ENTAH apa gerangan yang dirasakan patung John Harvard tersebut. Hampir setiap hari, manusia dari berbagai penjuru negara datang ke dekat patung tersebut, lalu menyentuh sepatunya. Mereka datang karena mitos bahwa siapapun yang menyentuh sepatu tersebut, maka telah memiliki peluang sebanyak 51 persen untuk diterima di kampus paling bergengsi di dunia.
mereka yang menyentuh sepatu John Harvard dan berpose |
Patung itu menjadi ikon dari Harvard University, yang merupakan universitas paling bergengsi di dunia. Kampus ini selalu berada di posisi teratas dalam daftar peringkat perguruan tinggi terbaik. Kampus ini ibarat magnet yang kemudian membuat banyak orang untuk selalu datang, memelihara impian kelak akan kuliah di kampus ini, sembari membayangkan betapa cerahnya masa depan.
Maka ribuan orang yang datang menyentuh sepatu itu adalah mereka yang didorong oleh hasrat untuk kelak bisa menjadi bagian dari sejarah hebat kampus tertua, yang didirikan sejak tahun 1636 tersebut. Mereka yang menyentuh sepatu adalah mereka yang terbius oleh ribuan mitos atau kisah tentang para manusia hebat sekaligus manusia kaya yang punya kesempatan untuk belajar di kampus semegah dan setenar itu.
John Harvard |
salah satu gedung kuliah |
Kemarin, saya mengunjungi kampus yang terletak di Cambridge, Boston, Massachusets. Saya pun ikut menyentuh sepatu John Harvard. Bukan untuk ikut-ikutan menganyam mimpi kuliah di tempat itu, namun hanya untuk sekadar mengetahui bagaimanakah perasaan mereka yang berharap bisa diterima di tempat itu. Menjadi mahasiswa Harvard bukan hanya mensyaratkan kecerdasan, namun juga kemampuan finansial yang memadai.
Namun, jangan-jangan ini hanya mitos belaka. Ketika kita membahas mitos, maka kita sedang membahas bagaimana sesuatu yang tampak biasa, namun dimegah-megahkan sedemikian rupa sehingga batas antara benar dan tak benar itu menjadi kabur.
Kita tak banyak tahu apa yang sedang terjadi di kampus megah itu. Kita hanya melihat capaian kuantitatif yang seringkali membuat kita silau dan terkagum-kagum. Namun saat ditanya apakah kaitannya dengan capaian kemanusiaan, kita hanya bisa menggeleng.
saat ikut menyentuh sepatu |
Pada akhirnya, semua akan kembali berpulang pada individu. Kampus hanyalah menjadi tempat persinggahan bagi sejumlah orang untuk menempa diri lalu menentukan ke manakah gerangan ia akan berlabuh. Kampus hanyalah sebuah pit stop, untuk selanjutnya, seseorang akan kembali ke arena balapan yang yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, interaksi dengan kehidupanlah yang kemudian menempa dan mencatat apakah seseornag akan menjadi yang terbaik ataukah tidak. Dunia kehidupan tak akan pernah peduli dengan capaian akademis seseorang. Dunia kehidupan hanya akan mencatat sejarah tentang mereka yang mengasah diri, meletakkan kebahagiaan orang lain sebagai tujuan hidup, serta melakukan sesuatu bagi masyarakat banyak.
Massachusets, 22 Maret 2012
Usai menyentuh sepatu John Harvard
0 komentar:
Posting Komentar