menyelesaikan proyek individual yakni menyiapkan tulisan sebagaimana diminta oleh penerbit Noura, anak perusahaan dari Mizan. Kali ini, saya menulis tentang refleksi atas tragedi kekerasan di Indonesia.

Saya agak terbebani dengan tulisan ini. Sebab tulisan ini akan dimasukkan dalam buku Indonesia MengHajar yang akan diterbitkan Mizan. Buku ini adalah semacam kelanjutan dari buku Indonesia Mengajar yang diterbitkan Bentang Pustaka, anak perusahaan Mizan. Namun berbeda dengan Indonesia Mengajar, buku Indonesia MengHajar berisi kumpulan tulisan dari sejumlah penulis senior dan beberapa penulis pemula. Sebagai orang yang pernah bekerja di industri media, saya paham bahwa semua penerbit akan mencari tulisan-tulisan yang laku dijual. Mereka akan berusaha untuk membaca selera pasar dan lalu melempar buku yang sesuai tema itu. 

Saya beruntung saja karena diajak berpartisipasi. Tapi saya sendiri sangsi, apakah tulisan saya memenuhi gaya menulis yang agak santai dan khas anak muda. Maklum saja, gaya menulis saya agak reflektif dan mungkin kurang tepat disajikan dengan gaya santai.

Setidaknya, saya telah berusaha untuk memenuhinya. Saya belajar dari tulisan yang dibuat wartawan senior Bre Redhana. Ia menulis tentang refleksinya atas kondisi sosial yang carut marut. Saya pun belajar untuk menyesuaikan diri dengan apa yang dituliskannya. Jika standarnya adalah tulisan Bre Redhana, maka saya telah memenuhinya.

Dalam surat yang saya terima, pihak Mizan menyebut para penulis sebagai para pendekar kata. Secara lengkap, para penulis yang diundang adalah: Sudjiwo Tedjo, Indra Herlambang, Adhitya Mulia, Samuel Mulia, Ben Sohib, Trinity, Agus Noor, Bre Redana, Boim Lebon, Iwok, Pidi Baiq, J-Flo, Beby Harianti, dan Muhammad Yusran Darmawan. 

Selanjutnya, Mizan juga meminta saya menyiapkan satu tulisan untuk dimasukkan dalam antologi tentang para penulis perjalanan. Dari semua nama yang diundang, hanya saya yang belum mempublikasikan buku tentang catatan perjalanan. Mereka sangat popular di dunia pustaka kita. Bahkan beberapa di antaranya sudah menulis novel laris. 

Pihak Mizan meminta untuk menulis tentang inspirasi selama di negeri orang. Saya agak minder juga karena kali ini akan bersama penulis-penulis yang dahulu hanya bisa saya dengar namanya. Kali ini, yang diundang menulis adalah A Fuadi (Kanada), Habiburrahman El Shirazy (Amerika), Raditya Dika (Eropa—Itali, Venesia), Heru Susetyo (Vietnam) – penulis Muslim Traveler, Luigi Pralangga (Afrika) – penulis Ondel-Ondel Nekat Keliling Dunia, Agustinus Wibowo (Afghanistan?) – penulis Selimut Debu & Garis Batas, Indra Herlambang (Prancis) – Kicau Kacau, Herry Nurdi (Libya) – penulis Living Islam, Secret for Muslim, dan Yusran Darmawan (dalam pengantar disebutkan saya adalah mahasiswa Ohio University).

Sebenarnya, ini adalah kehormatan buat saya untuk menembus dunia perbukuan nasional. Tapi, saya masih bingung, apakah gerangan yang akan saya tuliskan? Saya sendiri belum ada gambaran, apalagi deadline-nya masih lama yakni akhir Mei. Ah, mending nunggu sampai jelang deadline baru mulai nulis.(*)


4 komentar:

Meike Lusye Karolus mengatakan...

Selamat kak...

we are so proud of you :))

Dwi Ananta mengatakan...

Wow keren :) selamat kak! dan semangat!

Kasim Muhammad mengatakan...

Selamat kanda,

sukses untuk tulisan dan bukunya

anugerah (ugha) mengatakan...

Woowwww.... *menjura*

Saya pasti beli bukunya. Kemungkinan buku itu akan berjudul sama dengan yang sebelumnya. Saya sudah membaca the journeys, The journeys 2 dan next menunggu yang ketiga tentunya.

Saya selalu senang membaca tulisan/buku yang orangnya saya kenal :D. Ditunggu bukunya k' :D

Posting Komentar